1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Selasa, 11 Mei 2010

ASKEP TUMOR OTAK

ASKEP TUMOR OTAK
Definisi :
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak

Klasifikasi Tumor Otak :
1. Tumor yang berasal dari lapisam otak (meningioma dural)
2. Tumor yang berkembang didalam / pada syaraf kranial
3. Tumor yang berasal didalam jaringan otak
4. Lesi metastatik yang berasal dari bagian tubuh mana saja

Patofisiologi :
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena ity tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

Tanda dan Gejala
Menurut lokasi tumor :
1. Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
2. Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
3. Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
4. Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
5. Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah
6. Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan penglihatan
7. Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas esndi

Tanda dan Gejala Umum :
1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : Pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori
6. Gangguan alam perasaa

Trias Klasik ;
- Nyeri kepala
- Papil oedema
- Muntah

Pemeriksaan Diagnostik ;
1. Rontgent tengkorak anterior-posterior
2. EEG
3. CT Scan
4. MRI
5. Angioserebral



Pengkajian :
1. Data klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung jawab, dll
2. Riwayat kesehatan :
- keluhan utama
- Riwayat kesehatan sekarang
- Riwayat Kesehatan lalu
- Riwayat Kesehatan Keluarga
3. Pemeriksaan fisik :
• Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori, afek tidak sesuai, berdesis
• Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur
• Pendnegaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi
• Jantung : bradikardi, hipertensi
• Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler
• Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes melitus
• Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi

Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi neuromuskuler (hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan ), ditandai dengan : perubahan kedalamam nafasn, dispnea, obstruksi jalan nafas, aspirasi.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Tindakan :
- Bebaskan jalan nafas
- Pantau vital sign
- Monitor pola nafas, bunyi nafas
- Pantau AGD
- Monitor penururnan gas darah
- Kolaborasi O2
2. Gangguan rasa nyaman, nyer kepla b.d peningkatan TIK, ditndai dengan : nyeri kepala terutama pagi hari, klien merintih kesakitan, nyeri bertambah bila klien batuk, mengejan, membungkuk
Tujuan : rasa nyeri berkurang
Tindakan :
- pantau skala nyeri
- Berikan kompres dimana pada area yang sakit
- Monitor tanda vital
- Beri posisi yang nyaman
- Lakukan Massage
- Observasi tanda nyeri non verbal
- Kaji faktor defisid, emosi dari keadaan seseorang
- Catat adanya pengaruh nyeri
- Kompres dingin pada daerah kepala
- Gunakan teknik sentuham yang terapeutik
- Observasi mual, muntah
- Kolaborasi pemberian obat : analgetik, relaksan, prednison, antiemetik
3. Resiko tinggi cidera b.d disfungsi otot sekunder terhadap depresi SSP, ditandai dengan : kejang, disorientasi, gangguan penglihatan, pendengaran
Tujuan : tidak terjadi cidera
Tindakan :
- Identifikasi bahaya potensial pada lingkungan klien
- Pantau tingkat kesadaran
- Orientasikan klien pada tempat, orang, waktu, kejadian
- Observasi saat kejang, lama kejang, antikonvulsi,
- Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas
4. Perubahan proses pikir b.d perubahan fisiologi, ditandai dengan disorientasi, penurunan kesadaran, sulit konsentrasi
Tujuan : mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya
Tindakan :
- kaji rentang perhatian
- Pastikan keluarga untuk membandingkan kepribadian sebelum mengalami trauma dengan respon klien sekarang
- Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf, keberadaan staf sebanyak mungkin
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis
- Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negatif
- Dengarkan klieen dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan klien/keluarga
- Instruksikan untuk melakukan rileksasi
- Hindari meninggalkan klien sendiri
5. Gangguan perfusi serebral b.d hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakakan jaringan otak, depresi SSP dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang
Tindakan :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk, untah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
6. Cemas b.d kurang informasi tentang prosedur
Tujuan : rasa cemas berkuang
Tindakan :
- kaji status mental dan tingkat cemas
- Beri penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala
- Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian
- Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan piiran dan perasaan takut
- Libatkan keluarga dalam perawatan
Related Post
Askep Syaraf
• ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SPACE OCCUPYING LESSION ( SOL )
• ASKEP TUMOR MEDULA SPINALIS
ASKEP TUMOR OTAK




Label: Askep Syaraf, ASKEP TUMOR OTAK
0 komentar:
Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Tourism Places of Indonesia

Tourism Places of Indonesia
Nature Tourism Lake Toba - Lake Toba [image: nature tourism lake toba] Lake Toba is a volcanic lake, which is located in the town of Parapat, North Sumatra, Indonesia. In Geography,...
1 hour ago

Nursing Care Plan

Tips Eliminate Body Odor - [image: bau badan] - Choose clothes properly Tight clothing and synthetic type, cause more sweat than usual clothing. So as much as possible us...
7 hours ago

Koleksi Photo Artis Indonesia

Andi Soraya - Name : Andi Soraya Andi Soraya was a star model, ads and soap opera acting star was born in Jakarta, June 18, 1976. Star begins his career as a model of th...
2 weeks ago

Senin, 10 Mei 2010

Water Seal Drainage (WSD)

Water Seal Drainage (WSD) adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura)
TUJUANNYA :
• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
• Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.
Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi
Atmosfir 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756
INDIKASI PEMASANGAN WSD :
• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
KONTRA INDIKASI PEMASANGAN :
• Infeksi pada tempat pemasangan
• Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
CARA PEMASANGAN WSD
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
ADA BEBERAPA MACAM WSD :
1. WSD dengan satu botol
• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.
• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.
• Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
• Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol
• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal
• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.
Download Pdf WSD bergambar 60 Kb

ASKEP PADA PASIEN BRONKIEKTASIS

ASKEP PADA PASIEN BRONKIEKTASIS



FORMAT PENGKAJIAN

Nama pengkaji :
Tanggal pengkajian : Selasa,30 juni 2009
Jam pengkajian : 16.00 WIB
Ruang : Melati
Tanggal masuk : 29 juni 2009



IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. T
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Status :Kawin
Pekerjaan : Tani
Alamat : Grogol penatus, Rt 01/03 klirong
Suku bangsa : Jawa
No RM : 159371
Dx medik : Bronkiektasis.



IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny. R
Umur : 33 tahun
Alamat :Grogol penatus, Rt 01/03 klirong
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Jawa
Hub dg klien : Istri.







RIWAAYAT KESEHATAN

1. Keluhan utama : Batuk
2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Kbm dengan keluhan sesak nafas, batuk yg sudah menaun, batuk terutama di pagi hari setelah bangun tidur.Sudah pernah minum obat yang di belinya dari warung tetapi masih belum sembuh juga.Pasien juga mengeluh banyak secret dan susah mengeluarkannya.
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan sudah pernah mengalami sakit yang sama tetap tidak separah ini yang dia rasakan.
4. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit menular, menurun.



Pengkajian pola fungsional menurut Virginia Handerson

1. Pola nafas
Sebelum sakit : bernafas dengan normal.
Saat di kaji : Pasien mengatakan sesak nafas,RR;28x/menit,
2. Nutrisi
Sebelum sakit :makan 3x sehari dengan nasi, sayur, dan lauk seadanya.Bisa makan sendiri, dan makan pun habis 1 porsi. Minum bisa 6-7 gelas, pasien biasa minum air putih,kopi dan the.
Saat di kaji :pasien menghabiskan 1/3 porsi makanan di rumah sakit,diitnya bubur halus,air putih 3-4 gelas/hari.
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit :BAB 1x sehari konsistensi lunak,bau khas,warna kuning, BAK bisa sampai 4x,warna jernih.
Saat di kaji :sedikit terganggu BAB 2x sehari,sedikit encer,warna kuning,bau khas,BAK 2x sehari,warna kuning.
4. Pola gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum sakit : pasien dapat mengerjakan / melakukan kegiatan sehari hari dengan mandiri tanpa bantuan
Saat di kaji : lemas,tidak dapat mengerjakan aktifitas seperti biasanya,N:70x/menit
5. Pola istirahat
Sebelum sakit : biasa tidur 6-7 jam,tidur siang sekitar 1 jam.
Saat di kaji : tidur kurang dari 4-5 jam,tidak tidur siangtidurnya terganggu karena penyakitnya
6. Mempertahankan temperatur
Sebelum sakit : bila suhu dingin pasien biasa mengenakan pakaian tebal / jacket,jika suhu panas pasian mengenakan pakaian tipis dan longgar
Saat di kaji : jika dingin pasien menggunakan jacket dan sebaliknya
7. Pola personal hygiene
Sebelum sakit : Pasien mandi 2x sehari pakai sabun mandi,ps bisa mandi sendiri,gosok gigi 2x sehari,ps memotong kuku jika kukunya sudah panjang,biasanya keramas 3 hari sekali.
Saat di kaji : bau badan, rambut sedikit kotor, lidah kotor, gosok gigi 1x sehari,belum keramas.
8. Pola berpakaian
Sebelum sakit :Pasien menggunakan pakaian sendiri tanpa bantuan,ganti baju 2x sehari.
Saat di kaji :Pasien terlihat tidak rapi, ganti baju 1x sehari.
9. Kebutuhan aman dan nyaman
Sebelum sakit :pasien merasa nyaman bila di dekat keluarganya dan merasa aman bila tinggal di rumah sendiri
Saat di kaji :Pasien merasa tidak nyaman karena penyakitnya
10. Kebutuhan spiritual
Sebelum sakit :pasien melakukan sholat 5 waktu
Saat di kaji :pasien masih bisa menjalankan sholat 5 waktu biarpun sambil tiduran.
11. Kebutuhan berkomunikasi
Sebelum sakit : pasien termasuk orang yang senang bergaul,hub dengan keluarga, teman, tetangga baik,cara berbicara dan bahasa mudah dimengerti dan dipahami.
Saat di kaji : pasien kooperatif, mau berkomunikasi dengan perawat
12.Kebutuhan bekerja.
Sebelum sakit:pasien bekerja seperti normalnya petani lain disawah,pekerjaan dilakukan sendiri,kadang dibantu keluarganya.
Saat dikaji :pasien hanya duduk dan tiduran di tempat tidur,
13.Kebutuhan rekreasi
Sebelum sakit :pasien hanya rekreasi dan liburan jika ada hari raya saja missal lebaran.
Saat dikaji :pasien tidak melakukan rekreasi.
14.kebutuhan belajar
Sebelum sakit :pasien biasanya melakukan pengajian rutinan di lingkungan RT.mendapat pengalaman dari acara TV.
Saat dikaji :pasien mendapat pengetahuan dari perawat tentang apa yang dia tanyakan pada perawat.


