1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Kamis, 25 November 2010

EFUSI PLEURA

EFUSI PLEURA

Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan cairan atau darah.

Etiologi
Cairan pleura terakumulasi jika pembentukan cairan pleura melebihi absorbsi cairan pleura. Normalnya, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler dalam pleura parietalis dan diangkut melalui jaringan limfatik yang terletak dalam pleura parietalis. Cairan juga dapat memasuki rongga pleura dari ruang intersisium paru melalui pleura viseralis atau dari kavum peritoneum melalui lubang kecil yang ada di difragma. Saluran limfe memiliki kapasitas menyerap cairan 20 kali lebih besar daripada cairan yang dihasilkan dalam keadaan normal. Oleh karenanya efusi pleura dapat terbentuk bila ada pembentukan cairan pleura yang berlebihan atau jika terjadi penurunan pengangkutan cairan melalui limfatik.

Patifiologi
Terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui limphe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbrntuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pnemotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Tanda dan Gejala
1. Sesak napas
2. Rasa berat pada dada
3. Keluhan/gejala lain penyakit dasar efusi pleura seperti: bising jantung (pada payah jantung), lemas disertai penurunan BB yang progresif (neoplasma), batuk yang kadang berdarah pada perokok (karsinoma bronkus), tumor di organ lain (metastasis), demam subfebril (pada TB), demam menggigil (pada empiema), ascites (pada sirosis hepatic), ascites dengan tumor di pelvis (pada sindrom Meigh).
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan: fremitus yang menurun, perkusi yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, suara napas yang menghilang pada auskultasi.

Diagnosis
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja, tetapi kadang-kadang sulit juga, sehingga perlu pemeriksaan tambahan. Seperti:
1. Sinar tembus dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara baying cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
Pemeriksaan dengan USG pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
CT scan dada, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura karena adanya densitas cairan dengan jaringan sekitarnya. Hanya saja tidak banyak dilakukan karena biayanya sangat mahal.
2. Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk dignosis maupun terapeutik.
Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran pleura sebaiknya jangan melebihi 1.000 sampai 1.500 cc pada setiap kali aspirasi.
a. Efusi pleura transudatif: protein < 3 gram/liter, spesifik gravity < 1,015 b. Efusi pleura eksudatif, memenuhi paling tidak 1 dari criteria berikut: – protein cairan pleura/protein serum > 0,5
- LDH cairan pleura/LDH serum > 0,6
- LDH cairan pleura > 2/3 LDH serum plasma
c. Kadar glukosa amylase
d. Sitologi cairan pleura
e. Hitung sel jenis
f. Klutur dan pewarnaan
3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura.
4. Thorakoskopi
5. Fungsi pulmonary dari analisa gas darah
6. Scanning isotop
7. Bronkoskopi

Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.

Efusi sekunder akibat keganasan
Efusi maligna yang terjadi akibat kelainan metastasis merupakan efusi terseing kedua paling sering ditemukan diantara tipe efusi eksudatif. Tiga jenis tumor yang menyebabkan kira-kira 75% dari seluruh efusi pleura maligna adalah karsinoma paru (30%), karsinoma Mammae (25%) dan tumor kelompok limfoma (20%). Sebagian besar pasien efusi pleura akibat kmalignitas ini mengkin mengeluhkan gejala dipsnea yang kerap kali proporsinya tidak sebanding dengan luas efusi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.
Diagnosis dibuat melaui pemeriksaan sitologik cairan pleura. Jika pemeriksaan sitologik awal memberikan hasil negative, diperlukan pemeriksaan sitologik ulang dengan tindakan biopsy pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). Jika diagnosisnya masih belum dapat ditegakkan, torakoskopi mungkin akan menghasilkan diagnosis bilamana pasien menderita keganasan.
Sebagian besar pasien dengan efusi pleura yang ganas harus diterapi secara simptomatis, karena keberadaan efusi menunjukkan penyakit yang diseminasi dan kebanyakan keganasan yang disertai efusi pleura tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi. Jika kehidupan pasien terganggu dengan gejala dipsnea dan dipsnea tersebut dapat dikurangi dengan torakosintesis maka salah satu prosedur berikut harus dikerjakan:
1. Torakostomi dengan pemasangan selang yang disertai pemberian preparat yang menyebabkan sclerosis seperti bleomisin, 60 IU, atau minosiklin, 5 hingga 10 mg/kg BB
2. Torakoskopi yang disertai abrasi pleura atau penghembusan bedak talk
3. Pemasangan pintas pleuroperitoneal

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETUS MELITUS

Diabetes Mellitus

DEFINISI
 Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
 Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
 Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
 Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.
 Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.
 Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

PENYEBAB
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.

Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah:
• Kadar kortikosteroid yang tinggi
• Kehamilan (diabetes gestasional)
• Obat-obatan
• Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

GEJALA
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.

Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.


KOMPLIKASI

Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.

Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka. Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius.
Yang lebih sering terjadi adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati diabetikum. Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa. Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.

Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal • Penebalan pembuluh darah ginjal
• Protein bocor ke dalam air kemih
• Darah tidak disaring secara normal Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang • Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
• Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
• Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan Tekanan darah yg naik-turun
• Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang • Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
• Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi • Sindroma terowongan karpal Kontraktur Dupuytren

DIAGNOSA
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala- gejalanya (polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah yang tinggi. Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Pada usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa karena setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi. Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.

PENGOBATAN
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan.
Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

Terapi sulih insulin
Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.
3. Insulin kerja lama
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana. Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:
 Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
 Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan dosisnya
 Aktivitas harian penderita
 Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
 Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti.
Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Obat-obat hipoglikemik per-oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

Pemantauan pengobatan
Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau menyesuaikan dosis pengobatan. Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri dengan mudah oleh penderita di rumah.

Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.

Mengatasi komplikasi
Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.

Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap.
Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya.
Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:
• Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba
• Sakit kepala
• Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba
• Badan gemetaran
• Berkeringat
• Bingung
• Penurunan kesadaran, koma.


Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian.

Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.

Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.

Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif.

Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.













DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM, Yogyakarta.
Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.

CHRONIC RENAL DISEASE

CHRONIC RENAL DISEASE

A. PENGERTIAN
CRD adalah penyakit renal tahap akhir yang merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).
CRD dapat didefinisikan secara sederhana sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat dielkkan lagi.
B. ETIOLOGI
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular
hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan
penyambung Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodusa
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus
Gout
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, strikyur uretra, anomaly congenital pad leher kandung kemih dan uretra

C. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua pendapat :
a. Tradisonal
Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya
b. Hipotesis nefron utuh/Hipotesis Bricker
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Meskipun penyakit ginjal kronis tetap berlanjut , namun jumlah solut yang harus diekskresi oleh ginjal tidak berubah, kendati jumlah nefron menurun drastis . Dua adaptasi yang penting yang dilakukan yakni sisa nefron mengalami hipertropi dalam usaha untuk melaksanakan beban kerja ginjal.Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus pada setiap nefron meskipun GFR untuk keseluruhan menurun. Namun kalau 75% nefron hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan gromerulus-tubulus (keseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi) tidak dapat dipertahankan lagi.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut SINDROM UREMIK
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya.
Manifestasi sindrom uremik :
Sistem tubuh Manifestasi
Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan Natrium
 Hipermagnesia
 Hiperurisemia
Kemih Kelamin  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
 Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Protein silinder
 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular  Hipertensi
 Retinopati dan enselopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea
 Edema paru
 Pneumonitis
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan
 Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)
Kulit  Pucat, pigmentasi
 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
 Pruritus
 “kristal” uremik
 kulit kering
 memar
Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
 Nafas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitid
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna
 Diare
Metabolisme intermedier  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
 Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular  Mudah lelah
 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental
 Konsentrasi buruk
 Apati
 Letargi/gelisah, insomnia
 Kekacauan mental
 Koma
 Otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
 Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
 Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan rangka  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
 Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)

E. PEMERIKSAAN
Metode biokimia :
1. Urinalisis :
 Proteinuria (> 150 mg/hari)
 Hematuria (tes dipstik)
 Konsentrasi ion hydrogen /pH
 Berat jenis
2. Laju filtrasi glomerulus
 Tes bersihan kreatinin
 Kreatinin plasma dan nitrogen urea darah
3. Tes fungsi tubulus
 Tes ekresi PSP (fenolsulfonftalein)
 Tes eksresi PAH (para-aminohipurat)
 Tes pemekatan dan pengenceran
 Tes pengasaman kemih
 Tes konservasi natrium
Metode morfologik :
1. Mikroskopis kemih
2. Bakteriologik kemih
3. Radiologik
 Pielogram intravena (IPV)
 USG ginjal
 Pencitraan radionukleid ginjal
 Sistouretrogram berkemih
 CT Scan
 MRI
 Arteriogran ginjal
4. Biopsi ginjal

F. PENATALAKSANAAN
Terdiri dari dua tahap :
1. Penatalaksanaan konservatif :
 Pengaturan diet protein, Kalium, Natrium dan Cairan
 Pencegahan dan pengobatan komplikasi
2. Dialisis dan transplantasi ginjal
 Hemodialisa
 Dialysis peritoneal

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR MAMMAE

TINJAUAN TEORITIS : TUMOR MAMMAE

Pendahuluan
Ca mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah carcinoma serviks uteri. Kurva insiden usia bergerak tinggi sejak usia 30 tahun. Kanker jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi pada usia 45-66 tahun. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertambahan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (cancer). Apabila tumor ini tidak diambil dan dibuang, dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinannya juga sel kanker tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh.

Etiologi
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat serangkaian factor genetic, hormonal dan kemudian kejadian lingkiungan dapat menunjang terjadinya cancer payudara.

Faktor resiko
1. Riwayat pribadi Ca payudara
2. Menarche dini
3. Nullipara/ usia lanjut pada kelahiran anak pertama
4. menopause pada usia lanjut
5. Riwayat penyakit payudara jinak
6. Riwayat keluarga dengan ca mamae
7. Kontrasepsi oral
8. Terapai pergantian hormone
9. Pemajanan radiasi
10. Masukan alcohol
11. Umur > 40 tahun


Tanda dan gejala
Penemuan tanda-tanda dan gejala sebagai indikasi kanker payudara masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika dudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
1. Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan, bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
2. Nyeri pada daerah massa
3. Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area mammae.
Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat distorsi ligamentum cooper.
Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk menimbulkan dimpling.
4. Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor berkeriput seperti kulit jeruk)
5. Pengelupasan papilla mammae
6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
7. ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.

PENENTUAN UKURAN TUMOR, PENYEBARAN KE KELENJAR LIMFE DAN TEMPAT LAIN PADA CARCINOMA MAMMAE
TUMOR SIZE (T)
TX Tidak ada tumor
T0 Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2 Tumor dengan diameter antar 2-5cm T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis T2b dengan fiksasi T3 Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi
T4 Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
NX Kelenjar ketiak tidak teraba
N0 Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
N3 Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

STADIUM KLINIS KANKER PAYUDARA
STADIUM T N M
0 T1s N0 M0
I T1 N0 M0
IIA T0
T1
T2 N1
N1
N0 M0
M0
M0
IIB T2
T3 N1
N2 M0
M0
IIIA T0
T1
T2
T3 N2
N2
N2
N1, N2 M0
M0
M0
M0
IIIB T4
Semua T Semua N
N3 M0
M0
IV Semua T Semua N M1
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium meliputi:
a. Morfologi sel darah
b. Laju endap darah
c. Tes faal hati
d. Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau plasma
e. Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
2. Tes diagnosis lain
a. Non invasif
1). Mamografi
Yaitu radiogram jaringan lunak sebagai pemeriksaan tambahan yang penting. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk dapat diraba. Dalam beberapa keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada wanita-wanita yang asimptomatis dan memberikan keterangan untuk menuntun diagnosis suatu kelainan.
2). Radiologi (foto roentgen thorak)
3). USG
Teknik pemeriksaan ini banyak digunakan untuk membedakan antara massa yang solit dengan massa yang kistik. Disamping itu dapat menginterpretasikan hasil mammografi terhadap lokasi massa pada jaringan patudar yang tebal/padat.
4). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras/radiopaque melaui intra vena, bahan ini akan diabsorbsi oleh massa kanker dari massa tumor. Kerugian pemeriksaan ini biayanya sangat mahal.
5). Positive Emission Tomografi (PET)
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi ca mamae terutama untuk mengetahui metastase ke sisi lain. Menggunakan bahan radioaktif

mengandung molekul glukosa, pemeriksaan ini mahal dan jarang digunakan.
b. Invasif
1). Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
a). Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
b). Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
c). Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
d). Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat
Hasil biopsy dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara frozen section.

Komplikasi
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik
dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensori.

Penatalaksanaan medis
Penanganan secara medis dari pasien dengan kanker mamae ada dua macam yaitu kuratif (dengan pembedahan) dan paliatif (non pembedahan)
Tabel Penanganan Cancer Mammae
Penanganan Keterangan
Pembedahan (kuratif)
Mastektomi parsial (eksisi tumor local dan penyinaran)








Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah
Mastektomi radikal yang dimodifikasi

Mastektomi radikal



Mastektomi radikal yang diperluas
Mulai dari lumpektomi (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena) sampai kuadranektomi (pengangkatan seperempat payudara), pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar limfe aksila untuk penentuan stadium; radiasi dosis tinggi mutlak perlu (5000-6000 rad)
Seluruh payudara, semua kelenjar limfe di lateral otot pektoralis minor
Seluruh payudara, semua atau sebagian jaringan aksila
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di bawahnya, seluruh isi aksila

Sama seperti masektomi radikal ditambah kelenjar limfe mamaria interna
Non Pembedahan (paliatif)
Penyinaran






Kemoterapi



Terapi hormaon dan endokrin

Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut, pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe, aksila, kekambuhan tumor local atau regional setelah mastektomi

Adjuvan sistemik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut

Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, progesterone, anti estrogen, ooforektomi, adrenalektomi, hipofisektomi

Pengobatan paliatf kanker payudara tidak dapat dijalankan menurut suatu skema yang kaku, selalu dipertimabngkan kasus demi kasus. Terapi kemoterap[I diberikan bila ada metastasis visceral terutama ke otak dan limphangitik dan jika terpai hormonal tidak dapat mengatasi atau penyakit tersebut telah berkembang sebelumnya, dan jika tumor tersebut ER negative.

ASUHAN KEPERAWATAN PRE DAN POST OPERASI BPH

TINJAUAN PUSTAKA BPH

a. Pengertian BPH
Adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).

b.Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
c. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen.
d. Gambaran klinis
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:
1). Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2). Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.
e. Pemeriksaan penunjang
1).Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin. Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
2).Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen, USG, BNO-IVP, Systocopy, dan Cystografi.
f. Penatalaksanaan
1) Terapi medikamentosa
a) Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau  1a (tamsulosin).
b) Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
c) Fitoterapi, misalnya eviprostat
2) Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
a) Retensio urin berulang
b) Hematuria
c) Tanda penurunan fungsi ginjal
d) Infeksi saluran kencing berulang
e) Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.
f) Ada batu saluran kemih.

1. Prostatektomi
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.


2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

g. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :
- perdarahan,
- pembentukan bekuan,
- obstruksi kateter
- serta disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan
Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.

ASUHAN KEPERAWATAN.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien BPH dengan menggunakan diagnosa NANDA antara lain adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
2) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat.
3) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pemahaman tentang proses penyakit.

DIABETES MELITUS

DIABETES MELITUS

A. PENGERTIAN
DM yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.

B. TIPE DM
1. Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
2. Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)

C. ETIOLOGI
1. Tidak diketahui secara pasti
2. Mungkin akibat faktor obesitas, usia, keturunan atau autoimun

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
Penderita diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah:
• Kadar kortikosteroid yang tinggi
• Kehamilan (diabetes gestasional)
• Obat-obatan
• Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.


D. PATOFISIOLOGI
1. Tipe I : IDDM
Hampir 90-95% islet sel pankreas hancur sebelum terjadi hiperglikemia akibat dari antibodi islet sel. Kondisi tersebut menyebabkan insufisiensi insulin dan meningkatkan glukosa. Glukosa menumpuk dalam serum sehingga menyebabkan hiperglikemia, kemudian glukosa dikeluarkan melalui ginjal (glukosuria) dan terjadi osmotik diuresis. Osmotik diuresis menyebabkan terjadinya kehilangan cairan dan terjadi polidipsi. Penurunan insulin menyebabkan tubuh tidak bisa menggunakan energi dari karbohidrat sehingga tubuh menggunakan energi dari lemak dan protein sehingga mengakibatkan ketosis dan penurunan BB. Poliphagi dan kelemahan tubuh akibat pemecahab makanan cadangan.
2. Tipe II : NIDDM
Besar dan jumlah sel beta pankreas menurun tidak diketahui sebabnya. Pada obesitas, kemampuan insulin untuk mengambil dan memetabolisir glukosa ke dalam hati, muskuloskeletal dan jaringan berkurang. Gejala hampir sama dengan DM Tipe I dengan gejala non spesifik lain (pruritus, mudah infeksi)

E. GEJALA
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.

Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

F. KOMPLIKASI
1. Hiperglikemia
- Insulin menurun
- Glukagon meningkat
- Pemakaian glukosa perifer terhambat
2. Hipoglikemia
- KGD < 60 mg%
- Akibat terapi insulin
3. Ketoasidosis Diabetik : insulin menurun, lipolisis, ketonbodi, koma
4. Neuropati Diabetik : kesemutan, lemas, baal, mual, muntah, kembung
5. Nefropati Diabetik : proteinuria
6. Retinopati Diabetik : penglihatan kabur
7. Ulkus/Gangren
8. Kelainan Vaskuler
- Mikrovaskuler
- Makrovaskuler
Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena Yg terjadi Komplikasi
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek & bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal ● Penebalan pembuluh darah ginjal
● Protein bocor ke dalam air kemih
● Darah tidak disaring secara normal Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal & karena aliran darah berkurang ● Kelemahan tungkai yg terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
● Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
● Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan ● Tekanan darah yg naik-turun
● Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg menyebabkan cedera berulang ● Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)
● Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih & kulit
Jaringan ikat Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan menebal atau berkontraksi ● Sindroma terowongan karpal Kontraktur Dupuytren

G. PERAWATAN PREVENTIF
1. Identifikasi
Penderita membawa keterangan tentang : jenis DM, komplikasi, regimen pengobatan
2. Vaksinasi
Merupakan tindakan yang baik terutama terhadap pnemokokus dan influensa
3. Tidak merokok
4. Deteksi dan Penatalaksanaan hipertensi dan hiperlipidemia
5. Perawatan kaki

H. PRINSIP INTERVENSI
1. Diit DM
a. Syarat
● Perbaiki keadaan umum
● Arahkan BB normal
● Pertahankan KGD normal
● Tekan angiopati
● Sesuaikan keadaan
● Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip
● Jumlah sesuai kebutuhan
● Jadual diit tepat
● Jenis : yang boleh dimakan/tidak
Komposisi Makanan
a. Karbohidrat : 50%-60%, penting untuk pemasukan kalori yang cukup
b. Protein : 10%-20%, mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mendorong pertumbuhan
c. Lemak : 25%-30%, pemasukan kolesterol < 300 mg/hari, lemak jenuh diganti dengan lemak yang tidak jenuh
d. Serat : 25 g/1000 kkal, memperlancar penyerapan gula
2. Latihan fisik
Frekuensi 2-3 kali/minggu, intensitas : ringan-sedang, waktu 30-60 menit/latihan, tipe oleh raga : aerobik (jalan, renang, joging, bersepeda)
3. Obat anti diabetik
1. OAD : Sulfodnilurea
2. Obat injeksi insulin

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d defisiensi insulin
3. Resiko terjadinya perubahan persepsi sensori b.d perubahan kimia endogen
4. Kelelahan b.d perubahan kimia tubuh
5. Resiko terhadap cedera b.d penurunan sensasi taktil, pengurangan ketajaman pandangan
6. Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh b.d masukan yang melebihi aktivitas, kurang pengeluaran
7. Resiko terhadap ketidakpatuhan b.d kompleksitas dan kronisitas aturan perawatan/pengobatan
8. Ketakutan b.d diagnosa DM, potensial komplikasi, injeksi insulin
9. Resiko terhadap ketidakefektifan koping b.d penyakit kronis, aturan perawatan, masa depan yang tidak pasti
10. Putus asa b.d menderita penyakit kronik
11. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d kurang paparan, kurang familiar terhadap sumber informasi

Masalah Kolaborasi :
1. PK : Diabetes Ketoasidosis (DKA)
2. PK : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
3. PK : Hipo/Hiperglikemia
4. PK : Sepsis
5. PK : Penyakit Vaskular
6. PK : Neuropati
7. PK : Nefropati
8. PK : Retinopati
9. PK : Asidosis Metabolik















DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM, Yogyakarta.
www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.

LP FRAKTUR

A. Tinjauan Teoritis

FRAKTUR

a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis serta luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh adanya pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak ataupun kontraksi otot ekstrim. Meskipun patah jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh yang dapat mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan keotot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau fragmen tulang.

b. Jenis Fraktur
1. Fraktur Komplet
adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal
2. Fraktur Tidak komplet
yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
3. Fraktur Tertutup ( simpel)
Yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
4. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks)
merupakan fraktur dengan luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
a. Grade I fengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 Cm
b. Greade II luka lebih luas tanpa kerusaka jaringan lunak yang ekstensif.
c. Grade III mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi yang sangat terkontaminasi dan merupakan yang paling berat.
Fraktur juga dogolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang: fraktur brgeser atau tidak bergaser. Berikut adalah berbagai jenis kusus fraktur:
 Green stick. Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainya membengkok.
 Trasfersal. Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
 Oblik, fraktur membetuk sudut denga membentuk garis tengah tulang (lebih tidak stabil daibanding transfersal).
 Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
 Kominutiv, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
 Depresi, fraktur dengan fragmen patahn terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
 Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang).
 Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metstasis tulang, tumor).
 Avolsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
 Epifiseal, fraktur melalui ipifisis.
 Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
c. Manifestasi Klinis
1. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk menimbulkan gferakan atar afragmen tulang.
2. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstimitas yang bisa diketahui adengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi denga baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas da bawah tempat fraktur.
4. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat berakibat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
5. Pembegkaan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelahb eberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis fraktur tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
d. Penatalaksanaan Kedaruratan.
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cidera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan frgmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapt dikurangi dengan menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakkan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat sebagai bidai bagi ekstrimitas yang cidera.
Pada ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan bawah yang cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan pembalut erdih atau steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.
e. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur
1. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi prinsip yang mendasari sama. Sebelu reduksi dan imobilisasi fraktur pasien harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai ketentuan, dan persetujuan anestasi.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.
2. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya.
4. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal (gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal) dan interna ( implant logam ).
5. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neuroveskuler ( mis. Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi dibri tahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan , ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan isometrik dan setting otot diusahaka untuk meminimalkan atrifi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian brtahap pada aktifitas swemula diusahakan sesuai dengan batasan terapeutik.
6. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur.
 Imoblisasi fragmen tulang
 Kontak fragmen tulang maksimal
 Asupan darah yang memadai
 Utrisi yangbaik
 Latihan pembebanan untuk tulang panjang
 Hormon-hormonn pertumbuhan , tiroid, kaisitonon, vitamin D, steroid dan anabolik
 Potensial listrik pada patahan tulang
7. Faktor yang menghambat penyembuhan tulang
 Trauma lokal ekstensif
 Kehilangan tulang
 Imoblisasi tak memadai
 Rongga atau ajaringan diantara fragmen tulang
 Infeksi
 Keganasan lokal
 Penyakit tulang metabolik (paget)
 Tadiasi tulang (nekrosis radiasi)
 Nekrosis evakuler
 Fraktur intraartikuler (cairan senovial mengandung fibrolisin, yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pertumbuhan jendalan)
 Usia (lansia sembuh lebih lama)
 Kartikusteroid (menghambat kecepata perbaikan
f. Perawatan Pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali kepada aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas memerlukan waktu berbulan-bulan. Pasien diajari mengontrol pembengkaa dan nyeri, mereka diorong untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur . pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, sdan perlunya supervisi perawatan kesehatan.
g. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang sampai ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi-osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah untuk meminimalkan kemungkina infeksi luka , jaringan lunak da tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan usapan luka, pengangkatan fragmen tulang mati atau mungkin graft tulang.
h. Komplikasi Fraktur
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah :
- syok , yang bisa berakibat fatal setelah beberapa jam setelah cidera;
- emboli lemak;
- dan sindrom kompartemen yang bisa berakibat kehilangan fungsi ekstimitas permanen jika tidak segera ditangani.
Komplikasi awal lainya yang berhubungan dengan fraktur adalah infeksi, tromboemboli, (emboli paru), dan juga koagulapati intravaskuler diseminata (KID)
b. Komp1ikasi lambat
Komplikasi lambat yang dapat terjadi setelah fraktur dan dilakukan tindakan adalah :
- Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan dapat dibantu dengan Stimulasi elektrik osteogenesis karena dapat mamodifikasi lingkungan jaringan membuat bersifat elektronegatif sehingga meningkatkan deposisi mineral dan pembentukan tulang.
- Nekrosis evaskuler tulang terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati.
- Reaksi terhadap alat fiksasi internal.

i. Fraktur Tibia Dan Fibula.
Fraktur bawah lutut yang paling sering adalah fraktur tibia dan fi bula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, dan gerakan memuntir yang keras. Fraktur kedua tulasng ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri, deformitas, hematome yang jelas dan udema berat. Fraktur ini sering melibatkan kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
Jika funfsi saraf peroneus terganggu pasien tak mampu menggerakkan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respon pengisian kapiler. Pantauan terhadap kompartemen sindrome anterior perlu dengan melihat adanya nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah berat bila melakukan fleksi plantar, tegang, nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat akibatkan komplikasi hemartrosis dan kerusakan ligamen.
Penanganan.
Fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan immobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai jalan atau patellar tendon bearing. Resuksi harus akurat dari sisi rotasi dan koagulasi. Jika reduksi sulit perlu dipasang pin perkutaneus dan dipertahankan posisinya dalam gips atau fiksasi eksterna.
Pembebanan berat badan parsial diperbolehkan setelah 7-10 hari. Aktifitas akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran darah. Gips diganti dengan gips tungkai bawah atau brace dalam waktu 3-4 minggu yang memungkinkan gerakan lutut. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6-10 minggu.
Fraktur kominutif terbuka dengan traksi skelet, fiksasi interna dengan batang, plat, atau nail atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan lutut didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan parsial sekitar 4-6 minggu.
Untuk mengurangi udema tungkai ditinggikan , diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan. Adanya kemungkinan kompartemen sindrome perlu dideteksi segera dan ditangani untuk mencegah defisit fungsional tetap.










B. ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien dengan fraktur adalah :
1. Keadaan Umum klien
2. Keluhan utama yang dirasakan klien
3. Gejala klinik dengan pemeriksaan :
a. penglihatan
b. perabaan
c. Gerakan
4. Pemeriksaan penunjang Rongten, ataupun CT Scan.
Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan pada pasien fraktur adalah :
a. Kapan mulai di perbolehkan bergerak ?
b. Bagaimana gerakan yang dianjurkan dan pembatasannya ?

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan fraktur adalah :
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas jaringan
3. Kerusakan mobilitas fisik
4. Deficit self care
5. Resiko infeksi

ASHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA

Download Kumpulan Askep Gratis :
http://akper-askep.blogspot.com


LAPORAN PENDAHULUAN
ASHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA


A. PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

B. PENYEBAB ANEMIA
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
1. Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
2. Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
3. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
4. Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).







C. TANDA DAN GEJALA
1. Tanda-tanda umum anemia:
a. pucat,
b. tacicardi,
c. bising sistolik anorganik,
d. bising karotis,
e. pembesaran jantung.
2. Manifestasi khusus pada anemia:
a. Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b. Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
c. Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
2. Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a. Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b. Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan total naik, urobilinuria.
c. Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.
E. PATHWAYS










































F. PENATALAKSANAAN
a. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

G. MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan.

H. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan adekuat
- Memonitor tanda tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
- Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
- Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
- Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
- Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
- Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.
- Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
- Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
- Memonitor tanda tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
- Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
- Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari hari sesuai dengan kemampuan anak.
- Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
- Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
- Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemampuan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
- Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
- Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
- Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.
4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
5. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
6. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
7. ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: // www // yahoo / nurse / leucemia / htm.