1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Minggu, 13 Desember 2009

Diagnosa jantung koroner

DIAGNOSA INTERVENSI PADA PENYAKIT
JANTUNG KORONER


















NAMA : PUSPO WIDIANOTO
NIM : 0801224
KELAS : IIB






SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2009



DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.

7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.











INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
• Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
• Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
• Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
• Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
• Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
• Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
• Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
• Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).

• Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
• Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
• Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
• Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
• Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
• Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
• Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.


2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
• Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
• Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
• Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
• Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
• Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
• Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
• Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
• Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
• Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
• Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
• Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
• Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.

3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio- ekonomi; ancaman kematian.
• Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
• Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
• Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
• Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
• Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
• Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.
• Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
• Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
• Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
• Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
• Auskultasi bunyi napas.
• Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
• Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
• Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
• Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
• Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
• S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
• Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
• Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
• Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
• Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
• Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.

5. Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
• Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
• Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
• Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
• Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
• Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
• Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
• Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
• Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
• Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
• Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
• Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
• Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut nadi.
• Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi tromboemboli paru.
• Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
• Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
• Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
• Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin merupakan antikoagulan jangka panjang.
• Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
• Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama (dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan memperbaiki perfusi miokard.

6. Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
• Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
• Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
• Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
• Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
• Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
• Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
• Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
• Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
• Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
• Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
• Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
• Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
• Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
• Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.

7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
• Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
• Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
• Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
• Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
• Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
• Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
• Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
• Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan bagi kesehatan klien.
• Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat memicu serangan ulang.
• Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup normal.

DAFTAR PUSTAKA

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar