1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Senin, 21 Februari 2011

Herpes Zoster

Herpes Zoster

a. Pengertian
 Merupakan penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis. ( Sjaiful, 2002:190 )
 Adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus. ( Marwali, 2000:92 )

b. Etiologi
 Timbul karena terkena penularan kembali ( reexposure ) atau karena reaktivasi virus yang laten, oleh infeksi varisella bila daya tahan tubuh menurun.
 Disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.

c. Klasifikasi
Menurut daerah penyerangannya dikenal:
 Herpes Zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata
 Herpes Zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan
 Herpes Zoster torakalis : menyerang dada dan perut
 Herpes Zoster lumbalis : menyerang pantat dan paha
 Herpes Zoster sakralis : menyerang sekitar anus dan genitalia
 Herpes Zoster otikum : menyerang telinga.
Gangguan pada nervus fasialis dan optikus dapat menimbulkan Sindrom Ramsay-Hunt dengan gejala paralysis otot-otot muka ( Bell’s palsy ), tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, dan nausea.

Bentuk-bentuk lain Herpes zoster:
 Herpes zoster hemoragika : vesikula - vesikulanya tampak berwarna merah kehitaman karena berisi darah
 Herpes zoster abortivum : penyakit berlangsung ringan dalam waktu yang singkat dan erupsinya hanya berupa eritema dan papula kecil
 Herpes zoster generalisata : kelainan kulit unilateral dan segmental disertai kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dengan umbilikasi.

d. Patofisiologi
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksitas dan tidak mengatakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang berat.
VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.
1) Neuralgia pascaherpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita di atas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
2) Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sikatriks.
3) Pada sebagian kecil penderita dapat terjadi paralysis motorik, terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis, terjadinya biasanya 2 minggu setelah timbulnya erupsi.

e. Manifestasi Klinis
 Muncul lesi-lesi didahului gatal-gatal sebelum erupsi yang ringan atau parah
 Nyeri tekan atau rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terserang
 Gejala konstitusi seperti sakit kepala, malaise, dan demam dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi
 Adanya macula, vesikula, pustula, kiusta, dan parut yang merupakan evolusi dari lesi
 Erupsi seperti korset mengikuti suatu dermatom dada unilateral (manifestasi tersering)
 Gangguan motorik dan sensorik ( bila melibatkan gelang ekstremitas atau ekstremitas perifer )
 Disestesia
 Rasa terbakar dangkal
 Limfadenopati
 Tingking

f. Komplikasi
• Karena terjadi vaskulopati misalnya pada saraf mata, organ dalam, miositis, sistitis, motor paraksis.
• Pada kulit, antara lain skar, keloid, dermatitis, granulomatosis, veskulitis granulomatosis, komedo, xanthomatous changes, dan milia.
• Gangguan pada mata, antara lain konjungtivitis, ptosis paralitik, keratitis, epithelial, skleritis, iridosiklitis, uveiritis, dan glaucoma.
• Gangguan pada Nervus Trigeminus cabang ke 3 atau saraf kranial cabang ke 5, 7, 9, dan 10 timbul otikus zoster denganm manifestasi klinis berupa sakit kepala, tinitus, vertigo, tuli, nyeri telinga, dan facial pain ( sindrom Ramsay Hunt ).

g. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan sediaan apus secara Tzanck, membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak
 Pemeriksaan cairan vesikel atau material biopsy dengan mikroskop elektron
 Tes serologic.

h. Penatalaksanaan.
1) Pencegahan
Mencakup pencegahan infeksi laten dan pencegahan reaktivasi virus yang laten yang bisa dilakukan melalui isolasi.
2) Pengobatan
 Terapi sistemik hanya bersifat simptomatik, misalnya pemberian analgetika untuk mengurangi neuralgia. Dapat juga ditambahkan neurotropik : vitamin B1, B6, dan B12.
 Antibiotika, bila ada infeksi sekunder.
 Local : bedak. Losio kelamin diberikan untik mengurangi rasa tidak enak dan mengeringkan lesi vesikuler.
 IDU 5-40% dalam 100% DMSO ( dimetilsulfoksial ) dipakai secara topical.
 Pemberian secara oral predhison 30 mg per hari atau triamsinolon 48 mg sehari akan memperpendek masa neuralgia pascaherpetika.
 Pengobatan dengan imunodulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interveron dapat dipertimbangkan.
 Asiklovir ( zovirax ) 5x200 mg sehari selam 5 gari kemungkinan dapat memperpendek dari memperingan penyakit.
 Pemberian kompres dingin dengan larutan Burowi.
 Lesi-lesi diolesi dengan campuran benzoin tincture dengan flexible collodion dengan takaran yang sama besarnya.
 Membalut daerah sakit dengan perban yang cukup ketat seringkali sangat berguna untuk meringankan rasa nyeri. Lesi-lesi harus ditutup dengan kapas dan kemudian dibalut dengan perban elastik seperti yang digunakan untuk rusuk yang patah.
 Herpes zoster kerato conjungtivitis diobati dengan ophthalmic costicosteroid secara intralesi.



































ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Biodata
Mencantumkan identitas klien : umur, jenis kelamin, pekerjaan,dll.
2. Keluhan utama
Alasan yang sering membawa klien penderita herpes datang berobat adalah nyeri pada daerah terdapatnya vesikel berkelompok / lesi yang timbul.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya, klien mengeluh sudah beberapa hari demam dan timbul rasa gatal / nyeri pada dermatom yang terserang. Pada daerah yang terserang, mula – mula timbul papula berbentuk urtika, setelah 1 – 2 hari timbul gerombolan vesikula. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
4. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya, keluarga atau teman dekat ada yang menderita penyakit herpes, atau klien pernah kontak dengan penderita / terinfeksi virus ini.
5. Riwayat psikososial
Perlu dikaji bagaimana konsep diri klien terutama tentang gambaran diri / citra diri dan harga diri. Disamping itu, perlu dikaji tingkat kecemasan klien dan informasi / pengetahuan yang dimiliki tentang penyakit.
6. Kebutuhan sehari – hari
Perlu dikaji juga tentang pola tidur, aktivitas. Penyakit ini sering diderita oleh klien yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama.
7. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : tidak ada gangguan, kecuali jika terjadi infeksi lain.
Pemeriksaan tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri.
Inspeksi : kulit ditemukan adanya vesikel berkelompok (tanda yang khas pada herper zoster). Kadang ditemukan vesikel yang berisi nanah dan darah disebut herpes zoster hemoragic. Dapat ditemukan edema disekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder. Perhatikan mukosa mulut, hidung dan penglihatan klien. Pada genetalia pria daerah yang perlu diperhatikan adalah bagian glens penis, batang penis, uretra dan daerah anus. Sedangkan pada wanita daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayora dan minor, klitoris, intratus vaginal, dan serviks. Jika timbul lesi catat jenis, bentuk, ukuran/luas, warna, dan keadaan lesi.
Palpasi : Kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
2. Kerusakan integritas kulit b.d deficit imunologis ( respon peradangan / lesi )
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan
4. Resiko infeksi b.d pemajanan melalui kontak ( langsung / tidak langsung )

INTERVENSI
Dx. I Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
NOC : Tingkat Nyeri
Kriteria Hasil :
• Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
• Perubahan dalam TTV
• Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif
• Melaporkan kenyamanan fisik maupun psikologis
NIC : Penatalaksanaan nyeri
Intervensi :
1. kaji nyeri secara komphrehensif
2. observasi ketidaknyamanan non verbal
3. berikan informasi tentang nyeri
4. ajarkan teknik non farmakologi ( relaksasi, distraksi, terapi musik )
5. kendalikan factor lingkungan yang mempengaruhi respon pasien.

Dx. II Kerusakan integritas kulit b.d deficit imunologis ( respon peradangan / lesi )
NOC : Tissue Integrity
Kriteria Hasil :
• Integritas kulit bias dipertahankan
• Berkurangnya luka / lesi pada kulit
• Perfusi jaringan baik
• Mampu melindungi kulit dan memepertahankan kulit
• Perawatan alami
NIC : Pressure Management
Intervensi :
1. anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian longgar
2. hindari kerutan pada tempat tidur
3. jaga kebersihan kulit agar tetaap bersih dan kering
4. mobilisasi pasien secara teratur
5. monitor kulit akan adanya kemerahan


Dx. III Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan
NOC : Citra tubuh
Kriteria Hasil :
• Kongruen antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan wujud tubuh
• Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh
• Mengidentifikasi kekuatan personal
• Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal
Intervensi :
1. pantau frekuensi pernyataan yang mengkritik diri
2. ajarkan keluarga pentingnya respon mereka terhadap peubahan tubuh
3. dengarkan pasien / keluarga secara aktif
4. beri dorongnan kepada pasien / keluarga untuk mengungkapkan perasaan
5. berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, peihara privasi.

Dx. IV Resko Infeksi b.d pemajanan melalaui kontak ( langsung / tidak langsung )
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil :
• Memantau factor resiko lingkungan dan perilaju seseorang
• Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
• Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
• Melaporkn tanda dan gejala infeksi
NIC : Pengendalian Infeksi
Intervensi :
1. pantau tanda / gejala infeksi
2. ajarkan pasien / pengunjung untuk mencuci tangan dengn benar
3. ajarkan pasien dan keluarga kapan harus melaporkan tanda / gejala infeksi
4. batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan.













































DAFTAR PUSTAKA

• Arndt, Kenneth A. 1989. Pedoman Terapi Dermatologis. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
• A.P. Bali and J.A. Gray. 1992. Atlas Bantu Penyakit Infeksi. Alih Bahasa Petrus Andrianto. Jakarta : Hipokrates.
• Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke Dua. Jakarta : FKUS.
• Marwali Harahap, dkk. 1984. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung : Alumni.
• NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006, NANDA international, Philadelphia.
• Rahariyani, Dwi Lutfia. 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : EGC.
• Sjaiful Fahmi D dan Wresti I. 2002. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : FKUS.
• Wilkinson, Judith M, ( Alih Bahasa Widyawati, dkk ). 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, edisi 7. Jakarta : EGC.

