1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Minggu, 31 Januari 2010

EPILEPSI

EPILEPSI


1. Pengertian

Epilepsi (kejang-kejang) adalah satu diantara penyakit yang tertua di kenal orang (dalam penulisan teks ini dipergunakan istilah epilepsi, gangguan seizure dan gangguan kejang, berganti-ganti). (Barbara C, Long.1996:151)
Seizure terjadi pada semua suku bangsa dan menyerang pria atau wanita dalam keadaan yang sama. Tidak ada distribusi menurut geografi. Epilepsi bisa terjadi pada tingkat semua umur, tapi pada umumnya terjadi menjelang usia 20 tahun. kasusnya satu diantara 200 sampai 300 orang. Kira-kira 2 sampai 4 juta orang di united State terserang epilepsi kebanyakan adalah anak-anak.
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang di karakteristikan oleh kejang berulang. Gerakan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tapi gejala. (Brunner & Suddart.1996:2203).
Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik dan banyak jenisnya dan ditandai oleh aktifitas serangan yang berulang-ulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan fungsional (motorik, sensorik, psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik. Serangan ini menggangu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran infuls oleh neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal. (askep.blogspot.com)
Epilepsi adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat di simpulkan bahwa epilepsi / kejang adalah suatu penyakit akibat gangguan fungsional otak yang ditandai dengan kejang-kejang dalam beberapa menit (tidak lama) yang dapat mengakibatkan kerusakan kesadaran, gerak, sensasi, dan memori serta bisa timbul secara berulang.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like) biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

2. Manifestasi Klinis

Pola awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Juga penting untuk menunjukan jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptic, yang dapat menunjukan asal kejang (missal melihat kilatan sinar dapat menunjukan kejang berasal dari lobus oksipital).
Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami, pusing dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara outomatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang. Apapun manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebut ketika telah lewat.
Kejang umum, lebih umum disebut sebagai kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intent pada seluruh tubuh yang di ikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (kontraksi tonik-klonik umum). Kontraksi stimulan diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptic karakteristik. Sering lidah tertekan dan pasien mengalami inkontinensia urine dan feses. Setelah 1 atau 2 menit, gerakan konvulsiv mulai hilang pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang), pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam-jam. Banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot. (Brunner & Suddart.1996:2203).

3. Etiologi

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Menurut Brunner dan Suddarth di jelaskan bahwa etiologi epilepsi antara lain trauma lahir, asphyxia neonatorum, cidera kepala, beberapa penyakit infeksi (bakteri, virus, parasit), keracunan (karbon monooksida dan menunjukan keracunan), masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolisme dan nutrisi/gizi dan intoksikasi obat-obat atau alcohol. Selain itu juga dapat dihubungkan dengan adanya tumor otak, abses dan kelainan bentuk bawaan. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
1) Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
2) Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.(1)

4. Patofisiologi

Epilepsi merupakan gangguan perpindahan tingkat kesadaran atau motorik, sensori atau fungsi otomatis disertai atau tidak disertai hilangnya kesadaran. Disertai dengan gangguan mendadak dan hebat muatan listrik pada neuron otak yang berakibat terjadinya kontraksi kelompok otot tidak sadar.
Pola atau bentuk serangan kejang bervariasi dan tergantung kepada daerah diotak yang membangkitkan kejang. Pola kejang umum untuk individu maupun dapat bervariasi sesuai lesi di otak.
Seizure bisa mencakup seluruh bagian otak penting sekaligus, seperti pada bentuk menyeluruh atau hanya sebagian kecil yang focal pada satu tempat. Pada bentuk yang pertama, muatan neuron yang hebat di duga bersumber dari bagian batang otak dari system yang mengaktifkan reticula; ini selanjutnya menyebar keseluruh syaraf pusta termasuk korteks dan bagian yang lebih dalam dari otak.
Proses bisa berlangsung dari beberapa detik sampai 3 atau 5 menit, atau berhenti mendadak, seperti pada kejang petit mal. Terhentinya kejang diduga akibat dari kelebihan neuron-neuron yang terlibat yang memulai kejang atau ada pengekangan oleh struktur tertentu oleh otak. Muatan neuron yang hebat bisa menimbulkan konvulsi yang tonik disertai kontraksi seluruh otot atau konvulsi kronis, yang silih berganti kontraksi dan relaksasi kelompok otot yang berlawanan. Ini menimbulkan gerakan tarik menarik terhadap tubuh. Kejang-kejang kemudian disusul dengan hambatan terhadap serebral dalam jangka waktu yang lama. Ini disebut periode postictal.
Bila terjadi lagi serangan kejang yang menyeluruh secara aktif dalam frekuensi tertentu sehingga kesadaran tidak kembali diantara kejang yang satu dengan yang lain disebut status epileptikus. Keadaan ini merupakan gawat darurat medis dan memerlukan perawatan medis dan keperawatan guna mencegah kematian akibat kerusakan otak sekunder dari hipoksia yang lama dan kelelahan. Kejang dapat timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sakit.


