PEMERIKSAAN FISIK

• Ku :Sedang.
• Tingkat kesadaran : CM/Composmethis
• TTV TD :120/90 mmHg
N : 70 x/mnt
RR : 32 x/mnt
S : 37,5 ºC

PEMERIKSAAN HEAD TO TOE

• Kepala : bentuk mesochepal,kulit kepala agak kotor, rambut agak kotor, warna hitam, tidak terdapat benjolan / pun lesi, tidak beruban,
• Mata : mata simetris, fungsi penglihatan baik
• Hidung : tidak ada polip, simetris,
• Telinga : bentuk simetris, fungsi pendengaran baik, terdapat serumen,
• Mulut : tidak ada stomatitis / caries / pun tonsil, bibir kering
• Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
• Extremitas : terpasang infus di ekstremitas atas di tangan kiri
• Integumen : turgor jelek, warna kulit sawo matang, berkeringat, tidak terdapat lesi
• Dada : simetris, terdapat bunyi pekak pada area paru saat di perkusi
• Genetalia : laki-laki,tidak terpasang keteter.








Px Penunjang

Normalnya :
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.



Analisa Data


Tgl/ jam Data Fokus Etiologi Problem
30 Juni 2009
16.30 Ds :
Ibu ps mengatakan anaknya sering muntah, BAB 5x sehari, bab cair, bak 5x sehari
Do :
- muka kelihatan pucat, kulit dan mukosa bibir terlihat kering
- ps terlihat pucat
Ttv : S : 37º C
N : 126x /menit
Rr : 28x/menit Output yg berlebihan (kehilangan cairan aktif) Kekurangan vol.cairan
2 Juni 2009
16.30 Ds :
- Ibu ps mengatakan anaknya tidak nafsu makan, makan hanya 6-7 sendok, sedikit minum
- Ibu ps mengatakan setiap pertama kali disuapi mesti muntah
Do :
- berat badan 12 kg, ps terlihat lemas dan pucat
- ps tidak pernah menghabiskan porsi makan yang diberikan oleh rumah sakit Hilangnya nafsu makan (mual-muntah) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Revisi : pada analisa data kurang TTD & nama terang



Dx keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b.d output yang berlebihan ( kehilangan volume cairan )
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hilangnya nafsu makan dan mual muntah


Intervensi


No Dx perawat Tgl/jam Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1






























2 Kekurangan volume cairan b.d output yang berlebihan


























Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hilangnya nafsu makan dan mual muntah 30 Juni
16.30





























2 juni
06.30 Defisit cairan dan elektrolit teratasi



























Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi Tanda-tanda dehidrasi tdk adsa, mukosa bibir lembab, balance cairan seimbang





















Intake nutrisi ps meningkat, duet habis 1 porsi yg disediakan, mual muntah teratasi 1. pantau tanda-tanda dan dehidrasi

2. ukur input dan output cairan

3. anjurkan keluarga untuk memberikan banyak minum
4.kolaborasi dg dokter untuk terapi cairan
5.memeriksa spesiman darah

6.kolaborasi dg tim gizi untuk memberikan cauran rendah sodium
1. kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi




2.timbang berat badan

3. kaji faktor penyebab gangguan nutrisi
4. berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi makan sedikit tapi sering
5.kolaborasi dg tim gizi untuk memberikan diet ps 1. untuk mengetahui naik turunnya ttv

2. untuk mengukur keseimbangan


3. supaya cairan dapat terpenuhi sesuai kebutuhan

4. pemberian terapi yang sesuai dengan masalah
5.



6. supaya cairan tidak banyak keluar dari tubuh



1.supaya tahu masalah dan penyebab kekurangan nutrisi yang menyebabkan berat badan turun
2. supaya nutrisi ps tercukupi
3. supaya nutrisi ps tercukupi



Revisi Intervensi

Pada intervensi sebaiknya tidak di cantumkan Dx perawat



Implementasi


No dx Hari tgl jam Implementasi respon
1







2 Selasa 30 juni 2009
14.00
14.30
16.00
16.30
17.00
18.00

Rabu-kamis
21.00
21.30
- menerima operan jaga
- observasi keadaan umum ps
- memberikan injeksi
- membagikan air seka
- mengkaji status nutrisi
- mengukur ttv

- menerima operan
- memantau cairan
- memberikan air seka
- mengkaji keadaan umum ps
- laporan
Keadaan umum lemas, nafsu makan kurang.S: 36,8º C
Nafsu makan berkurang
N : 100x/menit
S : 36,7º C


Infus Rl habis 14tpm
Ampixilin 4x500
Pasian masih lemes, diare teratasi, makan dan minum normal

Revisi : kurang kolom paraf untuk perawat yang melakukan tindakan keperawatan.


Evaluasi

No dx perawat Tgl/jam Catatn perkembangan (SOAP)
1












2 31 juni 2009
21.00











2 juli 2009 S: ibu ps mengatakan anaknya sakit perut, susah makan dan minum, bak pake pempes, lemes, tidak diare
O: - ps terlihat lemes dan rewel
- ku ps sedang
- turgor kulit kering
- mikosa mulut kering
A: masalah kekurangan volume cairan belum teratasi
P: - anjurkan untuk makan dan minum
- pantau pola istirahat
- pantau pola nutrisi


S: ibu ps mengatakan ps masih lemes, istirahat cukup, BAB 1x lembek, makan dan minum masih belum normal, masih memakai pempes, sakit berkurang
O: - ps istirahat kelihatan lemes
- turgor kulit lembab
- mukosa bibir lembab
- ku sedang
A: masalah nutrisi teratasi sebagian
P: - anjurkan untuk makan dan minum
- pantau pola istirahat
- pantau pola nutrisi

Pleurisy (Pleuritis)

Pleurisy (Pleuritis)

Definisi Pleurisy
Pleurisy adalah peradangan dari lapisan sekeliling paru-paru (pleura). Ada dua pleura: satu yang melindungi paru (diistilahkan visceral pleura) dan yang lain melindungi dinding bagian dalam dari dada (parietal pleura). Dua lapisan-lapisan ini dilumasi oleh cairan pleural.
Pleurisy seringkali dihubungkan dengan akumulasi dari cairan ekstra dalam ruang antara dua lapisan dari pleura. Cairan ini dirujuk sebagai pleural effusion. Pleurisy juga dirujuk sebagai pleuritis.
Serat-serat nyeri dari paru berlokasi pada pleura. Ketika jaringan ini meradang, itu berakibat pada nyeri yang tajam pada dada yang memburuk dengan napas, atau pleurisy. Gejala-gejala lain dari pleurisy dapat termasuk batuk, kepekaan dada, dan sesak napas.
Penyebab Pleurisy
Pleurisy dapat disebabkan oleh apa saja dari kondisi-kondisi berikut:
• Infeksi-Infeksi: bakteri-bakteri (termasuk yang menyebabkan tuberculosis), jamur-jamnur, parasit-parasit, atau virus-virus
• Kimia-Kimia Yang Terhisap Atau Senyawa-Senyawa Beracun: paparan pada beberapa agen-agen perbersih seperti ammonia
• Penyakit-Penyakit Vaskular Kolagen: lupus, rheumatoid arthritis
• Kanker-Kanker: contohnya, penyebaran dari kanker paru atau kanker payudara ke pleura
• Tumor-Tumor Dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma
• Kemacetan: gagal jantung
• Pulmonary embolism: bekuan darah didalam pembuluh-pembuluh darah ke paru-paru. Bekuan-bekuan ini adakalanya dengan parah mengurangi darah dan oksigen ke bagian-bagian dari paru dan dapat berakibat pada kematian pada bagian itu dari jaringan paru (diistilahkan lung infarction). Ini juga dapat menyebabkan pleurisy.
• Rintangan dari Kanal-Kanal Limfa: sebagai akibat dari tumor-tumor paru yang berlokasi secara central
• Trauma: patah-patahan rusuk atau iritasi dari tabung-tabung dada yang digunakan untuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleural pada dada
• Obat-Obat Tertentu: obat-obat yang dapat menyebabkan sindrom-sindrom seperti lupus (seperti Hydralazine, Procan, Dilantin, dan lain-lainnya)
• Proses-proses Perut: seperti pankreatitis, sirosis hati
• Lung infarction: kematian jaringan paru yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dari suplai darah yang buruk
Cara Kerja Pleura
Pleura tersusun dari dua lapisan dari jaringan lapisan yang tipis. Lapisan yang melindungi paru (visceral pleura) dan parietal pleura yang melindungi dinding dalam dari dada dilumasi oleh cairan pleural. Normalya, disana ada kira-kira 10-20 ml cairan yang bening yang bekerja sebagai pelumas antara lapisan-lapisan ini. Cairan ini secara terus menerus diserap dan digantikan, terutama melaui lapisan bagian luar dari pleura. Tekanan didalam pleura adalah negatif (seperti dalam penghisapan) dan menjadi bahkan lebih negatif selama penghisapan (bernapas masuk). Tekanan menjadi kurang negatif selama penghembusan (bernapas keluar). Oleh karenanya, ruang diantara dua lapisan dari pleura selalu mempunyai tekanan negatif. Introduksi dari udara (tekanan positif) kedalam ruang (seperti dari luka pisau) akan berakibat pada mengempisnya paru.
Gejala-Gejala Pleurisy
• Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas
• Sesak Napas
• Perasaan "ditikam"
Gejala yang paling umum dari pleurisy adalah nyeri yang umumnya diperburuk oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-paru sendiri tidak mengandung syaraf-syaraf nyeri apa saja, pleura mengandung berlimpah-limpah ujung-ujung syaraf. Ketika cairan ekstra berakumulasi dalam ruang antara lapisan-lapisan dari pleura, nyeri biasanya dalam bentuk pleurisy yang kurang parah. Dengan jumlah-jumlah akumulasi cairan yang sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat dibatasi, dan sesak napas dapat memburuk.
Mendiagnosa Pleurisy
Nyeri dari pleurisy adalah sangat khusus. Nyerinya di dada dan biasanya tajam dan diperburuk oleh bernapas. Bagaimanapun, nyerinya dapat dikacaukan dengan nyeri dari:
• Peradangan sekitar jantung (pericarditis)
• Serangan jantung (myocardial infarction)
• Kebocoran udara didalam dada (pneumothorax)
Untuk membuat diagnosis dari pleurisy, dokter memeriksa dada pada area nyeri dan seringkali dapat mendegar (dengan stethoscope) friksi (gesekan) yang dihasilkan oleh gosokan dari dua lapisan pleura yang meradang dengan setaip pernapasan. Bunyi yang dihasilkan oleh suara ini diistilahkan sebagai pleural friction rub. (Berlawanan dengannya, friksi dari gosokan yang terdengar dengan pericarditis adalah serempak dengan denyut jantung dan tidak berubah dengan pernapasan). Dengan jumlah-jumlah yang besar dari akumulasi cairan pleural, disana mungkin ada suara-suara pernapasan yang berkurang (suara-suara pernapasan yang kurang didengar melalui stethoscope) dan dada bunyinya tumpul ketika dokter mengetuk diatasnya (ketumpulan atas ketukan).
X-ray dada pada posisi tegak lurus dan ketika berbaring pada sisi adalah alat yang akurat dalam mendiagnosa jumlah-jumlah yang kecil dari cairan dalam ruang pleural. Adalah mungkin untuk memperkirakan jumlah dari cairan ynag terkumpul dengan penemuan-penemuan pada x-ray. (Adakalaya, sebanyak 4-5 liter cairan dapat berakumulasi didalam ruang pleural).
Ultrasound adalah juga metode yang sensitif untuk mendeteksi kehadiran cairan pleural.
CT scan dapat sangat bermanfaat dalam mendeteksi kantong-kantong yang terjebak dari cairan pleural serta dalam menentukan sifat dari jaringan-jaringan yang mengelilingi area.
Pengangkatan cairan pleural dengan suntikan (penyedotan) adalah penting dalam mendiagnosa penyebab dari pleurisy. Warna, konsistensi, dan kejernihan dari cairan dianalisa dalam laboratorium. Analisa cairan didefinisikan sebagai "exudate" (tinggi dalam protein, rendah dalam gula, tinggi dalam enzim LDH, dan tinggi dalam jumlah sel putih; karakteristik dari proses peradangan) atau "transudate" (mengandung tingkat-tingkat yang normal dari kimia-kimia tubuh ini). Penyebab-penyebab dari cairan exudate termasuk infeksi-infeksi (seperti pneumonia), kanker, tuberculosis, dan penyakit-penyakit collagen (seperti rheumatoid arthritis danlupus). Penyebab-penyebab dari cairan transudate adalah gagal jantung kongesti dan penyakit-penyakit hati dan ginjal. Pulmonary emboli dapat menyebabkan salah satu dari transudates atau exudates pada ruang pleural.
Cairan juga dapat diuji untuk kehadiran dari organisme-organisme infeksius dan sel-sel kanker. Pada beberapa kasus-kasus, potongan kecil dari pleura mungkin diangkat untuk studi mikroskopik (dibiopsi) jika ada kecurigaan dari tuberculosis (TB) atau kanker.

Merawat Pleurisy
External splinting dari dinding dada dan obat nyeri dapat mengurangi nyeri dari pleurisy. Perawatan dari penyakit yang mendasarinya, tentu saja, akhirnya membebaskan pleurisy. Contohnya, jika kondisi jantung, paru, atau ginjal hadir, ia dirawat. Pengangkatan cairan dari rongga dada (thoracentesis) dapat menghilangkan nyeri dan sesak napas. Adakalanya pengangkatan cairan dapat membuat pleurisy memburuk sementara karena sekarang dua permukaan pleural yang meradang dapat menggosok secara langsung pada satu sama lainnya dengan setaip pernapasan.
Jika cairan pleural menunjukan tanda-tanda infeksi, perawatan yang tepat melibatkan antibiotik-antibiotik dan pengaliran dari cairan. Jika ada nanah didalam ruang pleural, tabung pengaliran dada harus dimasukan. Prosedur ini melibatkan penempatan tabung didalam dada dibawah pembiusan total. Tabung kemudian disambungkan ke ruang yang disegel yang dihubungkan ke alat pengisapan dalam rangka untuk menciptakan lingkungan tekanan negatif. Pada kasus-kasus yang berat, dimana ada jumlah-jumlah yang besar dari nanah dan jaringan parut (adhesions), ada keperluan untuk "decortication". Prosedur ini melibatkan pemeriksaan ruang pleural dibawah pembiusan dengan scope khusus (thoracoscope). Melalui alat seperti pipa, jaringan parut, nanah, dan puing-puing dapat diangkat. Adakalanya, prosedur operasi terbuka (thoracotomy) diperlukan untuk kasus-kasus yang menyulitkan.
Pada kasus-kasus dari pleural effusion yang berakibat dari kanker, cairan seringkali berakumulasi kembali. Pada tatacara ini, prosedur yang disebut pleurodesis digunakan. Prosedur ini memerlukan menanamkan iritan, seperti bleomycin, tetracycline, atau bedak talc, didalam ruang antara lapisan-lapisan pleural dalam rangka menciptakan peradangan. Peradangan ini, pada gilirannya, akan melekatkan dua pleura bersama ketika luka parut berkembang. Prosedur ini dengan demikian melenyapkan ruang antara pleura dan mencegah akumulasi kembali dari cairan.
Pencegahan Pleurisy
Pleurisy dapat dicegah, tergantung pada penyebabnya. Contohnya, intervensi dini dalam merawat pneumonia mungkin mencegah akumulasi dari cairan pleural. Pada kasus dari penyakit jantung, paru, atau ginjal, manajemen dari penyakit yang mendasarinya dapat membantu mencegah akumulasi cairan.

Bronkiektasis

Pengertian

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)

Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi (Hudak & Gallo,1997).

Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).


Etiologi
1. Infeksi
2. Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
3. Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.

Tanda dan Gejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

Pemeriksaan Diagnosis
• Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.

• Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.

• Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.

• Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan :
o Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
o Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
o Hipoksemia
o Hiperkapnia

• Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
o Pemeriksaan imunologi
o Pemeriksaan spermatozoa
o Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

• Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.

• Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
• Pemberian antibiotik dengan spekrum luas (Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin) selama 5- 7 hari pemberian.

• Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan.serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal.

Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.

Asuhan Keperawatan Bronkiektasis



Pengkajian
1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
o Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
o Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
o Riwayat alergi pada keluarga
o Ada riwayat asam pada masa anak-anak.

2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
o Allergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
o Sress emosional
o Aktivitas fisik yang berlebihan
o Polusi udara
o Infeksi saluran nafas
o Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan

3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
o Kaji frekuensi dan irama pernafasan
o Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
o Auskultasi bunyi nafas
o Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
 Mengangkat bahu pada saat bernafas
 Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
 Pernafasan cuping hidung
o Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
o Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
o Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan warna sputum.
o Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
o Kaji tingkat kesadaran.

4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
o Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
o Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
o Klutur sputum positif bila ada infeksi
o Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
o Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
o Tes hemoglobolin.
o EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.

5. Kaji persepsi diri pasien

6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

Diagnosa Keperawatan
1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau sekresi kental.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, produksi sputum, dispneu

Intervensi

Diagnosa I :
Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret, sekret kental.

Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.

Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang efektif, dan mengeluarkan secret.

Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.

3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara

5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/ Mengetahui keefktifan batuk

6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.

7. Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mempercepat proses penyembuhan.

Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi sputum, dispneu.

Tujuan :
Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien

Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang diharapkan.

2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia.

3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.

4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien.

HALUSINASI

LAPORAN PENDAHULUAN


HALUSINASI

1. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).

2. Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 2001).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

>Pikiran logis >Distorsi pikiran >Gangguan pikir
>Persepsi akurat >Ilusi >Halusinasi
>Emosi konsisten dgn pengalaman >Reaksi emosi >> atau < >Sulit berespon
emosi
>Prilaku sesuai >Prilaku aneh/tidak biasa >Prilaku
disorganisasi
>Berhubungan sosial >Menarik diri >Isolasi sosial


3. Jenis-jenis halusinasi
Stuart dan Laria, 1998 membaginya seperti tabel berikut :
Jenis Halusinasi Prosentase Karakteristik
Pendengaran (auditorik)





Penglihatan (Visual)




Penghidu (olfactory)


Pengecapan (gustatory)

Perabaan (tactile)


Cenesthetic



Kinesthetic


70 %






20 %




Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Membaui bau-bauan tertenru seperti bau darah, urine atau feces. Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feces.

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak


4. Fase-fase halisinasi
1. Comforting, Ansietas sedang : halusinasi menyenangkan
2. Condemning, Ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan
3. Controling, Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
4. Consquering, Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya

5. Pohon masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

PSP : Halusinasi……

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah




STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Interaksi : 1 Jam 10.00 WIB Tgl 27-10-2003
Pertemuan 1

1. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
Menyendiri, bingung, lambat, kontak mata kurang, pembicaraan lambat dan diulang-ulang.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan interaksi sosial :
3. TUK
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
• Bina hubungan saling percaya : slam terapeutik, ciptakan lingkungan terapeutik.
• Beri kesempatan klien ungkapkan perasaanya.
• Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati

1. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
1. Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak ? boleh kenalan ngaak ? nama saya suster Yenny, panggil saya mbak Yenny ya !, saya Mahasiswa PSIK Unibraw Malang, saya yang akan merawat mbak selama 2 minggu ini, mulai tanggal 27 s/d 8 November 2003 “.
2. Evaluasi/ validasi
“ Bagaimana perasaan mbak sekarang ? Tidurnya bagaimana tadi malam ?”.
3. Kontrak
“ Mbak nanti kita cerita-cerita kenapa mbak sampai dibawa kesini ? bersedia khan ? nggak lama koq, kira-kira 10 menit saja, bersedia khan ?

2. Kerja
“ Mbak namanya siapa ? asalnya dari mana ? biasa dipanggil apa ? gimana perasaaanya hari ini ? apakah ada yang membuat mbak bingung ? Mbak sekarang dimana ? dirumah ada siapa saja ? anaknya dengan siapa ?

3. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasan mbak sekarang setelah bercakap-cakap dengan saya ?”.
2. Evaluasi obyektif
“ Coba masih ingat nama saya ? terus coba sebutkan lagi kenapa mbak dibawa kesini ? bagus sekali !”.
3. Rencana tindak lanjut
“ Baiklah mbak karena waktu kita sudah habis kita sudahi sampai disini ya, besok kita nomong-ngomong lagi ya ?
4. Kontrak
“ Besok kita ketemu lagi disini jam 08.00 WIB kita akan nobrol tentang mengapa mbak dibawa kesini ? bersedia ? “.








STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Interaksi : II Jam 08.00 WIB Tgl 28-10-2003
Pertemuan 2

Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Menyendiri, bingung, gerakan lambat, pembicaraan kurang dan diulang-ulang.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3. TUK
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
4. Rencana tindakan keperawatan
1. Membina hubungan saling percaya
• Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, ciptakan lingkungan terapeutik.
• Beri kesempatan klien ungkapkan perasaanya
• Dengarkan ungkapan klien dengan empati

Strategi Komunikasi
1. Orientasi
1. Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak ? masih ingat saya ? nama mbak Winarti khan ? sebenarnya mbak Winarti sukanya dipanggil apa sih ?”.
2. Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang ?”.
3. Kontrak
“ Mbak Win, pagi ini sesuai dengan janji kita, kita akan ngobrol-ngobrol ya khan ? saya harap mbak Win nanti akan banyak bercerita kepada saya, bagaimana ? tidak lama koq, 15 menit saja ?

2. Kerja
“ Mbak Win coba sih ceritakan kenapa mbak Win bisa sampai dibawa kesini ?, mbak Win tahu tidak ini dimana ? Rumah sakit apa ?”.
“ Bagaimana perasaan mbak Win selama disini ?’.

3. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang ?’.
2. Evaluasi obyektif
Coba mbak Win sebutkan lagi kenapa mbak win dibawa kesini ? ya ada lagi ?”.
3. Rencana Tindak lanjut
“ Baiklah mbak Win waktu kita sudah habis, besok kita ngobrol-ngobrol lagi tentang apa yang dialami mbak Win sampai bisa terdengar suara-suara itu !’.
4. Kontrak
“ Besok jam 08.00 WIB kita ketemu lagi ya ?, kita ngobrol dimana ? jangan lupa ya ?








STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Interaksi : III Jam 08.00 WIB Tgl 29-10-2003
Pertemuan 3

1. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien
Kontak mata baik, tertawa dan tersenyum, mengerti alur pembicaraan, mau menyapa.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3. TUK
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
4. Rencana tindakan keperawatan
• Lakukan kontak sering tapi singkat
• Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
• Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
• Diskusikan dengan klien :
. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
• Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halisinasi

2. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
1. Salam terapeutik
“ Selamat pagi mbak Win ? bagiamana tidurnya tadi malam ?”.
2. Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaanya sekarang ?”.

3. Kontrak
“ Mbak Win …..kita pagi ini ngobrol disini saja ya ?, jam 08.15 WIB s/d 09.00 WIB ya ?”.

2. Kerja
“ Mbak Win selama ini apa sih yang mbak Win rasakan, mbak dengar suara-suara ya ? suara-suara apa sih ? berapa kali suara itu muncul dalam satu hari ? kapan suara-suara itu muncul ? lalu apa yang mbak rasakan sewaktu suara-suara itu muncul ?”.
3. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang setelah tadi kita berbincang-bincang ?”.
2. Evaluasi obyektif
“ Coba mbak Win sebutkan lagi suara-suara yang mbak dengar ?, jadi berapa kali ?”. Bagus sekali !”.
3. Rencana tindak lanjut
“ Iya…mbak Win sudah bagus hari ini karena sudah bisa menceritakan kepada saya, Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya ? coba nanti diingat lagi mungkin ada yang terlupa !”.
4. Kontrak
“ Nanti jam 10.00 WIB kita ketemu lagi ya ?”.







STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Interaksi : IV Jam 10.00 WIB Tgl 29-10-2003
Pertemuan 4

1. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien
Mau diajak bicara, stimulus dari perawat dulu, kontak mata baik, sering bengong
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d
3. TUK
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
4. Rencana tindakan keperawatan
• Lakukan kontak sering tapi singkat
• Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
• Bantu klien untuk mengenal halusinasinya
• Diskusikan dengan klien :
. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
• Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halisinasi

2. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
1. Salam terapeutik
“ Selamat siang mbak Win kita ngomong-ngomong lagi yuk ?
b. Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaanya sekarang ?”.


2. Kontrak
“ Mbak Win …..kita ngobrol disini saja ya ?, tidak lama koq 15 menit cukup, bersedia ?”.

2. Kerja
“ Mbak Win masih dengar suara-suara ya ? suara-suaranya mbak kenal nggak ? apa sih bunyinya suara-suara itu ? berapa kali suara itu muncul dalam satu hari ? kapan suara-suara itu muncul ? lalu apa yang mbak rasakan sewaktu suara-suara itu muncul ?”.
3. Terminasi
1. Evaluasi subyektif
“ Bagaimana perasaan mbak Win sekarang setelah tadi kita berbincang-bincang ?”.
2. Evaluasi obyektif
“ Coba mbak Win sebutkan lagi suara-suara yang mbak dengar ?, Bagus sekali !”.
3. Rencana tindak lanjut
“ Iya…mbak Win sudah bagus hari ini karena sudah bisa menceritakan kepada saya, kalau bisa ingat-ingat ya suara suara itu bunyinya apa dan kapan suara suara itu muncul !, besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya ?
4. Kontrak
“ Besok jam 10.00 WIB kita ketemu lagi ya ?” di ruang televisi ya ?”.

KONSEP DASAR ICU

KONSEP DASAR ICU
1. DEFINISI ICU
ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan / disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible).
Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care.
Pasien yang semula dirawat karena masalah bedah/trauma dapat berubah menjadi problem medik dan sebaliknya.
2. SEJARAH ICU
ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU modern berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung menunjang ffal organ dan penanganan jantung koroner mulai tahun 1960.
Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di Indonesia semakin besar (ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya penelitian tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program pelatihan ICU.
Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis tersendiri, baik untuk dokter maupun perawatnya.
3. LEVEL ICU
1. Level I (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D)
Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil, ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (High Dependency). Di ICU level I ini dilakukan observasi perawatan ketat dengan monitor EKG. Resusitasi segera dapat dikerjakan, tetapi ventilator hanya diberikan kurang dari 24 jam.


2. Level II
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi.
Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis), monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu harus selalu ada.
3. Level III
ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan.
Personil di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee, perawat spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua disiplin ilmu.
4. FUNGSI ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya.
ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
5. TIPE, UKURAN DAN LOKASI ICU
Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas bed Rumah Sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe ICU.
Lokasi ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat darurat (Critical Care Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit Gawat Darurat, kamar bedah, dan akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi dari semua aspek tersebut harus lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur.
1. Ruang Pasien
Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2. untuk kamar isolasi perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka dengan kamar isolasi tergantung pada jenis rumah sakit.
2. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2 udara tekan, 4 penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu penerangan. Peralatan tersebut dapat menempel di dinding atau menggantung di plafon.
3. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di pusat siaga, sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang diperlukan, catatan medik, telepon dan komputer.
4. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bla memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)
5. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 – 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga petugas. Barang bersih dan kotor harus terpisah.
6. PERALATAN
Jumlah dan tingkat peralatan tergantung pada peran da tipe ICU. ICU level I dan II peralatannya akan lebih sederhana dibandingkan dengan ICU level III.
Misalnya Monitor samping bed di ICU pada level I dan II cukup 2 saluran, sedangkan di ICU level III minimal 4 saluran.
7. PERSONIL
Tenaga dokter, perawat, paramedik lain dan tenaga non medik tergantung pada level ICU dan kebutuhan masing-masing ICU.
Perawan perawat di ICU dapat diperluas daam menangani pasien-pasien ICU, antara lain :
1. Dalam proses sapih ventilator dapat menyesuaikan frekuensi nafas atau tekanan, dengan mengacu pada data laboratorium atau monitor bed side
2. Dalam pengobatan sedatif, analgesik, insulin dan obat lain dapat dilakukan berdasarkan data klinis dan laboratorium.
3. Menghadapi kasus hipotensi dapat melakukan Challenge test
4. Aspek lain pada fungsi perawat di ICU adalah perawat dapat bertindak dalam segi administrasi, fisioterapis dan pengawas ruangan.
8. ETIK DI ICU
Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus dilaksanakan secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di pelayanan kesehatan atau bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam legalitas moral di ICU, misalnya tentang euthanasia.
9. PROSEDUR MASUK ICU
Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter disiplin lain di luar Icu setelah berkomsultasi dengan doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan (misalnya lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti dengan konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggungjawab dokter pengirim.
Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim, kecuali transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh pihak ICU.
Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai koordinatornya.
Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan penjelasan tentang perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani informed concern
10. INDIKASI MASUK ICU
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif.
Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.
11. KONTRAINDIKASI MASUK ICU
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat menular, misalnya gas gangren.
Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai riwayat penyakit menular.
12. KRITERIA KELUAR DARI ICU
Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :
1. Meninggal dunia
2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau dapat pulang
3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau pasien harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri.
13. PERLAKUAN TERHADAP PASIEN ICU
Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena pasien ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Di ICU, pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.
Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat.
14. TUJUAN AKHIR PENGOBATAN ICU
Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum pasien sakit, tanpa defek atau cacat
15. REAKSI PASIEN DAN KELUARGA PASIEN ICU
Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan
2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.
Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :
1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU
2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien
3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan perawat
16. PENGELOLAAN PASIEN ICU
1. Pendekatan Pasien ICU
1. Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan, kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi pasien.
4. Kajian hasil pemeriksaan
Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
6. Informasi kepada keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik :
1. ABC
2. Jalan nafas dan kepala
3. Sistem pernafasan
4. Sistem sirkulasi
5. Sistem gastrointestinal
6. Anggota gerak
3. Monitoring rutin
4. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
5. Cairan : Dehidrasi
6. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
7. Nutrisi
Utamakan pemberian nutrisi enteral
1. Usia Lanjut
1. Cadangan fisiologis terbatas
2. Peningkatan penyakit penyerta
3. Riwayat pemakaian obat
4. Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
5. Interaksi obat pada usia lanjut

CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.


Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
1. Gegar kepala ringan
2. Memar otak
3. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi, Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4. Pemeriksaan Penujang
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
• MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
• X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
• BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
• CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
• ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
• Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial
• Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan
Konservatif:
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.


Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

FRAKTUR FEMUR

I. FRAKTUR FEMUR

II. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
III.
IV. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
V.
VI. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.


VII. PATOFISIOLOGI
A. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik



1. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.


TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.


Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.


MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
























KASUS
Saudara adalah seorang perawat di ruang bedah yang diberi tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. Muria, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal.

SOAL : Buatlah rencana asuhan keperawatan disertai rasionalisasinya !

JAWAB:
RENCANA KEPERAWATAN

Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI

1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a) Observasi tanda-tanda vital.

b) Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan

c) Memberikan posisi supinasi


d) Memberikan banyak cairan (minum)


KOLABORASI:
e) Pemberian cairan per infus



f) Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.

g) Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)


a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b) Untuk menentukan tindak an


c) Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d) Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)

e) Pemberian cairan per-infus.



f) Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.


g) Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.

2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas





KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik


a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.

b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.



e) Mengurangi rasa nyeri

3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik

d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.

KOLABORASI:
e) Pemeriksaan darah : leokosit


f) Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g) Persiapan untuk operasi sesuai indikasi



a) Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.




b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.

c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.

d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.






e) Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi

f) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.



4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).





c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.





d) Membantu pasien dalam perawatan diri






e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.

f) Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.






KOLABORASI :

g) Konsul dengan bagi- an fisioterapi


a) Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)


b) Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.

e) Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.

g) Untuk menentukan program latihan.

5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harap- an yang akan datang.

b) Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.




c) Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.



d) Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.


a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.


































VIII. FRAKTUR FEMUR

IX. DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
X.
XI. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
XII.
XIII. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.

XIV. PATOFISIOLOGI
B. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik

2. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.

TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.

MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.


Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.

PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
- Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
- Kehilangan fungsi
- Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
- Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
- Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema

2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi, dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur






KASUS
Saudara adalah seorang perawat di ruang bedah yang diberi tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. Muria, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal.

SOAL : Buatlah rencana asuhan keperawatan disertai rasionalisasinya !

JAWAB:
RENCANA KEPERAWATAN

Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI

1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a) Observasi tanda-tanda vital.

b) Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c) Memberikan posisi supinasi


d) Memberikan banyak cairan (minum)

KOLABORASI:
e) Pemberian cairan per infus
f) Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
g) Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)


a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b) Untuk menentukan tindak an

c) Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d) Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)


e) Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.

g) Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.

2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas


KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik


a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.

b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.

e) Mengurangi rasa nyeri

3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.

KOLABORASI:
e) Pemeriksaan darah : leokosit

f) Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g) Persiapan untuk operasi sesuai indikasi



a) Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.


b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.




e) Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.




4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).



c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.


d) Membantu pasien dalam perawatan diri



e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.

f) Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.






KOLABORASI :

g) Konsul dengan bagi- an fisioterapi


a) Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)

b) Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e) Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.



g) Untuk menentukan program latihan.

5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b) Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.


c) Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.

d) Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.


a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.

e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.





DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.