Dermatitis kontak

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dermatit merupakan suatu reaksi peradangan kulit Dermatitis kontak adalah dermatitis karena kontak eksternal yang menimbulkan fenomena sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan).
Dermatitis merupakan epiderma-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus, obyek tampak inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi dan pembentukan sisik.
Dermatitis kontak sering terjadi pada tempat tertentu dimana alergen mengadakan kontak dengan kulit.
B. MAKSUD dan TUJUAN PENULISAN
Adapun maksud dan tujuan penulisan Laporan pendahuluan ini adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 yang diberikan oleh dosen pengampu Ibu Widjijati, MN.
2. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang penyakit Dermatitis Kontak bagi penulis.
3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit Dermatitis Kontak bagi penulis.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan berbagai sumber dengan metode pustaka. Dengan metode ini, penulis dapat melengkapi makalah sesuai dengan bahan – bahan yang penulis ambil dari buku – buku referensi sebagai bahan pendukung dan pelengkap materi.
BAB II
ISI

DERMATITIS KONTAK

A. Definisi
 Dermatitis kontak adalah dermatitis karena kontak eksternal yang menimbulkan fenomena sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan).
Dermatitis merupakan epiderma-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus, obyek tampak inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi dan pembentukan sisik.
(Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 2. Jakarta: Media Aesculapius)
 Dermatitis kontak sering terjadi pada tempat tertentu dimana alergen mengadakan kontak dengan kulit.
(Price, Sylvia Anderson. 1991. Patofisiologi. Jakarta: EGC)
 Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang disertai dengan adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia yang berkontak atau terpajan kulit .Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.
(Harahap Mawarli Prof.Dr. 2006.Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta:Hipokrates)

B. Etiologi
Dermatitis kontak bisa ditimbulkan oleh bahan-bahan irritan primer atau penyebab alergic primary irritant contact dermatitis merupakan reaksi non alergik dari pada kulit yang disebabkan karena terkena irritantia. Zat diterjen ( seperti lisol ) desinfektan dan zat warna ( untuk pakaian, sepatu dan lain – lain ) dapat mengakibatkan dermatitis.
a) Irritantia ringan, relatif atau marginal, memebutuhkan kontak berulang-ulang dan atau kontak yang lama untuk menimbulkan peradangan atau termasuk di sini adalah sabun, deterjen dan kebanyakan jenis bahan pelarut.Dermatitis pekerjaan tampak pula fisura ,skuama,dan paronikima sebagai akibat iritasi kronik.dermatitis juga dapat terdapat pada rumah tangga yang terjadi karena insektisida dan pelbagai salep yang di jual secara bebas yang mengandung sulfonamid,penisilin,merkuri,atau sulfur.
b) Irritantia keras atau absolut merupakan zat-zat perusak yang keras sehingga akan melukai kulit dengan seketika jika mengenainya (asam kuat dan basa kuat).

PENYEBAB YANG BAKU DARI DERMATITIS KONTAK
PADA BERBAGAI BAGIAN TUBUH
Bagian Tubuh Penyebab
Muka Kosmetik, hairspray, semir rambut.
Cuping telinga Nikel, perhiasan imitasi
Kelopak mata Kosmetik, transfer oleh tangan, tangkai kaca mata
Bagian Tubuh Penyebab
Hidung, bibir dan sekitarnya Pasta gigi, lipstick
Leher Parfum, pakaian (bahan wool)
Aksila Deodoran, pakaian, parfum
Dada Bahan kuningan
Lengan dan kaki Deterjen, bahan pembersih, sepatu
Tangan Sarung tangan, deterjen

C. Manifestasi Klinis
Gejala dari dermatitis kontak adalah:
a) Fase akut : merah,edema,papula,vesikula,berair,kusta, dan gatal
b) Fase kronik :kulit tebal/likenifikasi,kulit pecah – pecah skuama,kulit kering,dan hiperpigmentasi.
c) Gejala subyektif : Iritan primer akan menyebabkan kulit terasa kaku, rasa tidak enak karena kering, gatal-gatal sebab peradangan dan rasa sakit karena fisura, vesikula, ulcus.
d) Gejala obyektif : - Erythema
- Mikrovesikulasi dan keluarnya
- Kulit menebal, kering, retak
- Pengelupasan kulit
- Vesikulasi, erosi,ulcus, fisura
- Edema muka dan tangan
- Ruam-ruam dan lesi

D. Predisposisi
Penyakit dermatitis ini biasanya dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yang antara lain:
a) Obat-obatan : obat kumur, balsem dan salep yang mengandung sulfanamid, penisilin, insektisida, neomisin, benzokain dan etilendiamin.
b) Karet atau nilon : sandal karet, kaos kaki nilon, pakaian nilon.
c) Kunyit, kapur sirih, merkuri dan sulfur.

E. Klasifikasi
Dermatitis kontak ditimbulkan oleh fenomena alergik atau toksik.
 Dermatitis kontak dapat berupa:
a) Tipe dermatitis kontak alergi, merupakan manifestasi “Delayed Hypersesitivity”; hipersensitifitas yang tertunda dan merupakan terkena oleh alergen kontak pada orang yang sensitif.
b) Tipe dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi non alergik terjadi akibat pejanan terhadap substansi iritatif.
 Perbedaan dermatitis kontak iritan dan alergi:
Faktor Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
Penyebab Iritan primer Alergen kontak sensitizer
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua orang Orang yang alergik
Lesi Batas lebih jelas, eritema Batas tidak begitu jelas, eritema
Faktor Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
sangat jelas kurang jelas
Uji tempel Sesudah ditempel 24 jam bila iritan diangkat, reaksi akan segera Bila sesudah 24 jam bahan alergen diangkat, reaksi menetap/meluas berhenti
Contoh Sabun, deterjen Pemakaian terlalu lama, jam, sandal jepang, kalung imitasi

F. Patofisiologi
Dermatitis Kontak termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Patogenesisnya melalui dua fase:
1) Fase Induksi (sensitisasi)
 Saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons, perlu waktu 2-3 minggu.
 Hapten (protein tidak lengkap) berpenetrasi ke dalam tubuh dan berikatan dengan protein karier membentuk ,antigen yang lengkap. Antigen ditangkap dan diproses oleh macrofag dan sel langerhans kemudian memicu reaksi limfosit T yang belum tersensitisasi di kulit, sehingga terjadi sensitisasi limfosit T melalui saluran limfe.
2) Fase Eksitasi
Yaitu saat terjadinya kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik berbagai sel radang sehingga timbul gejala klinis.




G. Pathway























H. Penanganan
Proteksi terhadap zat penyebab dan menghindarkan kontaktan merupakan tindakan penting. Anti-hisatamin tidak diindikasikan pada stadium permulaan, sebab tidak ada pembebasan hisatamin. Pada stadium berikutnya terjadi pembebasan histamin secara pasif. Kortikosteroid diberikan bila penyakit berat, misalnya prednison 20 mg/hari. Terapi topikal diberikan sesuai petunjuk umum.
“Dasar penyakit dermatitis adalah mencari etiologi dan menyingkirkan penyebabnya.”
Pada dermatitis akut
Dilihat adanya oedema, erasia, eksudasi, pustula, erythema.
1) Kompres
Cara kompres : - Rendam kain putih halus ke air
- Letakkan di lesi, 10-20 menit
- Ganti dengan kain dan air yang bersih
Perhatian : - Pakai 2/3 obat lokal, ketahui seluk beluk obat
- Pada daerah tropis perlu dipertimbangkan faktor penguapan. Sol Boric Acid 3 % bila dibalutkan pada lesi maka konsentrasinya menjadi 20-50 % sehingga melekat pada lesi dan terdapat kristal Boric (BAHAYA).
2) Antibiotik
Biasanya infeksi sekunder disebabkan oleh Gram positif.
Diobati dengan penicillin/ampicillin untuk penderita yang tidak alergi, buctrim, supristol, septrin (efek aplasticanemia).
3) Antihistamin
4) Obat- obat topical
Karena kulit mudah diakses maka mudah pula diobati maka obat obat topical dapat sering digunakan,beberapa obat dengan konsentrasi yang tinggi dapat dioleskan langsung pada kulit yang sakit dengan sedikit absorbsi sistemik sehingga efek samping sistemiknya juga sedikit.adapun obat topikalnya antara lian:
a.Lotion
Lotion memeiliki dua tipe : suspensi yang terdiri atas serbuk dan dalam air yang perlu di kocok sebelum di gunakan ,dan larutan jernih yang mengandung unsur - unsur aktif yang bisa di larutkan seluruhnya .
b.Bedak
Bedak biasanya memiliki bahan dasar talk,zinkoksida,bentonit atau pati jagung dan ditaburkan pada kulit dengan alat pengocok atau spons katun.Meski kerja medisnya singkat ,bedak merupakan preparat higroskopis yang menyerap serta menahan kelembaban kulit dan seprei.
c.Krim
Krim dapat berupa suspensi minyak - dalam - air
atau emulsi air- dalam- minyak dengan unsur-unsur untuk mencegah bakteri ataupun jamur (Mackie,1991).
d.Jel
Jel merupakan emulsi semisolid yang menjadi cair ketila dioleskan pada kulit,bentuk preparat topikal ini secara kosmetik dapat diterima oleh pasien karena tidak terlihat setelah dioleskan dan juga tidak terasa berminyak serta tidak meninggalkan noda.
e.Pasta
Pasta merupakan campuran bedak dengan salep dan digunakan pada keadaan inflamasi,pasta melekat pada kulit tetapi sulit dihilangkan tanpa menggunakan minyak seperti minyak zaitun atau minyak mineral.
f.Salep
Salep bersifat menahan kehilangan air dan melumasi serta melindungi kulit, bentuk preparat topikal ini lebih disukai untuk kelainan kulit yang kronis atau terlokalisasi.
g.Preparat spray dan aerosol
Dapat di gunakan untuk lesi yang luas,bentuk ini akan mengisat ketika mengenai kulit sehinga harus digunakan dengan sering.
h.Korrtikosteroid
Banyak dipakai dalam pengobatan kelainan dermatologik untuk memberikan efek anti inflamasi,anti priritus dan vasokontriksi(Litt,1993).



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DERMATITIS KONTAK

I. PENGKAJIAN
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling terlihat, bila terjadi cedera akut dari dermatitis kontak eksim pasien sulit untuk mengabaikan atau menyembunyikanya dari orang lain.Sangat penting untuk mengetahui faktor penyebabnya agar dapat mencegah kontak ulang atau terhadap perubahan data yang harus dikumpulkan sejak awal adalah:
1) Pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode kontak.
2) Kemungkinan bisa kontak dengan menimbulkan iritasi di rumah, tempat pekerjaan/pada waktu kegiatan rekreasi.
3) Bagaimana kelainan kulit yang timbul dimulai.
4) Riwayat tentang infeksi yang berulang, kemungkinan kurangnya respon imunitas.
5) Respon obat baru, terutama penicillin/sulfanilamide.
6) Peningkatan stress yang dicatat pasien.
7) Faktor-faktor yang membuat lebih parah (resep dokter/pengobatan pribadi).
8) Luasnya pruritis dan faktor yang membuat lebih parah.
Lesi diperiksa setiap hari untuk diketahui apakah pasien masih suka menggaruk lesi, periksa apakah terdapat perubahan atau ada infeksi.

II. DIAGNOSA
1) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
2) Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.

III. PERENCANAAN
1) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perbahan fungsi barier kulit.
Intervensi:
1. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi ( hidrasi stratum korneum yang berlebihan ) ketika memasang kompres basah.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan menutulkan untuk menghisap dan menghindari friksi.
3. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu yang terlau tinggi dan akibat cedera panas yang tidak terasa ( bantalan pemanas, radiator )
4. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional:
1. Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan kelainan primer.
2. Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Penderita Dermatitis dapat mengalami penurunan sensitifitas terhadap panas.
4. Banyaknya masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
2) Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
Intervensi:
1. Periksa daerah yang terlibat
a. Upayakan untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman.
b. Mencatat hasil-hasil observasi secara rinci dengan memakai terminologi deskriptif
c. Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi , mendapatkan riwayat pemakaian obat.
2. Kendalikan faktor – faktor iritan.
a. Pertahankan kelembaban kira-kira 60%;gunakan alat pelembab
b. Pertahankan lingkungan dingin
c. Gunakan sabun ringan atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitif.
d. lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat tidur.
e. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan .
f. Hentikan pemajanan berulang terhadap deterjen,pembersih,dan pelarut.

3. Menggunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan pasien.
a. Melaksanakan kompresi penyejuk dengan air suam – suam kuku, atau kompres dingin guna meredakan rasa gatal.
b. Mengatasi kekeringan sebagaimana di preskripsikan .
c. Mengoleskan losion dan krim kulit segera setelah mandi.
d. Menjaga agar kuku selau terpangkas.
e. Menggunakan terapi tropikal seperti yang preskiripsikan.
f. Membantu pasien menerima terapi yang lama, yang diperlukan pada beberapa kelainan kulit.
g. Menasehati pasien untuk menghindari pemakaian salep atau losion yang di beli tanpa resep dokter
Rasional:
1. Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana interfensi
a. Membantu menidentifikasi tindakan yang tepat untk memberikan kenyamanan.
b. Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosa dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi memepunyai etiologi yang berbeda, respon inflamasi kutan mungjin mati pada pasien lansia.
c. Ruang menyeluruh terutama dengan awitan yang mendadak dapat menunjukan reaksi alergi terhadap obat.
2. Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia dan fisik.
a. Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
b. Kesejukan mengurangi gatal.
c. Upaya ini mencakup tidak adanya larutan diterjen, zat pewarna atau bahan pengeras.
d. Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
e. Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.
f. Setiap substansi yang menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.
3. Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhanya agar berfungsi dengan benar.
a. Pengisatan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukan kulit dan meredakan pruritus.
b. Kulit yang kering dpat menimbulkan daerah dermatitis dengan gejala kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.
c. Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.
d. Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.
e. Tindakan ini membantu meredakan gejala.
f. Tindakan koping biasanya akan meningkatkan kenyamanan.
g. Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi pengobatan sendiri.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
Intervensi:
1. Cegah dan obati kulit yang kering.
a. Menasehati pasien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki fentilasi dan kelembaban yang baik.
b. Menjaga agar kulit selalu lembab.
c. Mandi hanya diperlukan jika kulit sangat kering.
d. Jangan gunakan sabun atau gunakan sabun yang lembut oleskan losion segera sesudah mandi sementara kulit masih lembab.
2. Nasehati pasien untuk melakukan hal berikut yang dapat membantu meningkatkan tidur
a. Menjaga jadwal tidur yang teratur pergi tidur pada saat yang sama dan bangun pada sat yang sama.
b. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur dimalam hari.
c. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
d. Mengerjakan hal – hal yang rirual dan rutin menjelang tidur.



Rasional:
1. Pruritus nokturnal mengganggu tidur yang normal.
a. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
b. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan, tapi bisa di kendalikan.
c. Semua tindakan ini kan memelihara kelembaban kulit.
2.
a. Dengan kelembaban yang rendah kulit akan kehilangan air.
b. Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesduah di konsumsi.
c. Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.
d. Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terja menjadi tertidur.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Intervensi:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien ( Menghindari kontak mata, merendahkan diri sendiri,Ekspresi muak terhadap kondisi kulitnya ).
2. identiffikaasi stadium psikososial tahap perkembangan.
3. Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan,( dengan cara yang terbuka, tidak menghkimi ). Untuk mengekspresikan berduka/ ansietas tentang perubahan citra tubuh
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien, bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.
5. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri ( turut berpartisippasi dalam penanganan kulitnya, merias atau merapikan diri )
6. Membantu pasien ke arah penerimaan diri.
7. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
8. Memberikan nasehat kepada pasien mengenai cara – cara perawatan kosmetik untuk menyembunyikan kondisi kulit yang abnormal.
Rasional:
1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang nyata bagi pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.
2. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.
3. Pasien membutuhkan pengalaman, didengarkan dan dipahami.
4. Tindakan ini memeberikan kesempatan kepada petugas kesehatan untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi. Ketakutan merupakan unsur yang merusak adaptasi pasien .
5. (Untuk nomor 5 s/d 8). Pnedekatan dan sasaran yang positif tentang tekhnik – tekhnik kosmetik seringkali membantu dalam meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
Intervensi:
1. Tentukan apakah pasien mengetahui ( memahami dan salah mengerti ) tentang kondisi dirinya.
2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi / informasi.
3. Peragakan penerapan terapi yang di programkan ( kompres basah; terapi topikal )
4. Berikan nasehat pada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.
5. Dorong pasien utnuk mendapatkan status nutrisi yang sehat.
Rasional:
1. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
2. Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada yang harus diperbuat, kebanyakan pasien merasakan manfaat yang lebih.
3. Memungkinkan pasien untuk memperoleh kesempatan untuk menunjukan cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4. Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan krim atau losion untuk melembabkan kulit akan mencegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak dan bersisik.
5. Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit akan menandakan status nutrisi yang ab normal.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.
Intervensi:
1. Memiliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yag sistem kekebalanya ter ganggu.
2. berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi.
3. Laksanankan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi
4. Sediakan terapi rendaman separti yang diprogramkan .
5. Berikan preparat anibiotik yang diresepkan dokter.
6. Gunakan obat-obat topikal yang mengandug kortikosteroid seperti yang diresepkan dokter dan menurut indikasinya
a. Observasi lesie secara periodik untuk peribahan respon terhadap terapi.
b. Instruksikan pasien tentang kemungkinan efek samping penggunaan jangka panjang kortikosteroid, topikal, difluorinasi.
7. Nasihati pasien untuk menghentukan pemakaian obat kulit yang yang memperburuk masalah.
Rasional:
1. Setiap keadaan yang mengganggu status imune akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.
2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung kepada ketrampilan, keterampilan interpresonal, profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat instruksi tertulis.
3. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum. Kompres basah akan membantu tindakan debridemen fesikel serta krusta dan mengendalikan proses inflamasi.
4. Melepaskan eksudat dan krusta.
5. Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikrorganisme penyebab infeksi.
6. Kortikosteroid memiliki kerja anti inflamasi yang menjelaskan sebagian kemampuanya untuk menimbuklan vasokontriksi pada pembuluh - pembuluh kecil dalam dermis lapisan atas. Pemakaian kortikosterod topikal yang ekstensif dalam waktu yang lama dapat menimbulkan efek anti proliferatif pada sel – sel epidermis ( kerontokan rambut pada daerah yang dioleskan ).
7. Dermatitis kontak atau reaksi alergi dapat terjadi setiap unsur yang ada dalam obat tersebut.
IV. EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan hasil yang di harapkan adalah sebagai berikut:
1) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perbahan fungsi barier kulit.
1. Memepertahankan integritas kulit.
2. Tidak adanya maserasi.
3. Tidak ada tanda – tanda cedara termal.
4. Tidak ada infeksi.
5. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
6. Menggunakan obat yang dirersepkan sesuai jadwal.
2) Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
1. Mencapai peredaran gangguan rasa.
2. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.
3. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan peredaran rasa gatal.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
1. Mengembangkan peningkatan kemampuan untuk menerima diri sendiri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
3. Melaporkan perasaan dalam mengendalikan situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang sehat.
6. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.
7. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang dilakukan.
3. Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang diprogramkan.
4. Gunakan obat tropikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan mencegah kerusakan.
3. Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.
4. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan.
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut ).















DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Harahap, Marwali, dkk. 1984. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung: Alumni)
-----------------------------.2006. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. 1991. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
NANDA.2006.Pedoman Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006. .........................: Primamedika.

Eksim atau dermatitis

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
• Eksim atau dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit yang ditandai kulit tampak meradang dan iritasi
• Dermatitis merupakan epidermo-dermis dengan gejala subjektif pruritus (Kapita Selekta Kedokteran )
• Dermatitis merupakan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari factor herediter dan lingkungan ( Cory. S Matundang )
Pengertian umum dari dermatitis adalah suatu reaksi radang terhadap banyak rangsang, reaksi ini dapat berasal dari luar ( eksogen ) maupun dari dalam (endogen)

B. Etiologi
Penyebab dermatitis kadang–kadang tidak diketahui sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen yang beraneka ragam, misalnya
1. Zat kimia, protein, bakteri, dan fungus
2. Alergi terhadap debu, serbuk sari tanaman / bulu hewan
3. Alergi / toleransi terhadap makanan tertentu
4. Pemakaian kosmetik dan perhiasan imitasi ( bahan kimia lainnya )
5. Virus dan infeksi lain

C. Patofisiologi
Dermatitis merupakan reaksi alergi tipe 4 yakni respon lambat tipe tuberculin yang bersifat cell mediated reaksi spesifik memerlukan beberapa jam mencapai maksimum. Klinis biasanya baru tampak respon sesudah 24 – 48 jam. Pada reaksi antara antigen dan antibody terjadi pembebasan berbagai mediator farmakologik. Misalnya histamine, serotonin, bradikinin, asetikoline, heparin, dan anafilaktosin

D. Manifestasi klinis
Dimanapun lokasi timbulnya dermatitis, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki. Namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul didaerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi coklat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, dermatitis akan mempengaruhi pigmen kulit, sehingga daerah dermatitis akan tampak lebih terang atau lebih gelap.
Subjektif pada tanda-tanda radang akut, terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor ). Selain itu juga terdapat kenaikan suhu ( kalor ), kemerahan ( rubor ), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit ( fungsiolesa ).

E. Jenis- jenis Dermatitis
Adapun jenis-jenis dermatitis yaitu (Mahadi, 2000:7):
1. Dermatitis atopik
adalah dermatitis yang terjadi pada orang yang mempunyai riwayat atopi.
2. Dermatitis seboroik
adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pda kulit kepala, alis mata, dan muka, kronik dan superficial.
3. Dermatitis statis
adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan aliran darah vena ditungkai bawah.
4. Dermatitis (ekzema) nonspesifik
adalah suatu erupsi epidermal yang dapat berlangsung akut, kronik, terlokalisir atau generalis.
5. Dermatitis pomfolik
adalah dermatitis yang ditandai dengan adanya vesikula yang dalam, mengenai telapak tangan, kaki, dan sisi jari-jari.
6. Dermatitis otosentisisasi
adalah perluasan yang cepat dari reaksi ekzematus atau vesikuler.
7. Dermatitis numuler
adalah dermatitis yang bentuk lesinya bulat seperti uang logam.

8. Dermatitis xerotik
adalah dermatitis yang terjadi pada musim dingin dan sering dijumpai pada orang tua dan mempunyai predisposisi dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan.
9. Dermatitis medikamentosa
10. Dermatitis kontak
adalah suatu dermatitis yang disertai dengan adaanya spongiosis atau edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bgahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan pada kulit.
11. Dermatitis infektif
adalah suatu eczema yang disebabkan oleh suatu mikroorganisme ataupun produknya dan menyembuh bila organismenya sudah diobati.
12. Dermatofitid
adalahdermatitis yang terjadi secara sekunder, jauh dari lesi infeksi, analog dengan tuberkulid kulit pada tuberculosis.
13. Dermatitis eksfoliatifa generalisata
adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai dengan eritema dan skuama yang hampir mengenai seluruh tubuh.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah menghilangkan rasa gatal untuk mencegah terjadinya infeksi. Ketika kulit terasa sangat kering dan gatal, lotion dan cream pelembab sangat dianjurkan untuk membuat kulit menjadi lembab. Tindakan ini biasanya dilakukan saat kulit masih basah, seperti saat habis mandi sehingga cream yang dioleskan akan mempertahankan kelembaban kulit. Kompres dingin juga diduga dapat mengurangi rasa gatal yang terjadi. Salep atau cream yang mengandung kortikosteroid seperti hydri kortison dibrikan untuk mengurangi proses inflamasi / peradangan. Untuk kasus-kasus yang berat dokter akan memberikan tablet kortikosteroid dan apabila pada daerah dermatitis setelagh terinfeksi maka bisa diberikan antibiotika untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Pengobatan menurut FKUI yaitu :



1. Pengobatan secara sistemik
Pada kasus dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi antihistamin-anti serotonin, anti bradikinin, anti-SRS-A, dsb. Pada kasus berat dapt dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
2. Pengobatan secara topical
Prinsip umum terapi topical diuraikan dibawah ini :
• Dermatitis basah ( madidans ) harus diobati dengan kompres terbuka. Dermatitis kering ( sika ) diobati dengan krim atau salep
• Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah presentase obat spesifik
• Bila dermatitis akut, diberi kompres. Bila subakut, diberi losion ( bedak kocok ), pasta, krim atau linimentum ( pasta pendingin ). Bila kronik diberi salep
• Pada dermatitis sika, bila superficial diberi bedak, losio, krim atau pasta. Bila kronik diberi salep. Krim diberikan pada daerah berambut, sedangkan pasta pada daerah yang tidak berambut. Penetrasi salep lebih besar daripada krim.

G. Pencegahan
Munculnya dermatitis dapat dihindari dengan melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Menjaga kelembaban kulit
2. Hindari perubahan suhu dan kelembaban yang mendadak
3. Hindari berkeringat terlalu banyak / kepanasan
4. Kurangi stress
5. Hindari pakaian yang menggunakan bahan yang menggaruk seperti wool dan lain-lain.
6. Hindari sabun dengan bahan yang terlalu keras, deterjen dan larutan lainnya.
7. Hindari factor lingkungan lain yang dapat mencetuskan alergi seperti serbuk bunga, debu, bulu binatang dan lain-lain.
8. Hati-hati dalam memilih makanan yang bias menyebabkan alergi

H. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi sekunder oleh bakteri, septikemi, diare, dan pneumonia. Gangguan metabolic mengakibatkan suatu resiko hipotermia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer dan trombophlebitis. Bila pengobatan kurang baik, akan terjadi degenerasi visceral yang menyebabkan kematian.




























ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Menurut Doengus 2000:899
a. Riwayat kesehatan
Klien dengan Dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari(missal: apakah klien menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yang telah diberikan, terpapar oleh allergen, lingkungan dan riwayat kerusakan kulit.
1) Adanya riwayat alergi bahan makanan, kosmetik, suhu, dan protein.
2) Suhu kesehatan keluarga ditanyakan apakah ada anggota keluarga menderita gangguan kulit, dan kapan mulainya.
3) Kebiasaan aktifitas sehari-hari misalnya lingkungan pasien yang dapat menyebabkan gangguan kulit.
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi mengenai warna, jaringan parut, vesikel, lesi, dan kondisi vaskularisasi supervisial.
c. Periksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk dermatitis, misal:
• Usap kulit(skin swab)
Dilakukan pada:
 Pasien eksema yang di RS dengan eksema yang terbuka, terkeskoriasi, atau berkerak untuk menentukan jenis bakteri penyabab dan pengobatan paling tepat.
 Kecurigaan bahwa infeksi disebabkan oleh bakteri S, auereus yang resisten terhadap pengobatan standar.
• Usap hidung (nasal swab) dari pasien dan orang tua
Hanya dilakukan jika ada infeksi berulang atau bisul
• Tes alergi pada kulit
Dilakukan jika:
 Anak memiliki riwayat gatal, kemerahan, bentol-bentol, atau kambuhnya eksema setelah makan makanan tertentu
 Anak berusia kurang dari 12 bulan dengan eksema sedang-berat yang tidak membaik dengan pengobatan.
 Anak yang patuh dengan pengobatan selama 6 minggu, namun tidak menunjukan perbaikan.
• Dermatografisme puth
• Percobaan asetikolin
• Percobaan histamine

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d terpapar allergen
2. Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
3. Gangguan rasa aman : nyeri (gatal) b.d agen injuri atau allergen
4. Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebih ( gatal-gatal)

III. INTERVENSI
DX I :Kerusan intregritas kulit b.d terpapar alergen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan kulit
dapat dihindari.
Criteria hasil :
NOC : Integritas jaringan
Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
Mampu melindungi kulit dan memepertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
NIC : Manajemen tekanan
a. Anjurkan pasien mengenakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar cepat bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien secara teratur
e. Monitor kulit akan adanya kemerahan

DX II : Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan
lingkungan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi dapat dihindari
Criteria hasil :
NOC : Control resiko
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan penataksanaannya.
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Menunjukan perilaku hidup sehat.
NIC : Control infeksi
a. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan kegiatan
b. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan.
c. Berikan terapi antibiotic bila perlu ( Infection Protection)
d. Monitor tanda dan gejala infeksi sitemik dan local
e. Monitor kerentangan terhadap infeksi
f. Berikan perawatan kulit
g. Inspeksi kulit terhadap tanda-tanda infeksi
h. Instruksikan klien minum antibiotic sesuai resep
i. Ajarkan pasien ( keluarga) tentang tanda dan gejala infeksi
j. Laporkan kecurigaan infeksi
k. Laporkan kultur positif

DX. III :Gangguan rasa nyaman : nyeri (gatal)
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa gatal pasien
hilang atau berkurang.
NOC :













DX IV : Gangguan) pola tidur b.d stimulasi yang berlebih ( gatal-gatal)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidur tercukupi
NOC : Tidur
Jam tidur cukup
Pola tidur baik
Kualitas tidur baik
Gangguan tidur berkurang
Vital sign dalam batas normal
NIC : Perubahan tidur
a. Kaji pangaruh pengaruh pengobatan terhadap pola tidur
b. Monitor pola tidur dan jam tidur pasien
c. Instruksikan pasien untuk mencari factor pendukung gangguan pola tidur
d. Bantu mengurangi stress sebelum tidur
e. Anjurkan penggunaan obat tidur yang sesuai ketentuan
f. Ciptakan lingkungan yang mendukung kenyamanan untuk tidur










IV. EVALUASI
Dx Criteria hasil Skala penilaian
1 Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
Mampu melindungi kulit dan memepertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
1 = tidak pernah menunjukan
2 = jarang menunjukan
3 = kadang menunjukan
4 = sering menunjukan
5 = selalu menunjukan
2 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan penataksanaannya.
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Menunjukan perilaku hidup sehat.
1 = tidak pernah menunjukan
2 = jarang menunjukan
3 = kadang menunjukan
4 = sering menunjukan
5 = selalu menunjukan
3

1 = tidak pernah menunjukan
2 = jarang menunjukan
3 = kadang menunjukan
4 = sering menunjukan
5 = selalu menunjukan
4 Jam tidur cukup
Pola tidur baik
Kualitas tidur baik
Gangguan tidur berkurang
Vital sign dalam batas normal 1 = tidak pernah menunjukan
2 = jarang menunjukan
3 = kadang menunjukan
4 = sering menunjukan
5 = selalu menunjukan




DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall,2000.Diagnosa Keperawatan, Alih bahasa Monica Ester dkk, EGC:Jakarta
Doengoes, Marilyn E dkk, 1998. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Alih
Bahasa 1 Made Karisa,S.Kep dkk, EGC : Jakarta
FKUI.1993. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi: 2. Jakarta
Harahap, marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
______,2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
http://www.google.com




















TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP PADA DERMATITIS
Dosen Pengampu :Munjiati, S.Kp












Disusun Oleh:
1. Anggraeni. C P. 10220206045
2. Diah Ika P. 10220206051
3. Feri Yudistira P. 10220206058
4. Indra Wahyudi P. 10220206059
5. Slamet Raharja P. 10220206073
6. Yuli Wijayanti P. 10220206078
7. Yusetya Novi P. 10220206079


DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDY KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2008

DEKUBITUS

DEKUBITUS

A. PENGERTIAN
1. Dekubitus adalah luka akibat tekanan karena posisi tidak berubah.
2. Dekubitus merupakan luka yang terjadi karena tekanan atau iritasi kronis, biasanya pada kulit punggung pasien yang selalu berbaring di tempat tidur atau yang sulit bangkit dari ranjang perawatan dalam waktu yang lama.
3. Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia kulit akibat tekanan dari luar yang berlebihan.

B. ETIOLOGI
- Primer :
1. Iskemia
2. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
3. Dilatasi pembuluh darah.
- Sekunder
1. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
2. Malnutrisi
3. Anemia
4. infeksi
5. Hygiene yang buruk.
6. Kemunduran mental dan penurunan kesadaran

C. KLASIFIKASI
1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
4. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
5. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya ulkus dekubitus terjadi akibat adanya faktor primer dan sekunder. Faktor primer tekanan dari luar yang menimbulkan iskmeik setempat. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapiler arteriol adalah 32 mmHg dan tekanan ini dapat mencapai 60 mmHg. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemik dapat terjadi dengan tekanan jaringan kapiler 32-60 mmHg yang disebut tekanan suprakapiler. Jika tekanan suprakapiler tercapai akan terjadi aliran darah, kapiler yang disusul dengan iskemik setempat.
Substansi H yang mirip dengan histami dilepaskan oleh sel yang iskemik dan akumulasi metabolik, kalium, ADP dan asam laktat diduga sebagai faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Reaksi kompresi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Edema
2. Hiperemis
3. Kerusakan otot.
4. Kerusakan jaringan kulit.
5. Kemerahan.



F. LOKASI ULKUS
1. Tuberositas ulkus
Akibat tekanan pada keadaan duduk karena foodrest pada kurs roda terlalu tinggi sehingga BB tertumpu pada daerah ischium.
2. Sacrum
Terjadi bila berbaring terlentang, tidak mengubah posisi. Secara teratur salah posisi waktu duduk di kursi roda juga saat penderita merosot kew tempat tidur dengan sandaran miring.
3. Tunit
4. Lutut
Terjadi bila pasien lama berbaring telungkup sedangkan sisi lateral lutut terkena karena lama berbaring pada satu sisi.
5. Siku
Sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu mengubah posisi.
6. Jari kaki
Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit.
7. Scapula dan Processus spinous vertebrae
Dapat terkena akibat terlalu lama terlentang dan gesekan yang sering.

G. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian

H. PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan
Umum : Penkes tentang dekubitus bagi staf medis dan keluarga.
Pemeliharaan KU dan gygiene penderita.
Khusus : Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan daerah tubuh tertentu dengan cara perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam.
- Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan 2 kali sehari tetapi dapat sering pada aderah potensial terjadi dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri atau dengan batuan orang lain.
- Pembersihan dengan menggunakan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urine dan feces bila perlu dapat diberikan lotion yang mengandung alkohol, bedak.
B. Pengobatan
- Mngurangi tekanan lebih lanjut pada daerah dekubitus. Secara umum dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di atas. Pengurangan tekanan sangat penting karena dekubitus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang lama.
- Mempertahankan kedaaan bersih pada ulkus dan sekitarnya, proses tersebut akan menyebabkan proses kesembuhan menjadi cepat dan baik.
- Mengangkat jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat jaringan granulasi dan epitalisasi. Oleh karena itu, pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat kesembuhan.
- Menurunkan dan mengatasi infeksi
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resisiten antibiotik sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis,ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H2)2 30%, providon iodin.










ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEKUBITUS

PENGKAJIAN
1. Wawancara
- Apakah pasien mengalami immobilisasi yang lama.
- Apakah pasien mengalami gejala anoreksia.
- Sejak kapan keluhan mulai dirasakan.
- Bagaimana pola aktivitas sebelumnya.
- Apakah sebelumnya pasien selalu berada di kursi roda.
2. Pemeriksaan fisik
- Aktivitas dan istirahat
Menunjukkan adanya gangguan tidur, kelemahan otot, kehilangan tonus otot pada aderah yang luka.
- Sirkulasi
Adanya kelemahan nadi karena menurunnya serum ke daerah luka.
- Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, tidaka ada harapan, ansietas, takut, mudah tersinggung.
- Eliminasi
Penurunan BAB/BAK frekuensi dikarenakan kesulitas mobilitas fisik.
- Makanan/cairan
Penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, nyeri akut, adanya turgor kulit yag kering.
- Nyeri/kenyamanan
Dirasakan bila daerah luka digerakkan
- Pernafasan
Pernafasan ditemukan bila terjadi peningkatan/normal karena oksigenasi sangat dibutuhkan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
2. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
3. Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx I : Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
Kriteria Hasil:
a. Sensasi normal
b. Elastisitas normal
c. Warna
d. Tekstur
e. Jaringan bebas lesi
f. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
g. Kulit utuh
Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC: Skin Surveilance
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperatur kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema

Dx II : Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
a. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
1. Laporkan frekuensi nyeri
2. Kaji frekuensi nyeri
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri
5. Kegelisahan
6. Perubahan TTV
b. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
2. Mengenal faktor penyebab
3. Gunakan tindakan pencegahan
4. Gunakan tindakan non analgetik
5. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas,
dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

Dx III : Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi.
NOC:
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil:
1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Ket Skala:
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC: Teaching diases proses
1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
4) Gambaran tanda dan gejala penyakit
5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

EVALUASI
Kriteria Hasil:
1. Sensasi normal 3
2. Elastisitas normal 3
3. Warna 3
4. Tekstur 3
5. Jaringan bebas lesi 3
6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit 2
7. Kulit utuh 3

NOC 1: Level Nyeri
1. Laporkan frekuensi nyeri 3
2. Kaji frekuensi nyeri 3
3. Lamanya nyeri berlangsung 3
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri 3
5. Kegelisahan 3
6. Perubahan TTV 3
NOC 2: Kontrol Nyeri
1.Mengenal faktor penyebab 3
2. Gunakan tindakan pencegahan 3
3. Gunakan tindakan non analgetik 3
4. Gunakan analgetik yang tepat 3

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi 3
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan 3
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 3
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko 3
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai 3









ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN DEKUBITUS DI RUANG ASOKA
RSUD MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada :
 Hari/tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
 Waktu : 21.00 WIB
 Petugas : Novianti S.M

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : Buruh.
Pendidikan : SD
Suku : jawa
Alamat : Bancar
No. RM : 025184
Diagnosa medis : Tetanus
Tanggal medik : 21 Oktober 2008

B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Banjar
Hubungan dg pasien : Anak kandung pasien
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sakit pada punggung bagian bawah.
2. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan gatal dan terasa panas pada punggung bagian bawah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari IGD pada tanggal 21 Oktober 2008 kemudian pasien dirawat di ruang ICU selama 6 hari. Setelah keadaan membaik, pasien dirawat di ruang Asoka pada tanggal 28 Oktober 2008. Pasien mengeluh sakit pada punggung bagian bawah, gatal, dan terasa panas pada punggung bagian bawah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami kecelakaan 5 tahun yang lalu namun tidak ada luka, hanya terjadi dislokasi pada kaki kiri dan dipijat kemudian sembuh.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga baik ibu maupun bapak pasien tidak ada penyakit keturunan dan menular
GENOGRAM


















Keterangan

LAKI-LAKI Tinggal Serumah
Garis keturunan
PEREMPUAN meninggal

PASIEN


E. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON
1. POLA PERSEPSI KESEHATAH DAN MANAJEMEN KESEHATAN
DS : Pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting.
DO : pasien dirawat di RS.
2. POLA NUTRISI DAN METABOLISME
DS : Keluarga mengatakan sulit menelan makanan dan susah minum.
DO : pasien terlihat makan dengan bubur ± 6 sendok makan/gari, minum menggunakan pipet karena takut tersedak ± 1/2 sendok .
3. POLA ELIMINASI
DS : Pasien mengatakan BAB tidak lancar, pasien sudah 1 minggu tidak BAB, BAK lancar.
DO : pasien terlihat terpasang kateter dan BAK lancar.
4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN
DS : Pasien mengatakan aktivitas selalu dibantu.
DO : Pasien tampak tidur terlentang danADL dibantu oleh keluarga.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Ambulasi
5. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR
DS : Pasien mengatakan pasein dapat tidur.
DO : Pasien tampak istiragat dan tidur malam sekitar 8 jam.
6. POLA PERSEPSI KOGNITIF
DS : Pasien mengatakan pancainderanya baik.
DO : Fungsi pendengaran,penglihatan,dan pengecapan baik.
7. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Pasien yakin dengan pengobatan dan perawatan di RS, pasien dapat pulih seperti semula dan dapat beraktivitas seperti dahulu lagi
8. POLA HUBUNGAN DAN PERAN
DS : Pasien mengatakan hubungan dengan istri dan anak terjalin baik.
DO : Keluarga tampak menunggui pasien.
9. POLA REPRODUKSI DAN SEKSUAL
DS : pasien mengatakan sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak dan 1 istri.
DO : Pasien berjenis kelamin laki-laki.
10. POLA KOPING STRESS DAN ADAPTASI
DS : pasienmengatakan bila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarga.
DO : Pasien tampak dekat dengan istri dan anak-anaknya.
11. POLA NILAI DAN KEYAKINAN
DS : Pasien mengatakan beragama Islam dan selalu menjalankan shalat 5 waktu serta yakin anaknya akan sembuh.
DO : Pasien terlihat berdoa untuk kesembuhannya..

F. PEMERIKSAAN FISIK
2. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital :
TD : 130/90 mmHg R : 24x/mnt
N : 84x/mnt S : 37ºC
3. PEMERIKSAAN HEAD TO TOE
 KEPALA
Bentuk : mesochepal
Rambut : pendek, warna hitam dan sedikit beruban.
Mata : penglihatan normal, kongjutiva tidak anemis, sklera tidak ikhterik
Telinga : simetris, bersih, pendengaran baik
Hidung : tidak ada polip, bersih, fungsi penciuman baik
Mulut&gigi : trismus 2 cm, gigi bersih, mulut bersih,tidak ada caries.
 LEHER : terdapat sedikit kekakuan pada leher.tidak ada pembesaran kelnjar tiroid
 DADA
Bentuk : simetri, tidak ada retraksi dada
Paru : tidak ada bunyi ronckhi, wheezing
Jantung : irama teratur, bunyi jantung reguler S1>S2
 ABDOMEN : bentuk datar, tidak terjadi pembesaran dan tidak ada nyeri tekan.
 PUNGGUNG : bentuk simetri, ada luka dekubitus
 GENETALIA : jenis kelamin laki-laki, terpasang kateter
 KULIT : turgor lembab.
 EKSTREMITAS
Atas : terpasang infus D5 % ditangan kanan dan kedua tangan dapat digerakkan.
Bawah : tidak terdapat oedem dan dapat digerakkan dengan baik.

DATA PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Oktober 2008
Urine rutin kuning kuning muda, agak tua
Kekeruhan keruh jernih
Keasaman,Ph 6,0 asam (5,5-7,07)
Leukosit banyak -
Eritrosit 6-8 < 6/LPB
Sel epire 3-4 <3/LPB
Terapi :
- Infus D5 20 tetes/menit - Ranitidine 3x1 ampul.
- Oksigen 4 liter/mnt.
- Dexametason 3x1 ampul.
- Diazepam 10 mg iv (jika kejang).
- Cefotaxime 3x1000 mg
- Metronidazol 2x1

ANALISA DATA
DX DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
I DS : Pasien mengatakan bahwa punggung terasa panas dan bagian pantat juga terasa sakit jika tidur dalam posisi terlentang.
DO : - tampak ada luka tonjolan di tulang ekor.
- Adanya kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis.
- Ada luka dekubitus Immobilisasi fisik
Kerusakan integritas kulit
DS : Ibu pasien mengatakan sakit pada punggung bagian bawah.
DO : Pasien terlihat merintih kesakitan, luka tampak luas dan terlihat lapisan dermis.
Skala nyeri 6.
Agen cedera fisik
Nyeri akut
DS : -
DO : ada luka dekubitus di daerah tulang belakang. Terdapat luka post kecelakaan di kaki kanan.
Terpasang infus dan DC.
Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)

Resiko infeksi


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
2. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
3. Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, truma jaringan)

INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx I : Kerusakan integritas kulit b.d Immobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
Kriteria Hasil:
h. Sensasi normal
i. Elastisitas normal
j. Warna
k. Tekstur
l. Jaringan bebas lesi
m. Adanya pertumbuhan rambut dikulit
n. Kulit utuh
Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
NIC: Skin Surveilance
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit
3) Monitor temperatur kulit
4) Inspeksi kulit dan membran mukosa
5) Inspeksi kondisi insisi bedah
6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
7) Monitor infeksi dan oedema

Dx II : Nyeri akut b.d Agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang.
c. NOC 1: Level Nyeri
Kriteria Hasil:
7. Laporkan frekuensi nyeri
8. Kaji frekuensi nyeri
9. Lamanya nyeri berlangsung
10. Ekspresi wajah terhadap nyeri
11. Kegelisahan
12. Perubahan TTV
d. NOC 2: Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil:
6. Mengenal faktor penyebab
7. Gunakan tindakan pencegahan
8. Gunakan tindakan non analgetik
9. Gunakan analgetik yang tepat
Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
6) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas,
dan faktor penyebab.
7) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
8) Berikan analgetik dengan tepat.
9) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
10) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

Dx III : Resiko infeksi b.d Pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksitidak terjadi.
NOC:
NOC : Pengendalian Infeksi
Kriteria Hasil:
6. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi
7. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
8. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi
9. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko
10. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai
Ket Skala:
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC: Teaching diases proses
6) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
7) Sediakan informasi tentang kondisi pasien
8) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
9) Gambaran tanda dan gejala penyakit
10) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan gejala yang dirasakan.


IMPLEMENTASI
Tanggal/jam Dx Implementasi Respon pasien paraf
28-10-08
21.00


21.30




22.00



22.30







22.45






23.50


29-10-08
05.00


05.30

06.00





21.00




21.30


22.00





22.30






22.45

05.00


05.20


05.30


06.00
• mengkaji keluhan pasien.


• Mengobservasi kulit adanya kemerahan
• Mengkaji skala nyeri dan mengajarkan tehnik relaksasi.
• Menganjurkan untuk memakai baju yang longgar.

• Menganjurkan keluaga untuk mengolesi minyak pada daerah punggung bila pasien merasa gatal dan panas.

• Mencuci tangan, memakai sarung tangan dan menyiapkan injeksi
• Memberikan injeksi cefotaxime 1000 mg
• Memotivasi untuk istirahat

• Memotivasi untuk memandikan pasien dengan air hangat.
• Menganjurkan miring kanan dan kiri tiap 2 jam
• Mengukur TTV





• mengkaji keluhan pasien.


• Mengobservasi kulit adanya kemerahan
• Mengkaji skala nyeri
• Menganjurkan keluarga untuk mengolesi minyak pada daerah punggung bila pasien merasa gatal dan panas.
• Mencuci tangan, memakai sarung tangan dan menyiapkan injeksi
• Memberikan injeksi cefotaxime 1000 mg
• Memotivasi untuk istirahat
• Memotivasi untuk memandikan pasien dengan air hangat.
• Menganjurkan untuk menghindari kerutan pada tempat tidur.
• Mengobservasi aktivitas pasien.

• Mengukur TTV Pasien.mengatakan nyeri pada daerah punggung dan terasa gatal.
Kulit kemerahan.

Skala nyeri 6 dan pasien mengerti tehnik relaksasi.
Pasien kooperatif



Keluarga pasien mengolesi dengan minyak kayu putih.




Injeksi cefotaxime 1000 mg masuk.





Pasien istirahat.


Pasien diseka dengan air hangat.

Keluarga membantu miring kanan dan kiri.
TD = 100/70 mmHg
N = 80x/menit
S = 36,7ºC
R = 20x/menit

Pasien.mengatakan nyeri pada daerah punggung dan terasa gatal.
Kulit kemerahan

Skala nyeri 4
Keluarga pasien mengerti





Injeksi cefotaxime 1000 mg masuk





Pasien istirahat

Pasien diseka dengan air hangat.

Tempat tidur rapi tidak ada kerutan.

Pasien dapat miring kanan dan kiri.
TD = 110/80 mmHg
N = 80x/menit
S = 36 ºC
R = 20x/menit








EVALUASI
Kriteria Hasil: 28-10-08 29-10-08
1. Sensasi normal 3 4
2. Elastisitas normal 3 4
3. Warna 3 4
4. Tekstur 3 3
5. Jaringan bebas lesi 3 3
6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit 2 2
7. Kulit utuh 3 3

NOC 1: Level Nyeri
1. Laporkan frekuensi nyeri 3 4
2. Kaji frekuensi nyeri 3 4
3. Lamanya nyeri berlangsung 3 4
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri 3 4
5. Kegelisahan 3 3
6. Perubahan TTV 3 4
NOC 2: Kontrol Nyeri
1.Mengenal faktor penyebab 3 4
2. Gunakan tindakan pencegahan 3 4
3. Gunakan tindakan non analgetik 3 4
4. Gunakan analgetik yang tepat 3 4

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi 3 4
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan 3 4
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 3 4
4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko 3 3
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai 3 4

LUKA BAKAR

BAB I
KONSEP DASAR LUKA BAKAR

A. PENGERTIAN
1. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah. (Mansjoer, Arif. 2000 : 365).
2. Luka bakar dapat timbul karena kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan kimia (Corwin, Elisabeth, J. 2000 : 5 ).
3. Luka bakar merupakan luka yang disebabkan oleh berpindahnya energi dari sumber panas ke tubuh (Efendy, Cristantik , 2000 : 5 ).
4. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dan sumber panas ke tubuh. (Bruner and Sudart, 2000 : 73 ).
5. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi yang menimbulkan kerusakan kulit.
B. ETIOLOGI
Penyebab luka bakar menurut www.info-sehat.com yaitu:
1. Suhu tinggi
2. Api
3. Air panas
4. Listrik
5. Petir
6. Asam dan basa kuat
Penyebab luka bakar secara umum yaitu:
1. Kontak dengan nyala api;
2. Kontak dengan bahan cair/padat yang panas;
3. Kontak dengan bahan kimia;
4. Kontak dengan arus listrik yang voltasenya tinggi; dan
5. Sinar ultraviolet (sengatan matahari).

C. KLASIFIKASI
1. Menurut Kedalaman Luka Bakar
Kedala
man Jaringan yang terkena Penyebab
yang
lazim Karakteristik Nyeri Penyembuhan
Ketebalan superficial (derajat I) Kerusakan epitel minimal Sinar matahari Kering : tidak ada lepuh, merah pink, memutih dengan tekanan Nyeri Sekitar 5 hari
Ketebalan partial (derajat IIA) Epidermis, dermis minimal Kilat : cairan hangat Basah : pink atau merah, lepuh sebagian memutih Nyeri : hiperestetik Sekitar 21 hari, jaringan parut minimal
Ketebalan partial dermal dalam (derajat IIB) Keseluruhan epidermis, sebagian dermis Benda panas, nyala api, cidera radiasi Kering : pucat, berlilin, tidak memutih Sensitif terhadap tekanan Berkepanjangan membentuk jaringan hipertrofik : pembentukan kontraktur
Ketebalan penuh (derajat III) Semua yang di atas dan bagian lemak subkutan dapat mengenai jaringan ikat, otot, tulang Nyala api berkepanjangan, listrik, kimia, dan uap panas Kulit terkelupas vascular, pucat kuning sampai coklat Sedikit nyeri Tidak dapat beregenerasi sendiri : membutuhkan tandur kulit

2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut America Bun Associaton (Effendi, Cristanty 2000 : 18 )
a. Cidera luka bakar minor
1) Luka bakar dengan LPTT < 5 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun. 2) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada orang anak-ansk, umur < 10 tahun. Dengan luka bakar ketebalan penuh LPTT < 2% dan tidak ada resiko kosmetik atau fungsi pada wajah, mata, telinga, tangan, kaki, atau perineum. b. Cidera luka bakar sedang 1) Luka bakar dengan LPTT 15 - 25 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun. 2) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada orang anak-ansk, umur < 10 tahun. Dengan luka bakar ketebalan penuh dengan LPTT < 10% dan tidak ada resiko kosmetik atau fungsi pada wajah, mata, telinga, tangan, kaki atau perineum. c. Cidera luka bakar mayor 1) Luka bakar dengan LPTT 25 % pada orang dewasa, umur < 40 tahun. 2) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang anak-anak, umur < 10 tahun. 3. Menurut ukuran luka bakar Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan salah satu dari 2 metode, yaitu: a) Rule of nine Rule of nine digunakan sebagai alat untuk mempekirakan ukuran luka bakar yang tepat. Dasar dari perhitungan ini adalah dengan membagi - bagi anatomi tubuh dengan kelipatan 9% dari luas permukaan tubuh. Masing- masing ada perhitungan antara lain : 1) Kepala dan leher 9%; 2) Paha dan tungkai kaki 49%; 3) Genetalia 1%; dan 4) Dada, perut, punggung, bokong 4 x 9 %. b) Diagram bagan Lund & Browder Lokasi Usia (Tahun) 0-1 1-4 5-9 10-15 Kepala 19 17 13 10 Leher 2 2 2 2 Dada dan perut 13 13 13 13 Punggung 13 13 13 13 Pantat kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 Pantat kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 Kelamin 1 1 1 1 Lengan atas kanan 4 4 4 4 Lengan atas kiri 4 4 4 4 Lengan bawah kanan 3 3 3 3 Lengan bawah kiri 3 3 3 3 Tangan kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 Tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 Paha kanan 5,5 6,5 8,5 8,5 Paha kiri 5,5 6,5 8,5 8,5 Tungkai bawah kanan 5 5 5,5 6 Tungkai bawah kiri 5 5 5,5 6 Kaki kanan 3,5 3,5 3,5 3,5 Kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 4. Menurut derajat keparahan luka bakar a. Berat 1) Derajat II dengan luas > 25 %.
2) Derajat III dengan luas > 10 % atau terdapat di muka, kaki dan tangan.
3) Luka bakar di sertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak atau fraktur.
4) Luka akibat listrik.
b. Sedang
1) Derajat II dengan luas > 15 %
2) Derajat III dengan luas < 10 % kecuali di muka, kaki dan tangan
c. Ringan
1) Derajat II dengan luas < 25 %
2) Derajat III dengan luas < 20 %
5. Menurut lokasi luka bakar
a. Luka bakar pada kepala, leher, dan dada sering berkaitan dengan komlikasi pulmonal.
b. Luka bakar pada wajah sering menyebabkan abrasi kornea.
c. Luka bakar pada telinga sering menyebabkan kondritis auricular dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut.
d. Luka bakar pada tangan dan persendian berdampak pada kecacatan fisik menetap.
e. Luka bakar pada perineal membuat mudah terserang infeksi akibat autokontaminasi oleh urin dan feses.
f. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapay menyebabkan efek penebalan pembuluh darah dan mengarah padagangguan vascular distal.
g. Luka bakar sirkumferensial thorak dapat mengarah pada inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi pulmonal.
6. Menurut agen penyebab luka bakar
Beberapa agen penyebab luka bakar yaitu thermal, listrik,kimia, radiasi. Luka bakar dengan trauma inhalasi dapat dibagi dalam 3 kategori (Meyer & Salber) yaitu:
a. Trauma panas pada saluran napas;
b. Trauma kimia pada saluran napas dan parenkim paru; dan
c. Keracunan kimia secara sistemik.
7. Menurut usia korban luka bakar
Usia mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi pada anak-anak usia kurang dari 4 tahun, terutama kelompok usia 0-1 tahun.

D. PATHOFISIOLOGI
Luka disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin di pindah melalui kondisi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar diklasifikasikan sebagai luka bakar thermal, radiasi atau luka bakar kimiawi kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan SC tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas / penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan gangguan intergritas kulit dan kematian sel – sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyababkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hypovolemia dan hemokonsentrasi.
Kehilangan cairan tubuh pasien luka bakar dapat disebabkan beberapa factor:
1. Peningkatan mineralokortikoid
a. Retensi air, Na dan Cl
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekanan osmotic intra sel dan ekstra sel
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat pada hasil pemeriksaan laboratorium. Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusaka kulit, tetapi juga mempengarihi seluruh system tubuh sehingga menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar. Pada pasien luka bakar yang luas (mayor), tubuh tak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Berbagai factor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga di pengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misalnya) suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas api, air panas, minyak panas, listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran, ruangan yang tertutup.Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti DM, jantung, ginjal dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar (Mansjoer : 2000)
1. Grade I
a. Jaringan rusak hanya epidermis saja
b. Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
c. Adanya hiperalgisia
d. Akan sembuh kurang lebih 7 hari
2. Grade II
a. Grade II a
1) Jaringan luka bakar sebagian dermis.
2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
3) Klinis lanjutan terjadi bila basah
4) Tes jarum hiper aligesia, kadang normal.
5) Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari
b. Grade II b
1) Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja yang masih utuh.
2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
3) Tes jarum hiper algisia .
4) Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari
5) Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik
3. Grade III
a. Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.
b. Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna hitam / kecoklatan.
c. Tes jarum tidak sakit.
d. Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
e. Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi







F. PATHWAY
Factor Penyebab (termal, listrik, dan radiasi)

Keracunan CO Luka Bakar

Kerusakan Peningkatan permiabilitas
jaringan pembuluh darah

Edema









Sumber :
1. Corwin, Elisabeth, J: 2000
2. NANDA:2005










G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas antara lain:
1. Burn shock (shock hipovolemik)
Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh klien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.
2. Sepsis
Kehilangan kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit sangat mudah terinfeksi. Jika infeksi ini telah menyebar ke pembuluh darah, dapat mengakibatkan sepsis.
3. Pneumonia
Dapat terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma inhalasi sehingga rongga paru terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).
4. Gagal ginjal akut
Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena penurunan aliran darah ke ginjal.
5. Hipertensi jaringan akut
Merupakan komplikasi kuloit yang biasa dialami pasien dengan luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi bias diatasi dengan tindakan tertentu.
6. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan.
7. Dekubitus
Terjadi karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan luka bakar yang cenderung bedrest terus.
Menurut Smeltzer (2000) :
1. Curhing ulcer (ulkus curhing)
2. Septikemia
3. Pneumonia
4. Gagal jantung akut
5. Deformitas
6. Kontraktur
7. Hipertrofi jaringan parut
8. Dekubitus
9. Syok sirkulasi
10. Syndrom kompartemen
11. Ileus parlitik
12. Defisit kalori protein

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan MHT awal menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan perpindahan atau kehilngan cairan. Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endothelium pembuluh darah.
2. Sel darah putih
Leukosit dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap cidera.
3. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi.
4. CO Hbg
Peningkatan lebih dari 15 % mengindikasikan keracunan CO cidera inhalasi.
5. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan / kerusakan SDm dan penurunan fungsi ginjal.
6. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 MEqL mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, kurang dari 10 MEq / L menduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.
7. Glukosa serum
Rasio albumin / globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein pada edema cairan.
8. Albumin serum
Peningkatan glukosa serum menunjukan respon stress.
9. BUN kreatinin
Peningkatan BUN menujukan penuruna fungsi- fungai ginjal.
10. Urine
Adanya albumin, Hb dan mioglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein.
11. Foto roentgen dada
Dapat tampak normal pada pansca luka bakar dini meskipun dengan cidera inhalasi, namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada pada saat progresif tanpa foto dada.
12. Bronkopi serat optik
Berguna dalam diagnosa luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, perdarahan dan / tukak pada saluran pernafasan atas
13. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non invasive terhadap efek / luasnya cidera inhalasi
14. Scan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya xidera inhalasi
15. EKG
Tanda iskemia miokardiak disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik
16. Foto grafi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.

I. PENATALAKSANAAN
Pengamatan terhadap penatalaksanaan luka bakar di RS merupakan rangkaian kegiatan praktek klinik. Panatalaksanaan luka bakar yaitu :
1. Penanggulangan terhadap shock
2. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dilakukan dengan cara : diberikan cairan ringer lactate : 2.5-4 cc/ KgBB/% LB pada 24 jam pertama dan diberikan Dek 5 % inwater : 24 x ( 25+% LLB) XBSA cc pada 24 jam kedua
3. Mengatasi ganggan pernafasan
4. Mengatasi infeksi dengan pemberian salep Chlorfomazin dan sulfatul
5. Pemberian nutrisi
6. Rehabilitasi
Secara sistematik dapat dilakukan langkah 6C yaitu clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaksis, covering anda comforting. Pada pertolongan pertama dapat dilakukan langkan clothing dan cooling selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan . secara rinci langkah 6 C yaitu :
1. Clothing adalah singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning
2. Cooling adalah dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia.( Penurunan suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Selanjutnya kompres dengan air dingin ( air sring diganti agar efektif tetap memberian rasa dingin) sebagai analgesia ( penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Penggunaan es tidak dibenarkan karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokontriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan resiko hipotermia. Luka bakar yang diakibatkan olah zat kimia dan luka bakar didaerah mata, panatalaksanaanya disiram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih,. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir
3. Cleaning adalah pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Jaringan yang sudah mati dibuang sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat dan resiko infeksi berkurang
4. Chemoprophylaksis adalah pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial thickness. Pemberian cream silver sulfadiazil untuk penanganan infeksi, dapat deberikan kecuali pada luka bakar superficial. Pemberian tersebut tidak boleh pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayui baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.
5. Covering adalah penutupan luka bakar dengan kasa, dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainya. Pembalutan luka ( yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengirangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit. Pasien luka bakar jangan berikan mentega , minyak, oli atau larutan lainya, sehingga akan menghambat penyembuhan dan meningkatkan resiko infeksi.
6. Comforting dapat dilakukan pemberian obatr pengurang rasa nyeri, berupa parasetamol dan codein ( PO-peroral) 20 -30 mg /Kg, morfin (1 V-intravena) 0,1 mg/Kgdiberikan dengan dosis titrasibolus atau morfin (IM) 0,2 mg/Kg.
























BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

A. PENGKAJIAN
1. Wawancara
Tanyakan tentang :
a. Penyebab luka bakar (kimia, termal, listrik).
b. Waktu luka bakar (penting karena kebutuhan resusitasi cairan dihitung dari waktu cidera luka bakar, bahkan dari waktu tibanya luka bakar, area terbuka tertutup).
c. Adanya masalah – masalah medis yang menyertai.
d. Alergi (khususnya sulfa) karena banyak antimikrobial kapital mengandung sulfa.
e. Tanggal terakhir imunisasi tetanus.
f. Obat-obatan yang digunakan bersamaan.
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Doengoes (2000, 804-806) pengkajian ada lika bakar meliputi :
a. Aktivitas/ Istirahat
Tanda :
1. Penurunan kekuatan, tahanan
2. Keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit
3. Gangguan masa otot, perubahan tonus
b. Sirkulasi
Tanda (dengan cederaluka bakar lebih dari 20 % APTT)
1. Hipotensi ( shock )
2. Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin ( Shock listrik)
3. Takikardi ( Shock/ ansietas/ nyeri )
4. Distritmia( Shock listrik).
5. Pembentukan edema jaringan ( semua luka bakar)
c. Integritas ego
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menari diri,
marah.
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan
d. Eliminasi
Tanda :
1. Haluaran urune menurun/ tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi miogluobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam.
2. Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam sirkulasi)
3. Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20 % sebagai stress penurunan motilitas/ peristalticgastric
e. Makanan cairan
Tanda :
1. Edema jaringan umum
2. Anoreksia, mual/ muntah
f. Neurosensori
Tanda :
1. Perubahan orientasi, afek, perilaku
2. Penurunan refleks tendon dalam( RTD) pada cedera ekstremitas
3. Aktifitas kejang ( shock listrik)
4. Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan ( shock listrik)
5. Ruptur membran timpani ( shock listrik)
6. Paralisis ( cidera listrik pada aliran ayaraf)
Gejala : area bebas, kesemutan
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara
ekstreme sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat dua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar derajat ke dua tergantung pada keutuhan ujung syaraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri
h. Pernafasan
Tanda :
1. Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi inhalasi
2. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada
3. Jalan nafas atas stridor/ mengi (obstruksi sehubungan dengan laring spasme, edemalaringeal)
4. Bunyi nafas : gemericik ( edema paru), stridor ( edema laringeal) sekret jalan nafas dalam ( ronkhi)
Gejala : Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cidera inhalasi
i. Keamanan
Tanda :
1. Kulit : umum : destruksi jarngan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler pada beberapa luka
2. Area kulit tak terbakar mingkin dingin atau lembab, pucat dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan adanya kehilangan cairan atau status shock
3. Cidera api : trerdapat area cidera campuran dalam, sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar, bulu hidung gosong, mukosa hdung dan mulut kering, merah :lepuh pada faring posterior, edema lingkai mulut dan lingkar nasal
4. Cidera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab
5. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit semak halus, lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan paru tebal. Cidera secara umum lebih dalam tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cidera
6. Cidera listrik : cidera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dan bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/ keluar( eksplosif) luka bakar dar hgerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal berhubungan dengan pakaian terbakar.

3. Pemeriksaan laboratorium/diagnostic
a. IDL
Mengkaji hemokonstriksi.
b. Elektrolit serum
Mendeteksi keseimbangan cairan dan biokimia.
c. GDA dan sinar X dada
Mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cidera inhalasi uap.
d. BUN dan kreatinin
Mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis
Menunjukkan mioglobin hemokromegan menandakan kerusakan otot pada luka bakar.
f. Bronkoskopi
Membantu memastikan cidera inhalasi asap.
g. Koagulasi
Memeriksa faktor- faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar CO serum, meningkat pada cidera inhalator.




B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut NANDA : 2005-2006
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO dan cidera inhalasi.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler.
7. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.

C. INTERVENSI
Menurut NOC : 1997 dan NIC : 1996
1. DX I : Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nyeri berkurang.
NOC I : Pain Level
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan nyeri, frekuensi, dan lama nyeri.
b. Posisi tubuh pasien melindungi nyeri.
c. TD, nadi, suhu dan respirasi dalam batas normal.
Indicator Skala :
1 : Tidak melakukan
2 : Jarang melakukan
3 : Kadang melakukan
4 : Sering melakukan
5 : Selalu melakukan
NOC II : Pain Control.
Kriteria Hasil :
a. Mengungkapkan faktor penyebab timbulnya nyeri.
b. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan ).
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
d. Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri ).
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Indicator Skala :
1 : Tidak melakukan
2 : Jarang melakukan
3 : Kadang melakukan
4 : Sering melakukan
5 : Selalu melakukan
NOC III : Comfort Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan kondisi yang nyaman.
b. ekspresi puas terhadap pengendalian nyeri.
Indicator Skala :
1 : Tidak melakukan
2 : Jarang melakukan
3 : Kadang melakukan
4 : Sering melakukan
5 : Selalu melakukan
NIC I : Vital Sign Monitor.
Intervensi :
a. Monitor TD, nadi, suhu dan respirasi.
b. Identifikasi adanya perubahan TTV.
c. Cek secara periodik TTV pasien.
NIC II : Pain Management.
Intervensi :
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan factor- factor predisposisi.
b. Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
d. Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi panas-dingin, masase, dll).
e. Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri .
NIC III : Environmental management.
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan.
b. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman.

2. DX II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan volume cairan adekuat.
NOC : Fluid Balance
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Bj urine normal, HT normal.
b. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c. Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Indicator skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Fluid Management
Intervensi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
c. Monitor TTV.
d. Jaga keakuratan pemasukan dan pengeluaran.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV.

3. DX III : Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO
dan cidera inhalasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan perfusi jaringan efektif.
NOC : Menunjukkan perfusi jaringan ; Perifer.
Kriteria Hasil :
a. Kulit utuh.
b. Warna normal.
c. Suhu ekstremitas hangat.
d. Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi.
e. Fungsi otot utuh.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Penatalaksanaan sensasi perifer.
Intervensi :
a. Meminimalkan pemcegahan rasa tidak nyaman pada pasien dengan perubahan sensasi.
b. Pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan panas - dingin perifer).
c. Pantau peristesia, kesbas, kesemutan, hiperestia dan hipoestesia.
d. Pantau tromboplebitis dan trombosis vena profunda.
e. Pantau posisi bagian tubuh saat mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi.

4. DX IV : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi pada pasien.
NOC I : Risk Detection
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko.
b. menjelaskan kembali tanda dan gejala yang mengidikasi resiko infeksi.
c. Menggunakan sumber dan pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
informasi.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Risk Control
a. Membenarkan factor- factor resiko.
b. Memonitor factor resiko dari lingkungan.
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko.
d. Merubah gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.
e. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya.
f. Membuat strategi dan menjalankan strategi untuk mengontrol resiko.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC I : Infection Protection.
Intervensi :
a. Monitor sistemik lokasi, tanda dan gejala infeksi dan resiko
tinggi infeksi.
b. Anjurkan peningkatan frekuensi istirahat.
c. Anjurkan peningkatan intake nutrisi.
d. Monitor apakah pasien mudah terkena infeksi.
e. Monitor peningkatan granulosit, sel darah putih.
f. Batasi pangunjung yang menjenguk pasien.
g. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
NIC II : Infection Control.
Intervensi :
a. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien.
b. Ajarkan pasien cara mencuci tangan yang baik dan benar.
c. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya ke pihak pelayanan kesehatan.
d. Pertahankan tehnik isolasi jika diperlukan.
e. Batasi pengunjung jika diperlukan.

5. DX V : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
permukaan kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas klien kembali normal.
NOC I : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Indicator skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NOC II : Penyembuhan Luka ; Tujuan Utama.
Kriteria Hasil :
a. Penyatuan kulit.
b. Resolusi drainase dari luka/drain.
c. Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit.
d. Resolusi dari bau luka.
Indicator skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC I : Pengawasan Luka
Intervensi :
a. Pengumpulan dan analisa data pasien untuk mempertahankan integritas membran mukosa dan kulit.
b. Pembersihan, pemantauan dan peningkatan proses penyembuhan luka.
c. Inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda defisiensi/ efisiensi.
d. Ajarkan anggota keluarga atau pemberi asuhan tentang tanda kerusakan kulit jika diperlukan.
NIC II : Perawatan Luka.
Intervensi :
a. Pencegahan dari komplikasi luka dan peningkatan proses penyembuhan luka.
b. Inspeksi luka pada setiap ganti balutan.
c. Ajarkan pasien/anggota keluarga tentang prosedur luka.
d. Lakukan pemijatan di sekitar luka untuk merangsang sirkulasi.
e. Posisikan untuk menghindari ketegangan pada luka.

6. DX VI : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik,
pasien dapat melakukan aktivitas secara normal.
NOC I : Tingkat Mobilitas.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan sendi dan otot.
b. Melakukan perpindahan.
c. Ambulasi berjalan.
d. Menunjukkan keseimbangan posisi tubuh.
e. Penampilan yang seimbang.
f. Penampilan posisi tubuh.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan sama sekali.
2 : Jarang dilakukan.
3 : Kadang dilakukan.
4 : Sering dilakukan.
5 : Selalu dilakukan.
NIC I : Perawatan Bedrest.
a. Atur posisi tubuh yang benar.
b. Kaji alasan pasien bedrest.
c. Monitor kondisi kulit.
d. Berikan tempat tidur yang terapeutik.
e. Ubah posisi tubuh minimal 2 jam berdasarkan jadwal spesifik.
NIC II : Latihan Terapi Pergerakan.
a. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan, misal : duduk.
b. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
c. Berikan latihan ROM aktif/pasif untuk mempertahankan
kekuatan dan ketahanan otot.
d. Ajarkan tehnik perpindahan dan pergerakkan yang sama.
e. Awasi seluruh kegiatan pasien dan bantu aktivitas yang diperoleh.

7. DX VII : Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi cidera pada pasien.
NOC : Risk Control.
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan factor resiko.
b. Merubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko.
c. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi factor resiko.
d. Memantau factor resiko pribadi dan perorangan.
e. Memonitor factor resiko dari lingkungan.
f. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan
NIC : Fall Prevention.
Intervensi :
a. Identifikasi status kognitif dan fisik pasien yang mungkin meningkatkan resiko jatuh.
b. Identifikasi karakteristik pasien yang berpotensial meningkatkan resiko jatuh pada pasien.
c. Monitor gerakan - gerakan yang tidak teratur (keseimbangan, kelemahan waktu beraktivitas).
d. Bantu menolong pasien waktu berpindah temapt.
e. Berikan sandal yang tidak licin.
f. Orientasikan kepada pasien ruangan yang ditempati.
g. Ajarkan kepada pasien bagaimana kalau jatuh dan cara meminimalkan trauma.
h. Berikan cahaya yang terang pada malam hari.
i. Ajarkan kepada anggota keluarga tentang faktor resiko yang dapat meningkatkan jatuh.
j. Instruksikan pada apasien untuk memanggil keluarga jika ingin beraktivitas, jika diperlukan.
D. EVALUASI
1. DX I : Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
NOC I : Pain Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan nyeri, frekuensi, dan lama nyeri. 5
b. Posisi tubuh pasien melindungi nyeri. 5
c. TD, nadi, suhu dan respirasi dalam batas normal. 5
NOC II : Pain Control.
Kriteria Hasil :
a. Mengungkapkan faktor penyebab timbulnya nyeri. 5
b. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan ) 5
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri 5
d. Mampu mengenal nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). 5
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 5
NOC III : Comfort Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan kondisi yang nyaman. 5
b. ekspresi puas terhadap pengendalian nyeri. 5
2. DX II : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
NOC : Fluid Balance
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, Bj urine normal
HT normal. 5
b. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. 5
c. Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. 5

3. DX III : Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO dan cidera inhalasi.
NOC : Menunjukkan perfusi jaringan ; Perifer.
Kriteria Hasil :
a. Kulit utuh. 5
b. Warna normal. 5
c. Suhu ekstremitas hangat. 5
d. Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi. 5
e. Fungsi otot utuh. 5

4. DX IV : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.
NOC I : Risk Detection
Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko. 5
b. Menjelaskan kembali tanda dan gejala yang
mengindikasi resiko infeksi. 5
c. Menggunakan sumber dan pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan informasi. 5
NOC II : Risk Control
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan factor- factor resiko. 5
b. Memonitor factor resiko dari lingkungan. 5
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko. 5
d. Merubah gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko. 5
e. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya. 5
f. Membuat strategi dan menjalankan strategi untuk
mengontrol resiko. 5

5. DX V : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
NOC I : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan. 5
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit. 5
c. Perfusi jaringan baik. 5
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang. 5
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami. 5
NOC II : Penyembuhan Luka : Tujuan Utama.
Kriteria Hasil :
a. Penyatuan kulit. 5
b. Resolusi drainase dari luka/drain. 5
c. Resolusi pada daerah sekitar eritema kulit. 5
d. Resolusi dari bau luka. 5

6. DX VI : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
NOC I : Tingkat Mobilitas.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan sendi dan otot. 5
b. Melakukan perpindahan. 5
c. Ambulasi berjalan. 5
d. Menunjukkan keseimbangan posisi tubuh. 5
e. Penampilan yang seimbang. 5
f. Penampilan posisi tubuh. 5

7. DX VII : Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.
NOC : Risk Control.
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan factor resiko. 5
b. Merubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko. 5
c. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi factor resiko. 5
d. Memantau factor resiko pribadi dan perorangan. 5
e. Memonitor factor resiko dari lingkungan. 5
f. Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya. 5












DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi
3.Jakarta:EGC
Harahap, M . 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokratis.
Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification
(NOC) Edisi 2. St. Louis ,Missouri ; Mosby
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC
Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing
Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial
Drive, St. Louis :Mosby
Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta :
Prima Medika
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Sudath, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikial Bedah Brunner and Sudath, Edisi 8. Jakarta : EGC