Pathway epilepsi






























5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian terhadap data subjektif dan objektif sangat penting pada pasien dengan serangan kejang-kejang.
Data Subjektif
a) Pengertian pasien tentang kejang-kejang dan akibatnya
b) Kesadaran akan pencetus factor
c) Ada aura atau tidak
d) Perasaan Postikal
e) Ada tidaknya amnesia
Aura diartikan sebagai rangkuman gejala yang terjadi sebelum serangan kejang. Aura timbul pada 50% pasien dengan kejang grand mall yang disertai perubahan penginderaan atau perubahan pengaruh.
Karakteristik yang tepat dari aura bervariasi dari satu orang dengan yang lain, tapi diantaranya terdapat kurang perasaan, ada sinar yang menyilaukan, pusing, berdenyut pada lengan, bau, berkunang-kunang. Mungkin pasien tidak dapat menceritakan aura dengan tepat, tapi memberikan tanda-tanda yang cukup jelas yang cenderung akan disusul dengan kejang, dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan sebelum terjadi.
Sebelum fase postictal individu bimbang dan bingung. Mengeluh sakit kepala dan nyeri otot merupakan gejala yang timbul pada umumnya. Kemudian tidur nyenyak. Pada fase ini pupil tetap melebar dan flekles plantar tidak normal. Setelah beberapa lama bangun dan biasanya tidak tau tentangkejang-kejang. Rasa kepala berat dan depresi adalah biasa.
Data Objektif
a) Jumlah serangan / kejang yang terjadi dalam waktu tertentu.
b) Perilaku : gejala stress dan kelelahan
c) Karakter dan kejang
d) Cedera dapat dihindari


Tes Diagnosis

1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
2) Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
3) Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
b. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien epilepsi :
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


c. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan : Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi :
a. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
b. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan : Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil : Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi : Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi : Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan : Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil : Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi : Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil : Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi : Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
d. Implementasi

Implementasi di lakukan dengan melihat intervensi yang telah di tentukan serta di tambahkan dengan terapi obat atau farmakologi dengan tujuan untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal. Adapun Terapi pengobatan epilepsi sbb :
a) Obat pertama yang paling lazim dipergunakan seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin. Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru. Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia.
b). Obat kedua yang lazim digunakan seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin.
• Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.
• Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.
• Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.
Selain itu ada beberapa tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami kejang sbb:
Selama kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari pasien lain yang ingin tau. (Pasien yang mempunyai aura/ penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan pribadi)
b. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
c. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera (dari membentur permukaan keras)
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang
f. Jika pasien ditempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur
g. Jika aura mendahului kejang, masukan spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit
h. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.
i. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang, karena kontraksi otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cidera
j. Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi ke depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan sekret.
Setelah Kejang
a. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan nafas paten.
b. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelsh kejang grand mal
c. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang
d. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
e. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan memberi restrein yang lembut.

e. Evaluasi

Evaluasi pasien kejang dibuat dengan menggunakan perasaan dan umpan balik dari pasien. Pertanyaan sebagai bahan pertimbangan adalah :
1. Apakah jumlah serangan menurun ?
2. Apakah pasien memakai obat sesuai anjuran ?
3. Apakah kadar convulsant dalam darah pada tingkat normal ?
4. Apakah pasien mengekang diri terhadap aktivitas berbahaya ?
5. Apakah pasien dapat menerangkan kegiatan rutin sehari-hari termasuk istirahat yang cukup?
6. Apakah pasien menggunakan sumber di masyarakat?
7. Apakah pengobatan lanjutan sesuai dengan yang di pesan ?
8. Apakah pasien dapat menceritakan perasaannya?
9. Apakah pasien memakai gelang isyarat medis?
10. Apakah pasien bisa bersosialisasi di masyarakat?
Hasil yang diharapkan setelah adanya implementasi keperawatan :
1. Mempertahankan control kejang
a) Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan
b) Mengidentifikasi efek samping obat
c) Dapat menghindari factor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang (cahaya menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d) Mengikuti gaya hidup sehat dengan tidur yang cukup dan makan dengan teratur untuk menghindari hipoglikemia.
2. meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
3. meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsy
4. bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.
























DAFTAR PUSTAKA


http : //askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_2591.htm//
Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta : The C.V. Mosby Company St. Louis.
Harsono.2007. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Brunner &Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.
Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar