1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7]
6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

Minggu, 31 Januari 2010

GAGAL GINJAL

Gagal ginjal di bagi menjadi 2 yaitu:
1. GAGAL GINJAL AKUT
2. GAGAL GINJAL KRONIS

1. GAGAL GINJAL AKUT
1.1 PENGERTIAN
Gagal ginjal akut adalah penurunan fx ginjal secara tiba-tiba, tidak seluruhnya reversibel ( Kapita Selecta ).
Gagal ginjal akut adalah penurunan fx ginjal dapat disebabkan oleh penyakit glomenular akut, infeksi akut yang parah dari jaringan ginjal, penyumbatan dari arteri renal, obstruksi mekanik dari sal kemih, dan hemoglobinemia, myoglobenemia, kondisi tersebut berakibat kerusakan masif dan cepat dari jaringan ginjal (long; 358).
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Loraine M. Wilson, 1982).

1.2 ETIOLOGI
Dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Sebab pre renal
a) Hipovolemik : postpartum hemorragic, luka bakar, diare berat, pankreatitis, pemakaian diuretik berlebih
b) Terkumpulnya cairan intravaskular : pada syok septik, anafilaktif, cedera jaringan
c) Penurunan curah jantung : Gagal jantung, MCI, tamponade jantung, emboli paru
d) Peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal : pembedahan, anastesia, sindroma hepatorenal
e) Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral : emboli, trombosis

b. Sebab Postrenal
a) Obstruksi muara vesika urinaria : hipertropi prostat, karsinoma
b) Obstruksi ductus collecting : asam urat, sulfa, protein Bence Jones
c) Obstruksi Ureter bilateral : kalkuli, bekuan darah, tumor, fibrosis retroperitoneal, trauma pembedahan, papilitis necroticans
c. Sebab Renal (Gagal Ginjal Intrinsik)
a) Ischemia : Syock pasca bedah, kondisi prarenal
b) Nefrotoksin : Carbon tetraclorida, etilen glikol, metanol
c) Logam berat : mercuri biklorida, arsen, timbal, uranium
d) Antibiotik : metisilin, aminoglikosida, tetrasiklin, amfoterisin, sefalosporin, sulfonamida, fenitoin, fenilbutazon
e) Media kontras radiografik (khusus pasien DM)
f) Pigmen : hemolisis intravaskular akibat tranfusi tidak cocok, koagulopati intravaskular diseminata, mioglobinuria
g) Penyakit glumerovaskular ginjal : Glumerulonefritis, Hipertensi maligna
h) Nefritis interstitial akut : infeksi berat, induksi obat
i) Keadaan akut dari GGKyang berkaitan dengan kurang garam/air : muntah, diare, infeksi

1.3 TANDA DAN GEJALA
1. Fase Oliguria
Mual, muntah, ngantuk, bingung, koma, perdarahan saluran pencernaan, ascenxif, perikarditis, kusmaul (nafas yang terengah-engah), kegagalan jantung, paru-paru, hipertensi.
2. Fase Deuretik
Output urin sampai 4 – 5 ml/hari, hipotensi postural, tacycardia, peningkatan,
kesadaran mental & aktivitas.

1.4 PATOFISIOLOGI
Nefrotoksik dapat menyebabkan penurunan darah ginjal, kerusakan sel tubulus dan kerusakan glomerulus, dimana akan mengakibatkan penurunann GFR. Hipotensi sistematik dapat merangsang aksis renin-angiotensin-aldosteron, pelepasan hormon anti deuretik dan sistem saraf simpatis sehingga mengakibatkan redistribusi darah menjauh dari korteks renalis dan retensi natrium dan air, sebagai akibatnya pengeluaran natrium dan urin menurun, dan osmolalitas meningkat. Peningkatan Vol Plasma sehingga timbul edema intestinal. Oliguria mengakibatkan BUN meningkat sehingga terjadi katabolisme, dimana hasil katabolisme BUN dapat mengakibatkan iritasi lambung sehingga terjadi mual muntah.
Perjalanan klinis GGA dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
1. Stadium Oliguria, dimana gambaran klinis sering kali didominasi oleh riwayat komplikasi pembedahan medis maupun obstetrik ditandai dengan oliguria.
2. Stadium Diuresis, dimulai bila pengeluaran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari. Stadium ini biasanya berlangsung 2-3 minggu.Stadium deuresis ini agaknya karena deuresis osmotik akibat tingginya kadar urea darah (BUN), dan mungkin juga disebabkan masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium deuresis pasien mungkin menderita kekurangan kalium, natrium dan air.
3. Stadium Penyembuhan, berlangsung 1 tahun dan selama masa itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik.



1.5 PATHWAY
ISCEMIA ATAU NEFROTOKSIK



































1.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b. d Iskemik ginjal
2. Kurang volume cairan b.d kehilangan cairan yang berlebih
3. Perubahan volume cairan b.d retensi air
4. Resti infeksi b.d adanya saluran infasif
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Katabolisme protein dan pembatasan diit untuk menurunkan produksi nitrogen.

1.7 INTERVENSI
1. Nyeri b. d Iskemik ginjal
Tujuan : - Nyeri akan berkurang atau hilang
- Kecemasan menurun
Intervensi :
a. Dengarkan dengan penuh perhatian tentang keluhan nyeri pasien
b. Jelaskan konsep tentang nyeri saat pasien mengalaminya.
c. Berikan tehnik penglih nyeri (Relaksasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk banyak minum
2. Kurang volume cairan b.d kehilangan cairan yang berlebih
Tujuan : - Turgor kulit baik membran mukosa lembut
- BB & Tanda vital stabil
Intervensi:
a. Ukur pemasukan & pengeluaran cairan dengan akurat
b. Berikan cairan yang diizinkan selama periode 24 jam
c. Perhatikan TTV
d. Kolaborasi tentang pengawasan pemeriksaan laboratorium
3. Perubahan volume cairan b.d retensi air
Tujuan : - BJ unin mendekati normal
- BB & tanda vital stabil
- Tidak ada edema
Interensi:
a. Pantau TTV
b. Catat pemasukan dan pengeluran cairan secara akurat
c. Timbang berat badan
d. Auskultasi paru dan bunyi jantung

4. Resti infeksi b.d adanya saluran infasif
Tujuan : Tidak mengalami tanda / gejala infeksi
Intervensi :
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf
b. Berikan perawatan kateter rutin
c. Kaji integritas kulit
d. Kolaborasi pemberian antibiotik tepat sesuai indikasi

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Katabolisme protein dan pembatasan diit untuk menurunkan produksi nitrogen.
Tujuan : - Mempertahankan berat badan yang diindikasikan bebas edema
- Gangguan nutrisi tidak terjadi
Intervensi:
a. Kaji/catat pemasukan diit
b. Berikan makan sedikit tapi sering.
c. Libatkan pasien dalam pemilihan menu sesuai indikasi
d. Timbang berat badan tiap hari
e. Berikan kalori tinggi diit rendah / sedarug protein.

2. GAGAL GINJAL KRONIS
2.1 DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).



2.2 ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)

2.3 Gejala dan tanda
1. Hematologik
Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.
2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
3. Syaraf dan otot
Miopati, ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
4. Kulit
Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas garukan karena gatal.
5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
2.4 PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi

b. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima.
Mulai terjadi akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu pengobatan medis
c. Gagal ginjal;
yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal Sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal.
(Corwin, 1994)
Gejala-gejala uremi timbulnya begitu lambat sehingga pasien dan keluarganya tidak peduli terhadap waktu datangnya serangan. Gejala-gejala yang lazim adalah gejala dini berupa letargi sakit kepala, kecapaian mental dan fisik, BB 6 O, mudah tersinggung, gejala yang lebih lanjut berupa anoreksia, mual-mual ataupun tidak, oedema yang disertai lekukan, pruritus mungkin tidak ada, tapi mungkin juga sangat parah.
Dari sudut tradisional, gangguan fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal kronik dikatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja rusak atau berubah
(Long, 1996: 368).



2.5 PHATWAY


2.6 Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.

2.7 Komplikasi
1. Hipertensi.
2. Infeksi traktus urinarius.
3. Obstruksi traktus urinarius.
4. Gangguan elektrolit.
5. Gangguan perfusi ke ginjal.

2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan pemasukan kateter melalui dinding abdomen/iritasi kateter, penempatan kateter tidak tepat, iritasi/infeksi dalam rongga peritoneal
2. Resiko infeksi berhubungan dengan jalan masuknya kuman
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Perubaan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual-muntah dan stomatis
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit gagal ginjal, perawatan di rumah
2.9 Pengkajian Fokus
1. Aktivitas Istirahat
Gejala:
a. Kelelahan, ekstrem, kelemahan, malaise
b. Gangguan tidur (insomnia/gelisah dan somnolen)
Tanda:
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala:
a. Riwayat hipertensi lama/berat
b. Palpitasi nyeri dada (angina)
Tanda:
a. Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
b. Nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir
c. Friction sub perikardial (respon terhadap akumulasi sisa)
d. Pucat, kulit kecoklatan, kuning
e. Kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
Gejala:
a. Faktor stress
b. Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan
Tanda:
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
4. Eliminasi
Gejala:
a. Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria
b. Abdomen kembung, konstipasi, diare
Tanda:
a. Perubahan warna urine
b. Oliguria dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala:
a. Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
b. Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa melatik pada mulut (pernafasan amonia)
c. Penggunaan diuretik
Tanda:
a. Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
b. Perubahan turgor kulit/kelembaban
c. Edema (umum, tergantung)
d. Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
e. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala:
a. Sakit kepala, penglihatan kabur
b. Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada kaki
c. Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda:
a. Gangguan status mental
b. Penurunan DTR
c. Tanda chvostek dan trousseau positif
d. Kejang, fasilulasi otot, aktivitas kejang
e. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari)
Tanda:
Perilaku hati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Gejala:
Nafas pendek, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak
Tanda:
a. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul)
b. Batuk produktif dengan sputum merah muda-encer (edema paru)
9. Keamanan
Gejala:
a. Kulit gatal
b. Ada/berulangnya infeksi
Tanda:
a. Pruritus
b. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara akutal terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal (GGK/depresi respon imun)
c. Ptekie, area ekimosis pada kulit
d. Fraktur tulang, defosit fosfat kalsium (kalsifikasi metastasik) pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak nadi
10. Seksualitas
Gejala:
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala:
Kesulitan menentukan kondisi

2.10 Intervensi dan Rasionalisasi
1. Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan, pemasukan peroral/intra vaskuler berlebihan
Kriteria hasil:
Menunjukkan aliran cairan berlebihan/perkiraan infus, tidak mengalai peningkatan BB cepat, edema, kongesti paru
Intervensi:
a. Pertahankan volume masuk dan keluar, dan komulatif keseimbangan cairan
Rasionalisasi: pada kebanyakan kasus, jumlah aliran harus sama/lebih dari jumlah yang dimasukkan
b. Catat BB bandingkan pemasukan dan pengeluaran
Rasionalisasi: BB adalah indikator akurat status volume cairan
c. Tinggikan kepala tempat tidur, lakukan tekanan perlahan pada abdomen
Rasionalisasi: dapat meningkatkan aliran cairan bila kateter salah posisi/obstruksi oleh omentum
d. Awasi tekanan darah dan nadi, perhatikan hipertensi, nadi kuat, distensi vena leher, edema perifer
Rasionalisasi: peninggian menunjukkan hipervolumia, kaji bunyi jantung, dan nafas, perhatikan S3 atau gemricik, ronki


2. Resiko infeksi berhubungan dengan jalan masuknya kuman
Kriteria hasil:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan menurunkan infeksi, tidak mengalami gejala/tanda infeksi
Intervensi:
a. Observasi teknik aseptik dan gunakan masker selama pemasangan kateter, ganti balutan infus dan kapanpun sistem dibuka
Rasionalisasi: menecegah masuknya organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat menyebabkan infeksi
b. Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati-hati dan tidak mengubah posisi
Rasionalisasi: lingkungan yang lembab dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
c. Berikan pelindung betadin pada distal
Rasionalisasi: menurunkan resiko masuknya bakteri
d. Kolaborasi pemberian antibiotik secara sistemik
Rasionalisasi: dapat mengatasi infeksi dand mencegah sepsis
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Kriteria hasil:
Berpartisipasi dalam perawatan diri dan beraktivitas serta melakukan perawatan secara mandiri
Intervensi:
a. Kaji faktor yang dapat menyebabkan keletihan
Rasionalisasi: menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan dan perawatan diri
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri, bantu jika keletihan terjadi
Rasionalisasi: meningkatkan aktivitas yang sedang dan ringan
c. Anjurkan aktivitas alternatif bersama dengan istirahat
Rasionalisasi: mendorong latihan dalam beraktivitas dan perawatan diri
d. Anjurkan untuk istirahat
Rasionalisasi: istirahat yang adekuat
4. Perubaan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual-muntah dan stomatis
Kriteria hasil:
Menunjukkan BB stabil/peningkatan mencapai tujuan dalam nilai laboratorium normal dan tidak ada malnutrisi

Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan/cairan dan hitung masukan kalori per hari
Rasionalisasi: mengidentifikasi kekurangan nutrisi/kebutuhan terapi
b. Anjurkan pasien mempertahankan masukan makanan harian, termasuk perkiraan jumlah konsumsi elektrolit dan protein
Rasionalisasi: membantu pasien untuk menyadari dan untuk memenuhi keinginan individu dalam pembatasan yang diidentifikasi
c. Perhatikan adanya mual-muntah
Rasionalisasi: gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah/menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
d. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering
Rasionalisasi: porsi lebih kecil dapat meningkatkan pemasukan
e. Kolaborasi ke ahli gizi
Rasionalisasi: berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan pola hidup meningkatkan kerjasama pasien
f. Kolaborasi pemberian antimetik prokhlorperazin (compazine)
Rasionalisasi: menurunkan stimulasi pada pusat muntah
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit gagal ginjal, perawatan di rumah
Kriteria hasil:
Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan
Intervensi:
a. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya dan penanganannya berupa penyebab gagal ginjal pasien, pengertian gagal ginjal, pemahaman mengenai fungsi renal, hubungan antara cairan, pembatasan diit dengan gagal ginjal
Rasionalisasi: merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut
b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
Rasionalisasi: pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya
Rasionalisasi: pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit
d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara lisan dengan tepat, fungsi dan kegagalan ginjal berupa pembatasan cairan dan diit, medikasi, melaporkan masalah, tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut, sumber komunitas, pilihan terapi
Rasionalisasi: pasien memiliki informasi yang dapat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di rumah.
















DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical–surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC: 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)6.
Carpenito,LJ. 2003. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. EGC: Jakarta.
Doenges, ME, dkk. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan, Pendokumentasian Perawatan Edisi III. EGC: Jakarta.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 9. EGC: Jakarta.

PENYAKIT JANTUNG KORONER

JANTUNG KORONER



A. Definisi
Jantung koroner adalah penyakit jantung yang terjadi karena ketidakseimbangan antara keperluan oksigen pada miokardium dan perbekalannya yang disebabkan oleh aliran darah yang tidak memadai akibat komplikasi aterosklerosis yang mempersempit arteri koroner. (Robbins, S. L, dan Kumar, 1995)
Jantung koroner merupakan suatu manifestasi khusus dan aterosklerosis pada arteri koroner sehingga mengakibatkan kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplay oksigen yang adekuat ke sel. (Dinkes, 1996)
Jantung koroner merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh darah arteri koroner di mana terdapat penebalan dari dinding dalam pembuluh darah disertai adanya plaque yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya akan mengganggu aliran darah ke otot jantung. (http://www.drt.net.id/cardio/peduli.htm, 2005)

B. Etiologi
Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh proses aterosklerosis yang merupakan kelainan degeneratif dan dipengaruhi banyak factor. Faktor-faktor resiko penyakit jantung oroner ada dua yaitu:
1. Faktor resiko yang dapat diubah: diet, merokok, hipertensi, stress pola hidup monoton, diabetes mellitus, alcohol, hiperkolesterolemia.
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah: usia ( maki tua makin mudah terkena ), jenis kelamin ( pria lebih beresiko ), ras, factor herediter.
Beberapa kondisi yang menghambat suplai darah koroner setelah atherosclerosis adalah:
1. Aterosklerosis
2. Arteritis
3. Spasmus arteri oroner
4. Thrombus koroner
5. Embolisme


C. Anatomi Patologi
Jantung adalah salah satu organ tubuh yang vital. Jantung kiri berfungsi pemompa darah bersih ( kaya oksigen / zat asam ) keseluruh tubuh, sedangkan jantung kanan menampung darah kotor ( rendah O2, kaya O2 ), yang kemudian dialirkan ke paru – paru umtuk dibersihkan. Jantung normal besarnya segenggam tangan kiri pemiliknya. Jantung berdenyut 60 – 80 kali permenit, denyutan bertambah cepat saat aktivitas atau emosi.
Untuk memenuhi kebutuhan energi otot jantung, tersedia pembuluh darah / arteri koroner yang mengalirkan darah utama / aorta, ada dua yakni arteri koronaria kiri ( LCA ) dan arteri koronaria kanan ( RCA ). Masing – masing arteri koroner ini bercabang – cabang hakus keseluruh otot jantung, untuk mensuplai energi kimiawi.
Arteri koronari utama terletak dipermukaan jantung dan arteri – arteri kecil menembus kedalam masa otot jantung. Arteri koronaria sinistra memperdarahi bagian anterior ventrikel kiri dan arteri koronaria dekstra terutama memperdarahi ventrikel kanan / bagian posterior ventrikel kiri.
Aterosklerosis pembuluh koroner menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria coronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Jika kondisi ini berlanjut maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh ntuk melebar. Keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan miokardium distal dari daerah lesi.
Perubahan patologis pada pembuluh yang mengalami kerusakan seperti :
1. Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis lemak.
2. Penimbunan lemak beta – lipoprotein yang mengandung banyak kolesterol pada tunika intima dan tunika media bagian dalam.
3. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulakn plak fibrosa.
4. Timbul atenoma / kompleks plak aterosklerosis yang terdiri dari lemak, jaringan fibrokolagen, kalsium, debris, seluler, dan kapiler.
5. Perubahan degeneratif dinding arteri.
Fase diatas berlangsung 20 – 40 tahun. Lesi yang bermakna linis mengakibatkan iskemia disfungsi miokard langkah akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan terjadi dengan cara : penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak, perdarahan pada plak ateroma, pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit, embolisme thrombus/ fragmen plak dan spasme areri koronaria.
Trombosis intralumen yang menumpuk pada lesi aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya menimbulkan penyumbatan pembuluh koroner akut.

D. Patofisiologi
Penyakit arteri koroner dan myocardial infark merupakan respon iskemik dari miokardium yang disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria secara permanent atau tidak permanen. Oksigen diperlukan oleh sel miokardial untuk proses metabolisme aerob dimana Adenosathriphospate (ATO) dibebaskan untuk energi. Jantung pada saat istirahat membutuhkan 70 % ( banyaknya oksigen yang diperlukan untuk kerja jantung disebut myocardial oksigen consumption CMV O2 ) yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi myocardial dan tekanan pada dinding – dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dengan menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah miokardial, suplai darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Adanya obstruksi total maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan glikolisis anaerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen. Hal tersebut mengakibatkan penimbunan asam laktat dan merupakan factor predisposisi terjadinya disritmia dan kegagalan jantung.
Hipokalemia dan asidosis laktat mengganggu fungsi ventrikel, kekuatan kontraksi menurun dan gerakan dinding segmen iskemik menjadi hipokinetik. Kegagalan ventrikel kiri mengakibatkan penurunan volume stroke, pengurangan cardiac output, peningkatan ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri pulmonalis serta kegagalan jantung.
Kelanjutan dari iskemia tergantung pada jenis obstruksi pada arteria koronaria (permanen/sementara), lokasi dan ukurannya. Tiga manifestasi dari iskemic myocardial adalah angina pectoris, penyempitan arteri koronaria sementara, pre infarksi angina, dan myocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri.





E. Pathway




F. Manifestasi Klinis
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Iskemia miokard secara khas disertai oleh dua perubahan elektrokardiogram akibat perubahan elektro fisiologi seluler yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Elevasi segmen ST dikaitkan dengan angina prinzmetal. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional hemodinamik dan EKG yang terjadi bersifat reversible. Beberapa gambaran klinis yang utama pada penyakit jantung koroner antara lain:
1. Nyeri angina pectoris sebagai manifestasi dari gangguan arteri koroner berupa nyeri dada substernal/retrosternal, dapat menjalar ke leher, rahang, lengan, punggung biasanya timbul akibat gerakan, gangguan emosi, berkurang karena istirahat, nitroglycerine. Pada keadaan berat, nyeri dada ini muncul saat istirahat.
2. Gangguan Irama (aritmia)
Saat suplai oksigen ke jaringan otot jantung berkurang (ischemia), kepekaan gangguan irama akan meningkat. Gangguan irama bisa berdebar-debar, sinkope (pingsan) dan kematian mendadak.
3. Sesak nafas dan rasa letih, serta cepat lelah ( pada bilik kiri jantung, paru – paru terjadi bendungan, sesak ( dyspnea ), tungkai membengkak )
4. Berdebar / palpitasi ( aritmia / jantung kehilangan irama )
5. Pingsan ( kekurangan aliran darah di dalam otak secara tiba – tiba ) mengakibatkan syok psikologi.
6. Gagal Jantung
Jika ischemia otot jantung berlangsung lama, fungsi kontraksi akan menurun. Akibatnya, menurun pula fungsi jantung sebagai pompa yang membuat toleransi terhadap beban latihan fisik akan menurun
7. Kematian Mendadak (Sudden Ischemia)
Kematian biasanya karena gangguan irama baik sebelum, saat, maupun setelah infark jantung.
G. Fokus Pengkajian
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : riwayat tidak toleran terhadap latihan, kelemahan umum, kelellahan, ketidakmampuan melakukan aktifitas.
Tanda : kecepatan jantung abnormal, perubahan tekanan darah karena aktivitas, ketidaknyamanan kerja atau dispnea, perybahan EKG / disritmia.
2. Sirkulasi
Gejala : penyakit arteri koroner
Tanda : variasi pada TD, frekuensi / irama, disritmia / perubahan EKG
3. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada, nyeri angina, ketidaknyamanan insisi.
Tanda : hati – hati, nyeri tampak pada wajah, meringis, merintih
4. Pernapasan
Gejala: nafas pendek , pasca operasi ( ketidakmampuan batuk dan nafas dalam )
Tanda : dispnea ( respon normal pada torakotomi ), area penurunan / tak ada bunyi nafas ( ateksia )
5. Keamanan
Gejala : episode infeksi dengan keterlibatan katup
Tanda : pengeluaran / perdarahan dari dada / insisi

H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) b/d ischemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri coroner.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d ischemia/infark miokard akibat penurunan/penghentian aliran darah
3. Intoleransi aktivitas b/d malaise (kelelahan)
4. Kelebihan volume cairan tubuh b/d penurunan GFR ginjal, retensi Natrium dan H2O

I. Intervensi dan Rasionalisasi
1. Nyeri (akut) b/d ischemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Intervensi :
 Pantau karakteristik nyeri, catat laporan verbal dan non verbal serta respon hemodinamik
Rasionalisasi : Variasi penampilan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.
 Pantau/catat lokasi, intensitas (0-10), lama, kualitas dan penyebaran.
Rasionalisasi : Nyeri sebagai pengalaman subyektif digambarkan pasien. Bantu pasien menilai dan membandingkan.
 Kaji riwayat angina dan riwayat keluarga serta laporkan nyeri dengan segera.
Rasionalisasi : Membandingkan dengan nyeri sebelumnya dan komplikasi, penundaan laporan nyeri menghambat peredaan nyeri.
 Berikan lingkungan terang, aktivitas perlahan, tindakan nyaman dan teknik relaksasi.
Rasionalisasi : Menurunkan rangsang eksternal (ansietas dan regangan jantung), upaya koping.
 Pantau TTV
Rasionalisasi : Hipertensi dapat meningkatkan kerusakan miokardial dan kegagalan ventrikel.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d ischemia/infark miokard akibat penurunan/penghentian aliran darah
 Kaji gastrointestinal.
Rasionalisasi : Penurunan aliran darah ke mesenterika berakibat disfungsi gastrointestinal.
 Selidiki perubahan tiba-tiba/mental, pingsan, letargi.
Rasionalisasi : Hal itu menunjukkan perfusi serebral.
 Kaji pucat, sianosis, kulit dingin, nadi perifer.
Rasionalisasi : Menunjukkan vasokontriksi karena CO2 menurun ditandai perfusi kulit dan nadi menurun.
 Pantau pernapasan
Rasionalisasi : Pompa gagal jantung merupakan pencetus distress pernapasan..
 Pantau masukan dan haluaran urin.
Rasionalisasi : Penurunan masukan mengakibatkan volume sirkulasi, perfusi terjadi.

3. Intoleransi aktivitas b/d malaise (kelelahan)
Intervensi :
 Jelaskan pola peningkatan bertahap tingkat aktivitas.
Rasionalisasi : Aktivitas menjadi merupakan kontrol jantung , tingkatan regangan, aktivitas berlebih.
 Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen dan batasi pengunjung.
Rasionalisasi : Aktivitas ini dapat menjadikan bradikardi, CO menurun dan takikardi, TD meningkat.
 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas yang berakibat nyeri
Rasionalisasi : Kerja miokard menurun, sehingga komplikasi tidak terjadi.
 Catat frekuensi jantung, irama, TD yang berubah sebelum, selama, dan sesudah aktivitas.
Rasionalisasi : Respon pasien terhadap aktivitas mengindikasikan penurunan O2 aktivitas, obat.
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung.
Rasionalisasi : Mendukung proses penyembuhan.
4. Kelebihan volume cairan tubuh b/d penurunan GFR ginjal, retensi Natrium dan H2O
Intervensi :
 Auskultasi bunyi nafas (krekels).
Rasionalisasi : Mengindikasikan edema paru sekunder karena dekompensasi jantung..
 Ukur masukan dan haluaran.
Rasionalisasi : Penurunan curah jantung menimbulkan gangguan gagal dan haluaran urine.
 Timbang berat badan setiap hari.
Rasionalisasi : Perubahan BB menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
 Pertahankan masukan total cairan 2000 ml/24 jam karena ditoleransi kardiovaskuler.
Rasionalisasi : Kebutuhan cairan memerlukan pembatasan sebagai upaya dekompensasi jantung.
 Berikan diet rendah natrium dan diuretik .
Rasionalisasi : Na meningkatkan retensi cairan dan diuretik memperbaiki cairan yang lebih.




DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth, ( 2002 ) Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC
Judith M. Wilkinson, ( 2005 ) Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with
NIC Interventions and NOC Outcome. New Jersey : Horrisonburg.
Marilyn E. doenges at all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Betram G Katzung, ( 1998 ) Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta : EGC
Sjaifoellah Noor, ( 1996 ) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Pustaka.
PERKI, (2003) Holistic Management of Cardiovaskuler Disease, Surabaya :
Surabaya Pres.

LEUKIMIA

LEUKIMIA

1. Pengertian
Leukemia adalah jenis gangguan pada system hematopoietic yang fatal dan terkait dengan sum-sum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukosit prosedurnya. (Barbara, C Long.1996:703)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. (keperawatan-gun. blogspot. com/2007/07/askep-leukimia.html)
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain. (Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

2. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukemia – Lhymphoma Virus/ HLTV).
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d.Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
d. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Pilek tidak sembuh-sembuh
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen
h. Lumphedenopathy
i. Hepatosplenomegaly
j. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177)
4. Patofisiologi
a. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.
c. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan.
d. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.
(Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175)




PATHWAY












































A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Budi Anna Keliat, 1994).
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1). Pucat
2). Kelemahan
3). Sesak
4). Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
1). Demam
2). Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
1). Ptechiae
2). Purpura
3). Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1). Limfadenopati
2). Hepatomegali
3). Splenomegali
f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya :
1). Hematuria
2). Hipertensi
3). Gagal ginjal
4). Inflamasi disekitar rektal
5). Nyeri
h. Kaji Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik
a) Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki memiliki prognosis paling baik; jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada anak sembarang umur.
b) Pungsi lumbal untuk mengkaji keterlibatan susunan saraf pusat
c) Foto toraks untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum.
d) Aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis.
e) Pemindaian tulang atau survei kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang.
f) Pemindaian ginjal, hati, limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik
g) Jumlah trombosit menunjukkan kapasitas pembekuan.(Betz, Cecily L. 2002. hal : 301-302).
i. Penatalaksanaan Medis
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai agens kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi untuk memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain.
Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin (antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit), merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama pengobatan leukemia akut). (Betz, Cecily L. 2002. : 302).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur infasif
2. Nyeri akut b.d agen fisikal contoh sumsum tulang yangdikeramas dengan sel leukemik
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan yang berlebihan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur infasif
Intervensi dan rasional
a. Pantau suhu, observasi demam sehubungan dengan takikardi, hipotensi
Rasional : hipertermia lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam
b. Mencegah menggigil, tingkatkan cairan, berikan kompres
Rasional : membantu menurukan demam, yang menambah ketidakseimbangan cairan
c. Ubah posisi sesering mungkin, nafas dalam, batuk efektif
Rasional : mencegah statis secret pernafasan
d. Meningkatkanmasukan makanan tinggi protein dan cairan
Rasional : meningkatkan pembentukan antibody dan mencegah dehidrasi
2. Nyeri akut b.d agen fisikal contoh sumsum tulang yangdikeramas dengan sel leukemik
Intervensi dan rasional
a. Monitor TTV
Rasional : dapat membantu mengevaluasi pernyataan verbal dan keefektifan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping
c. Berikan posisi yang nyaman dan sokong sendi, ektremitas dengan bantal
Rasional : dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang/sendi
d. Anjurkan takhnik-tekhnik distaksi rrelaksasi
Rasional : memudahkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping


3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
Intervensi dan rasional
a. Evaluasi laporan kelemahan
Rasional : efek leukemia/anemia dan kemoterapi
b. Berikan lingkungan tenang dan istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energy untuk aktivitas dan penyembuhan jaringan
c. Bantu aktivitas sesuai kebutuhan
Rasional : memaksimalkan energi untuk perawatan diri
d. Motivasi untuk makan, personal hygiene dan berikan antiemik sesuai indikasi
Rasional : dapat meningkatkan pemasukan dengan penurunan mual
e. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan yang berlebihan
Intervensi dan rasional
a. Awasi intake output
Rasional : mengetahui lebih dini kehilangan cairan berlebihan
b. Timbang berat badan
Rasional : mengetahui peningkatan/penurunan berat badan
c. Awasi TTV
Rasional : perubahan dapat menunjukan efek hipovolemia
d. Evaluasi turgor kulit
Rasional : indicator langsung status cairan/hidrasi
e. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi
Rasional : menurunkan dehidrasi

























DAFTAR PUSTAKA


Sunar Trenggana, Dr. Leukemia ; Penuntun bagi orang tua Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UNHAS/SMF Anak RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells, 1998, Standar Perawatan Pasien, volume 4, EGC.
Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

EPILEPSI

EPILEPSI


1. Pengertian

Epilepsi (kejang-kejang) adalah satu diantara penyakit yang tertua di kenal orang (dalam penulisan teks ini dipergunakan istilah epilepsi, gangguan seizure dan gangguan kejang, berganti-ganti). (Barbara C, Long.1996:151)
Seizure terjadi pada semua suku bangsa dan menyerang pria atau wanita dalam keadaan yang sama. Tidak ada distribusi menurut geografi. Epilepsi bisa terjadi pada tingkat semua umur, tapi pada umumnya terjadi menjelang usia 20 tahun. kasusnya satu diantara 200 sampai 300 orang. Kira-kira 2 sampai 4 juta orang di united State terserang epilepsi kebanyakan adalah anak-anak.
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak berat yang di karakteristikan oleh kejang berulang. Gerakan ini dapat dihubungkan dengan kehilangan kesadaran, gerakan berlebihan atau hilangnya tonus otot atau gerakan dan gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi. Sehingga epilepsi bukan penyakit tapi gejala. (Brunner & Suddart.1996:2203).
Epilepsi merupakan suatu gangguan fungsional kronik dan banyak jenisnya dan ditandai oleh aktifitas serangan yang berulang-ulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan fungsional (motorik, sensorik, psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodik. Serangan ini menggangu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran infuls oleh neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal. (askep.blogspot.com)
Epilepsi adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat di simpulkan bahwa epilepsi / kejang adalah suatu penyakit akibat gangguan fungsional otak yang ditandai dengan kejang-kejang dalam beberapa menit (tidak lama) yang dapat mengakibatkan kerusakan kesadaran, gerak, sensasi, dan memori serta bisa timbul secara berulang.
Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:
a. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
b. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like) biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
c. Epilepsi Fokal
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

2. Manifestasi Klinis

Pola awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Juga penting untuk menunjukan jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptic, yang dapat menunjukan asal kejang (missal melihat kilatan sinar dapat menunjukan kejang berasal dari lobus oksipital).
Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat dipahami, pusing dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara outomatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang. Apapun manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebut ketika telah lewat.
Kejang umum, lebih umum disebut sebagai kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intent pada seluruh tubuh yang di ikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (kontraksi tonik-klonik umum). Kontraksi stimulan diafragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptic karakteristik. Sering lidah tertekan dan pasien mengalami inkontinensia urine dan feses. Setelah 1 atau 2 menit, gerakan konvulsiv mulai hilang pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang), pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam-jam. Banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot. (Brunner & Suddart.1996:2203).

3. Etiologi

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Menurut Brunner dan Suddarth di jelaskan bahwa etiologi epilepsi antara lain trauma lahir, asphyxia neonatorum, cidera kepala, beberapa penyakit infeksi (bakteri, virus, parasit), keracunan (karbon monooksida dan menunjukan keracunan), masalah-masalah sirkulasi, demam, gangguan metabolisme dan nutrisi/gizi dan intoksikasi obat-obat atau alcohol. Selain itu juga dapat dihubungkan dengan adanya tumor otak, abses dan kelainan bentuk bawaan. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
1) Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,
2) Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.(1)

4. Patofisiologi

Epilepsi merupakan gangguan perpindahan tingkat kesadaran atau motorik, sensori atau fungsi otomatis disertai atau tidak disertai hilangnya kesadaran. Disertai dengan gangguan mendadak dan hebat muatan listrik pada neuron otak yang berakibat terjadinya kontraksi kelompok otot tidak sadar.
Pola atau bentuk serangan kejang bervariasi dan tergantung kepada daerah diotak yang membangkitkan kejang. Pola kejang umum untuk individu maupun dapat bervariasi sesuai lesi di otak.
Seizure bisa mencakup seluruh bagian otak penting sekaligus, seperti pada bentuk menyeluruh atau hanya sebagian kecil yang focal pada satu tempat. Pada bentuk yang pertama, muatan neuron yang hebat di duga bersumber dari bagian batang otak dari system yang mengaktifkan reticula; ini selanjutnya menyebar keseluruh syaraf pusta termasuk korteks dan bagian yang lebih dalam dari otak.
Proses bisa berlangsung dari beberapa detik sampai 3 atau 5 menit, atau berhenti mendadak, seperti pada kejang petit mal. Terhentinya kejang diduga akibat dari kelebihan neuron-neuron yang terlibat yang memulai kejang atau ada pengekangan oleh struktur tertentu oleh otak. Muatan neuron yang hebat bisa menimbulkan konvulsi yang tonik disertai kontraksi seluruh otot atau konvulsi kronis, yang silih berganti kontraksi dan relaksasi kelompok otot yang berlawanan. Ini menimbulkan gerakan tarik menarik terhadap tubuh. Kejang-kejang kemudian disusul dengan hambatan terhadap serebral dalam jangka waktu yang lama. Ini disebut periode postictal.
Bila terjadi lagi serangan kejang yang menyeluruh secara aktif dalam frekuensi tertentu sehingga kesadaran tidak kembali diantara kejang yang satu dengan yang lain disebut status epileptikus. Keadaan ini merupakan gawat darurat medis dan memerlukan perawatan medis dan keperawatan guna mencegah kematian akibat kerusakan otak sekunder dari hipoksia yang lama dan kelelahan. Kejang dapat timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sakit.


















Pathway epilepsi






























5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian terhadap data subjektif dan objektif sangat penting pada pasien dengan serangan kejang-kejang.
Data Subjektif
a) Pengertian pasien tentang kejang-kejang dan akibatnya
b) Kesadaran akan pencetus factor
c) Ada aura atau tidak
d) Perasaan Postikal
e) Ada tidaknya amnesia
Aura diartikan sebagai rangkuman gejala yang terjadi sebelum serangan kejang. Aura timbul pada 50% pasien dengan kejang grand mall yang disertai perubahan penginderaan atau perubahan pengaruh.
Karakteristik yang tepat dari aura bervariasi dari satu orang dengan yang lain, tapi diantaranya terdapat kurang perasaan, ada sinar yang menyilaukan, pusing, berdenyut pada lengan, bau, berkunang-kunang. Mungkin pasien tidak dapat menceritakan aura dengan tepat, tapi memberikan tanda-tanda yang cukup jelas yang cenderung akan disusul dengan kejang, dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan sebelum terjadi.
Sebelum fase postictal individu bimbang dan bingung. Mengeluh sakit kepala dan nyeri otot merupakan gejala yang timbul pada umumnya. Kemudian tidur nyenyak. Pada fase ini pupil tetap melebar dan flekles plantar tidak normal. Setelah beberapa lama bangun dan biasanya tidak tau tentangkejang-kejang. Rasa kepala berat dan depresi adalah biasa.
Data Objektif
a) Jumlah serangan / kejang yang terjadi dalam waktu tertentu.
b) Perilaku : gejala stress dan kelelahan
c) Karakter dan kejang
d) Cedera dapat dihindari


Tes Diagnosis

1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).
2) Elektro-ensefalograf
Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.
3) Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.
b. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien epilepsi :
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


c. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan : Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi :
a. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
b. Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan : Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil : Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi : Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi : Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan : Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil : Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi : Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil : Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi : Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
d. Implementasi

Implementasi di lakukan dengan melihat intervensi yang telah di tentukan serta di tambahkan dengan terapi obat atau farmakologi dengan tujuan untuk mencapai pengontrolan kejang dengan efek samping minimal. Adapun Terapi pengobatan epilepsi sbb :
a) Obat pertama yang paling lazim dipergunakan seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin. Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru. Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia.
b). Obat kedua yang lazim digunakan seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin.
• Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.
• Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.
• Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.
Selain itu ada beberapa tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami kejang sbb:
Selama kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari pasien lain yang ingin tau. (Pasien yang mempunyai aura/ penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman dan pribadi)
b. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
c. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera (dari membentur permukaan keras)
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang
f. Jika pasien ditempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur
g. Jika aura mendahului kejang, masukan spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit
h. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan cidera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini.
i. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang, karena kontraksi otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cidera
j. Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi ke depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan mukus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan sekret.
Setelah Kejang
a. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan nafas paten.
b. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelsh kejang grand mal
c. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang
d. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
e. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan memberi restrein yang lembut.

e. Evaluasi

Evaluasi pasien kejang dibuat dengan menggunakan perasaan dan umpan balik dari pasien. Pertanyaan sebagai bahan pertimbangan adalah :
1. Apakah jumlah serangan menurun ?
2. Apakah pasien memakai obat sesuai anjuran ?
3. Apakah kadar convulsant dalam darah pada tingkat normal ?
4. Apakah pasien mengekang diri terhadap aktivitas berbahaya ?
5. Apakah pasien dapat menerangkan kegiatan rutin sehari-hari termasuk istirahat yang cukup?
6. Apakah pasien menggunakan sumber di masyarakat?
7. Apakah pengobatan lanjutan sesuai dengan yang di pesan ?
8. Apakah pasien dapat menceritakan perasaannya?
9. Apakah pasien memakai gelang isyarat medis?
10. Apakah pasien bisa bersosialisasi di masyarakat?
Hasil yang diharapkan setelah adanya implementasi keperawatan :
1. Mempertahankan control kejang
a) Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat yang diberikan
b) Mengidentifikasi efek samping obat
c) Dapat menghindari factor atau situasi yang dapat menimbulkan kejang (cahaya menyilaukan, hiperventilasi, alkohol)
d) Mengikuti gaya hidup sehat dengan tidur yang cukup dan makan dengan teratur untuk menghindari hipoglikemia.
2. meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan
3. meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsy
4. bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus.
























DAFTAR PUSTAKA


http : //askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_2591.htm//
Long, Barbara C. 1989. Perawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta : The C.V. Mosby Company St. Louis.
Harsono.2007. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Brunner &Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.
Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

TUMOR OTAK

DEFINISI
tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas.
tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

beberapa jenis tumor otak jinak bisa tumbuh di dalam otak dan diberi nama sesuai dengan sel atau jaringan asalnya:
- schwannoma berasal dari sel schwann yang membungkus persarafan
- ependimoma berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak
- meningioma berasal dari meningen (jaringan yang melapisi bagian luar otak)
- adenoma berasal dari sel-sel kelenjar
- osteoma berasal dari struktur tulang pada tengkorak
- hemangioblastoma berasal dari pembuluh darah.

tumor otak jinak yang bisa merupakan kelainan bawaan adalah:
- kraniofaringioma
- kordoma
- germinoma
- teratoma
- kista dermoid
- angioma.

meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat.
tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.
gejala dan kemungkinan diturunkannya tumor ini tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya di otak. jika tumbuh sangat besar, bisa menyebabkan kemunduran mental seperti demensia (pikun).

tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang berasal dari bagian tubuh yang lain.
kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma maligna dan kanker sel darah (misalnya leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak.
penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.

tumor otak primer berasal dari dalam otak, yang terdiri dari:
- glioma berasal dari jaringan yang mengelilingi dan menyokong sel-sel saraf, beberapa diantaranya bersifat ganas
- glioblastoma multiformis merupakan jenis yang paling sering ditemukan
- astrositoma anaplastik, pertumbuhannya sangat cepat
- astrositoma, pertumbuhannya lambat
- oligodendroglioma
- meduloblastoma, jarang terjadi, biasanya menyerang anak-anak sebelum mencapai pubertas
- sarkoma dan adenosarkoma merupakan kanker yang jarang terjadi, yang tumbuh dari struktur selain sel saraf.


tumor otak yang berasal dari sistem saraf
jenis tumor asal status keganasan persentase dari semua tumor otak yang sering terkena
kordoma sel saraf dari kolumna spinalis jinak tetapi invasif kurang dari 1% dewasa
tumor sel germ sel-sel embrionik ganas atau jinak 1% anak-anak
glioma (glioblastoma multiformis, astrositoma, oligodendtrositoma) sel-sel penyokong otak, termasuk astrosit & oligodendrosit ganas atau relatif jinak 65% anak-anak & dewasa
hemangioblastoma pembuluh darah jinak 1-2% anak-anak & dewasa
meduloblastoma sel-sel embrionik ganas anak-anak
meningioma sel-sel dari selaput yg membungkus otak jinak 20% dewasa
osteoma tulang tengkorak jinak 2& anak-anak & dewasa
osteosarkoma tulang tengkorak ganas kurang dari 1% anak-anak & dewasa
pinealoma sel-sel di kelenjar pinealis jinak 1% anak-anak
adenoma hipofisa sel-sel epitel hipofisa jinak 2% anak-anak & dewasa
schwannoma sel schwann yg membungkus persarafan jinak 3% dewasa

DEHIDRASI

Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidarasi terjadi karena
• kekurangan zat natrium;
• kekurangan air;
• kekurangan natrium dan air.
Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu
Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan), dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan).
Selain mengganggu keseimbangan tubuh, pada tingkat yang sudah sangat berat, dehidrasi bisa pula berujung pada penurunan kesadaran, koma, hingga meninggal dunia.

Dehidrasi, Mudah Menyerang dan Berbahaya
SUDAH banyak orang yang tahu apa itu dehidrasi. Toh, tetap saja yang terserang dehidrasi tidak sedikit. Padahal, sebenarnya dehidrasi bisa dicegah. Dan cara mencegahnya lebih mudah daripada mengobati.
ISTILAH dehidrasi sudah tidak asing lagi. Dehidrasi, yang berarti kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk, ini bisa menyerang siapa saja, dari anak kecil hingga orang tua. Hanya saja dehidrasi kerap dianggap sebagai masalah sepele.
Padahal, sebenarnya dehidrasi itu cukup berbahaya. Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan penurunan berat badan, yaitu dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan), dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan), dan dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan). Selain mengganggu keseimbangan tubuh, pada tingkat yang sudah sangat berat, dehidrasi bisa pula berujung pada penurunan kesadaran, koma, hingga meninggal dunia.
Menurut Dr Tanya TM Rotikan SpKO, jika dilihat dari perbandingan total kadar air dalam tubuh, sebenarnya yang paling rentan terkena dehidrasi adalah anak kecil dan orang tua. Soalnya, tubuh anak kecil banyak mengandung lemak, dan lemak hanya mengandung air lebih kurang 20 persen.
Sementara itu pada tubuh orang yang sudah tua, kadar air dalam tubuhnya sudah semakin menurun akibat proses penuaan organ-organ tubuh. Tapi, kalau dilihat dari perbandingan jenis kelamin, maka perempuanlah yang lebih mudah terserang dehidrasi dibandingkan dengan laki-laki. Penyebabnya sama seperti pada anak kecil, tubuh perempuan lebih banyak lemak daripada tubuh laki-laki.
Namun, jika dilihat dari perbandingan aktivitas, remajalah yang paling mudah terkena dehidrasi. Pasalnya, pada usia remaja umumnya kita lagi senang-senangnya melakukan berbagai kegiatan, hingga aktivitas fisik pun jadi meningkat drastis. Contohnya saja main basket setiap jam istirahat, mengejar-ngejar bus ketika mau berangkat dan pulang sekolah, traveling atau out bound begitu liburan sekolah tiba, melakukan extreme sport atau games bersama teman-teman di waktu senggang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan ini menguras tenaga dan juga cairan tubuh. Saat melakukan berbagai kegiatan itu kulit pasti banyak mengeluarkan keringat. Paru-paru pun banyak mengeluarkan uap melalui pernapasan.
Tanda dehidrasi
Lantaran dianggap sepele, tanda-tanda kemunculan dehidrasi kerap kali tak disadari. Gejala kalau kita kena dehidrasi ringan seperti haus, mulut kering, dan bibir kering, sering dianggap sebagai sesuatu yang wajar-wajar saja. Baru kalau sudah memasuki tingkat yang lebih tinggi lagi (dehidrasi sedang), dan muncul tanda-tanda lain seperti tonus kulit jadi menurun (kalau kulit dicubit, kulit akan lama kembali ke bentuk semula alias tidak kenyal), dan berat badan menurun, kita menjadi lebih aware.
Kalau dehidrasi ini sudah sampai pada tingkat yang lebih berat, tanda-tanda yang muncul akan lebih banyak lagi. Yaitu mata menjadi cekung, kulit menjadi pucat, ujung-ujung jari menjadi dingin karena aliran darah ke kapiler-kapiler ini menjadi berkurang, warna kulit di ujung-ujung jari juga kadang jadi kebiru-biruan karena oksigen yang dibawa oleh aliran darah berkurang, dan denyut nadi melonjak dari cepat sekali menjadi super lambat. Sedangkan secara psikologis penderita juga jadi apatis dan kesadarannya perlahan-lahan menurun.
Selain perbedaan tanda-tanda dehidrasi tersebut, ada satu tanda dehidrasi yang berlaku umum (selalu muncul pada tingkat dehidrasi mana pun), yaitu pengurangan frekuensi dan volume urine serta perubahan warna air seni. Orang yang terkena dehidrasi selain jadi jarang kencing dan jumlahnya sedikit, warna air seninya juga jadi lebih pekat.
Untuk masalah perubahan warna air seni, semakin tinggi tingkat dehidrasinya, warna air seni akan semakin pekat. Penyebabnya, kalau dehidrasi tubuh secara otomatis akan menahan semua cairan, termasuk cairan yang mestinya dibuang seperti air seni. Semakin lama lama air seni itu ditahan, maka jumlah kotoran yang terkandung di dalamnya akan semakin banyak, hingga mengakibatkan warnanya menjadi keruh.
Yang perlu diingat, meski telah dibagi dengan spesifik tanda-tanda dehidrasi berdasarkan tingkatannya, tetapi pada kenyataannya ketika kita mengalami dehidrasi, tanda-tanda ini kerap muncul dalam waktu yang nyaris bersamaan. Tidak usah heran, karena dehidrasi memang merupakan gradasi. Jadi kalau sekarang kita sudah terkena dehidrasi ringan, lalu tidak cepat ditanggulangi, maka dalam beberapa saat saja dehidrasi yang kita alami akan langsung meningkat ke tingkat yang sedang hingga tingkat yang berat.
Pencegahan dehidrasi
Agar tidak terkena dehidrasi, cara pencegahan yang utama, menurut dokter Tanya adalah sering-sering minum, minimal lima belas menit sekali. Dan air yang diminum sebaiknya air putih biasa, bukan teh, kopi, atau minuman bersoda. Sebab, minuman-minuman ini mengandung kafein yang bersifat deuresis atau menambah frekuensi kencing. Kalau kencing terus kan cairan tubuh makin banyak yang hilang.
Selain itu juga jangan minum minuman yang terlalu manis. Karena kalau kita minum minuman yang terlalu manis akan merangsang keluarnya hormon insulin yang meningkatkan kadar gula darah. Kalau hal ini sampai terjadi, maka efeknya kita justru akan bertambah lemas. Lagi pula, kalau minum minuman yang manis-manis, kita tidak bisa minum banyak karena perut akan terasa kenyang. Sehingga meski sudah minum, jumlah cairan tubuh yang keluar tetap belum bisa tergantikan.
Cara pencegahan lain, kalau hendak beraktivitas di luar ruangan, kita juga harus memperhatikan pakaian yang dikenakan. Sebaiknya pakai pakaian yang menyerap keringat seperti pakaian yang terbuat dari katun. Soalnya, pakaian yang menyerap keringat sangat membantu mengurangi penguapan cairan tubuh.
"Kalau termasuk orang yang gemar berolahraga, supaya bermanfaat olahraga sebaiknya dilakukan tiga sampai lima kali seminggu saja, selama dua puluh menit sampai enam puluh menit. Kriteria ini terutama berlaku untuk remaja," jelas dosen jurusan Kedokteran Olahraga FKUI ini.
"Sebab, kalau kurang dari tiga kali menjadi kurang bermanfaat untuk jantung dan paru-paru, tetapi lebih dari lima kali juga tidak baik. Itu namanya over training. Dan ini bahaya sekali. Kalau over training nafsu makan berkurang, enggak bisa tidur, dan badan sakit semua," lanjut dokter Tanya.
Bagaimana kalau sudah telanjur terkena dehidrasi?
"Kalau dehidrasinya masih dalam tingkat ringan, banyak-banyaklah minum. Terutama minum minuman kesehatan yang bisa mengganti ion tubuh. Tapi kalau sudah tidak bisa minum lagi, ya apa boleh buat, harus diinfus!"katanya.
Artinya, jika kita tahu aktivitas kita tinggi, maka mencegah dehidrasi lebih baik daripada tiba-tiba kita lemas akibat kekurangan cairan. Membawa minuman air putih sebagai persiapan juga disarankan.
Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:
• Gelisah, cengeng
• Kehausan
• Mata cekung
• Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi semula.
3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:
• Berak cair terus-menerus
• Muntah terus-menerus
• Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
• Tidak bisa minum, tidak mau makan
• Mata cekung, bibir kering dan biru
• Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
• Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
• Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi
DEHIDRASI

PENGERTIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air (dehidrasi hipotonik).
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter). Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter.
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Disamping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons ginjal terhadap vasopresin.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgordan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinnis obyektif lainya yang dapat membantu mengindentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik. Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM, bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, diuresis berkurang, berat jenis (bj) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio blood urea nitrogen/kreatinin lebih dari atau sama dengan 16,9 (tanpaadanya perdarahan aktif saluran cerna) maka kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat – obat sitostatik, tidak ada perdarahan saluran cerna, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongensif, sirosis hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom nefrotik).

Defisit cairan (litar) = cairan badan total (CBT) yang diinginkan – CBT saat ini
CBT yang diinginkan = kadar na serum X CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50% X berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% berat badan (kg)

jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na Cl 0,9% atau dekstrosa 5 % dengan kecepatan 25 – 30 % dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi hipertonik cairan NaCl 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu pemberian cairan hipertonik.

KOMPLIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri
UNIT YANG MENANGANI
Devisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi dehidrasi, Bidang Keperawatan
Dehidrasi merupakan istilah yang digunakan untuk menandakan keadaan kekurangan cairan tubuh. Keadaan itu diakibatkan oleh hilangnya cairan tubuh yang berlebihan. Dehidrasi disebut juga dengan anhidrasi, deaquasi, atau hipohidrasi.
Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi pada penderita muntaber, demam tinggi, dan lain-lain. Pengeluaran cairan itu biasanya disertai dengan hilangnya garam dan mineral pada tubuh.
Seberapa banyak cairan tubuh itu berkurang hingga bisa disebut dehidrasi? Berat badan manusia terdiri atas kira-kira 60 persen cairan. Setiap harinya, sekitar 1,7 liter cairan dikeluarkan melalui urine dan sekitar 100 mililiter dikeluarkan lewat usus. Pengeluaran cairan lainnya sebanyak satu liter terjadi melalui keringat dan pernapasan.
Kehilangan cairan itu akan digantikan oleh cairan yang didapat dari konsumsi makanan dan minuman sebanyak tiga liter sehari. Pada cuaca yang sangat panas, orang akan lebih banyak membutuhkan minum sebagai kompensasi terhadap cairan yang juga lebih banyak keluar dari tubuh lewat penguapan. Apabila cairan yang keluar lebih banyak daripada yang masuk, maka dehidrasi pun terjadi.
Gejala-gejala dehidrasi beragam. Pada dehidrasi ringan ditandai dengan rasa haus yang sangat sehingga merangsang penderitanya untuk terus minum. Apabila kebutuhan air itu tak terpenuhi, dehidrasi yang dideritanya akan semakin berat.
Bila sudah terjadi dehidrasi yang berat, mata menjadi cekung. Selain itu, kulit menjadi tak elastis sehingga bila dicubit, bekasnya tidak cepat kembali ke bentuk semula. Gejala ini dapat dengan mudah dilihat pada kulit perut.
Dalam kondisi dehidrasi berat yang tak dapat ditanggulangi dan tak diperbaiki, kesadaran penderita akan menurun, terjadi shock yang dapat menyebabkan kematian. Karena itu, dalam kasus dehidrasi perlu penanganan yang baik. Apalagi pada kasus penderita bayi dan anak-anak, perlu perhatian ekstra. Soalnya, mereka sangat rentan terhadap dehidrasi.
Dehidrasi ringan dapat diatasi sendiri dengan cara minum sebanyak-banyaknya sampai penderita tak merasa haus lagi. Sebaiknya, cairan yang diberikan berupa larutan garam elektrolit seperti oralit.
Bila oralit tak tersedia, dapat diganti dengan larutan gula-garam yang dibuat sendiri. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan satu sendok teh gula dan sejumput garam ke dalam 200 cc air matang. Bila dehidrasi tak membaik, penderita perlu diberi cairan melalui infus.
Tags: info-sehat
Reaksi dehidrasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini berisi tentang reaksi kimia yang mengakibatkan pelepasan air dari sebuah molekul.Untuk pelepasan air dari pelarut dan reagen, lihat desikasi.
Dalam kimia, reaksi dehidarsi biasanya didefinisikan sebagai reaksi yang melibatkan pelepasan air dari molekul yang bereaksi. Reaksi dehidrasi merupakan subset dari reaksi eliminasi. Karena gugus hidroksil (-OH) adalah gugus lepas yang buruk, pemberian katalis asam Brønsted sering kali membantu protonasi gugus hidroksil, menjadikannya gugus lepas yang baik, -OH2+.
Dalam kimia organik, terdapat banyak contoh reaksi dehidrasi:
Konversi alkohol menjadi eter:
2 R-OH → R-O-R + H2O
Konversi alkohol menjadi alkana
R-CH2-CHOH-R → R-CH=CH-R + H2O
Konversi asam karboksilat menjadi anhidrida asam:
2 RCO2H → (RCO)2O + H2O
Konversi amida menjadi nitril:
RCONH2 → R-CN + H2O
Pada reaksi penataan ulang dienol benzena [1]:

Beberapa reaksi dehidrasi dapatlah berjalan dengan rumit. Sebagai contoh, reaksi gula dengan asam sulfat pekat [1] membentuk karbon melibatkan pembentukan ikatan karbon-karbon.[2]
Gula (sukrosa) didehidrasi[3]:
C12H22O11 + 98% Sulfuric acid → 12 C (graphitic foam) + 11 H2O steam + Sulfuric acid/water mixture
Reaksi ini didorong oleh reaksi eksotermik antara asam sulfat dengan air.
Agen dehidrasi yang umum meliputi asam sulfat pekat, asam fosfat pekat, aluminium oksida panas, keramik panas
Dehidrasi

Dehidrasi merupakan istilah yang digunakan untuk menandakan keadaan
kekurangan cairan tubuh. Keadaan itu diakibatkan oleh hilangnya cairan tubuh
yang berlebihan. Dehidrasi disebut juga dengan anhidrasi, deaquasi, atau
hipohidrasi.


Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi pada penderita muntaber, demam tinggi,
dan lain-lain. Pengeluaran cairan itu biasanya disertai dengan hilangnya garam
dan mineral pada tubuh.


Seberapa banyak cairan tubuh itu berkurang hingga bisa disebut dehidrasi?
Berat badan manusia terdiri atas kira-kira 60 persen cairan.
Setiap harinya, sekitar 1,7 liter cairan dikeluarkan melalui urine dan sekitar 100
mililiter dikeluarkan lewat usus. Pengeluaran cairan lainnya sebanyak satu liter
terjadi melalui keringat dan pernapasan.


Kehilangan cairan itu akan digantikan oleh cairan yang didapat dari konsumsi
makanan dan minuman sebanyak tiga liter sehari. Pada cuaca yang sangat
panas, orang akan lebih banyak membutuhkan minum sebagai kompensasi
terhadap cairan yang juga lebih banyak keluar dari tubuh lewat penguapan.
Apabila cairan yang keluar lebih banyak daripada yang masuk, maka dehidrasi
pun terjadi.


Gejala-gejala dehidrasi beragam. Pada dehidrasi ringan ditandai dengan rasa
haus yang sangat sehingga merangsang penderitanya untuk terus minum.
Apabila kebutuhan air itu tak terpenuhi, dehidrasi yang dideritanya akan semakin
berat.


Bila sudah terjadi dehidrasi yang berat, mata menjadi cekung. Selain itu, kulit
menjadi tak elastis sehingga bila dicubit, bekasnya tidak cepat kembali ke bentuk
semula. Gejala ini dapat dengan mudah dilihat pada kulit perut.


Dalam kondisi dehidrasi berat yang tak dapat ditanggulangi dan tak diperbaiki,
kesadaran penderita akan menurun, terjadi shock yang dapat menyebabkan
kematian. Karena itu, dalam kasus dehidrasi perlu penanganan yang baik.
Apalagi pada kasus penderita bayi dan anak-anak, perlu perhatian ekstra.
Soalnya, mereka sangat rentan terhadap dehidrasi.


Dehidrasi ringan dapat diatasi sendiri dengan cara minum sebanyak-banyaknya
sampai penderita tak merasa haus lagi. Sebaiknya, cairan yang diberikan berupa
larutan garam elektrolit seperti oralit.
Bila oralit tak tersedia, dapat diganti dengan larutan gula-garam yang dibuat
sendiri. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan satu sendok teh gula
dan sejumput garam ke dalam 200 cc air matang. Bila dehidrasi tak membaik,
penderita perlu diberi cairan melalui infus. wed

ASMA

ASMA
1. Pengertian
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan nafas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversible. (Brunnert & Suddarth.2001: 611)
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam - macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih - lebihan dari kelenjar - kelenjar di mukosa bronchus (www.ilmu Keperawatan.com). Jenis-jenis asma menurut Suddart & Brunnerth sbb:
a. Asma Alergik
Asma jenis ini disebabkab oleh allergen yang tidak dikenal (misal: serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur). Kebanyakan allergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja.
b. Asma Idiopatik atau nonalergik
Jenis asma ini tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti aspirin dan agen anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beda adrenergic, dan agen sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan tempat berkembang menjadi brokitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asma Gabungan
Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
2. Manifestasi Klinis

Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi, laborious. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesoris pernafasan. Jalan nafas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum yang terdiri atas sedikit mucus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala retensi karbon dioksida, termasuk keringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinou yang lebih berat, yang disebut “Status asmatikus” kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Reaksi yang berhubungan dengan asma adalah kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma termasuk eczema, ruam, dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodic setelah pemajanan terhadap allergen spesifik, obat-obatan tertentu, latihan fisik dan kegairahan emosional.
3. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. Patologi
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran napas sangat mudah bereaksi terhadap barbagai ransangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asma. Kelainan yang didapatkan adalah:
a. Otot bronkus akan mengkerut ( terjadi penyempitan)
b. Selaput lendir bronkus edema
c. Produksi lendir makin banyak, lengket dan kental.
Sehingga ketiga hal tersebut menyebabkan saluran lubang bronkus menjadi sempit dan anak akan batuk bahkan dapat sampai sesak napas. Serangan tersebut dapat hilang sendiri atau hilang dengan pertolongan obat.
d. Pada stadium permulaan serangan terlihat mukosa pucat, terdapat edema dan sekresi bertambah.
Lumen bronkus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil dalam secret didalam lumen saluran napas. Jika serangan sering terjadi dan lama atau menahun akan terlihat deskuamasi (mengelupas) epitel, penebalan membran hialin bosal, hyperplasia serat elastin, juga hyperplasia dan hipertrofi otot bronkus.
Pada serangan yang berat atau pada asma yang menahun terdapat penyumbatan bronkus oleh mucus yang kental.Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi tadi.
e. Mediator kimia tersebut adalah:
1.Histamin
a. Kontraksi otot polos
b. Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edema
c. Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidung dan mata
2. Bradikinin
a. Kontraksi otot polos bronchus
b. Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
c. Vasodepressor (penurunan tekanan darah)
d. Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah
3. Prostaglandin : bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)
5. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversible. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini : (1) kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan nafas (2) pembengkakan membrane yang melapisi bronki dan (3) pengisian bronki dengan mucus yang kental. Selain itu otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap didalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan system imunologis dan system syaraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antobodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandinserta anakfilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersyarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf vegal melalui system parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor a- dan B-adrenergik dari system syaraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokontriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor B-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa menakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokontriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan broncodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan B-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatk rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan kontriksi otot polos.



Penggolongan Obat-Obat Asma
Anti- alergi : zat-zat yang menstabilkan sel mast, sehingga tidak
pecah dan mengakibatkan terlepasnya histamin,
yang merupakan mediator peradangan lainnya.
Contoh : Kromoglikat dan nedocromil
Bronchodilator: dengan cara:
- Merangsang sistem adrenergis dengan adrenergika
Contoh : Salbutamol, Terbutalin, Tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol, klenbuterol, klenbuterol.
- Menghambat sistem kolinergis dengan antikolinergika, juga dengan teofilin (derivat ksantin).
Contoh anti kolinergik: Ipratropium, Detropin, Tiazinamium.
Derivat ksantin: merelaksasi bronchus dengan blokade reseptor adenosin.
Contoh : Teofillin, Aminofilin, Kolinteofinilat.
Kortikosteroid
Contoh: Hidrokortison, Prednison, Deksametason.
Inhalasi  Beklometason, Flutikason, Budisonida.
Mukolitik
Contoh: Bromheksin, Ambroxol, Kalium Iodida, Amonium Klorida.
Anti Histaminika
Contoh: Ketotifen, Oksatomida.

Bentuk sediaan obat asma, antara lain:

1. Obat minum/oral (tablet, sirup)
Contoh: Dexametason, Prednison, Salbutamol

2. Obat inhaler
Contoh: Beklometason (Becotide inhaler), Budenoside (Rhinocort inhaler), Salbutamol (Ventolin inhaler, Combifen i nhaler)
3. Injeksi/suntikan
Cara penggunaan inhaler

1. Kocok inhaler,
2. Buka tutup inhaler dan pegang pada posisi menghadap keatas.
3. Atur derajat kemiringan kepala menghadap lurus kedepan, dan tarik nafas panjang,
4. Atur jarak pemakaian pada semua pasien, khususnya pada anak-anak dan usia lanjut. (Lihat gambar B).
5. Tekan inhaler kearah bawah untuk melepaskan obat sebagai awal memulai pernafasan secara perlahan.
6. Bernafaslah secara perlahan selama 3-5 detik.
7. Tahan nafas selama 10 detik agar obat masuk sampai ke paru-paru.
8. Ulangi secara langsung untuk semprotan (puff) berikutnya. Tunggu 1 menit antara semprotan (puff), agar semprotan kedua dapat masuk lebih baik ke paru-paru.
9. Bersihkan mulut setelah penggunaan inhaler.